ASSALAMU ALAIKUM

SELAMAT DATANG DI IQBAL'S BLOG

Rabu, 28 Oktober 2009

KLASIFIKASI KEISTIMEWAAN DAN KEUNGGULAN PEMIKIRAN ISLAM

KLASIFIKASI

Perkembangan pemikiran Islam kontemporer yang luar biasa saat ini, sesungguhnya, dapat diklasifikasikan dalam 5 model kecenderungan.

Pertama, fundamentalis. Yaitu, model pemikiran yang sepenuhnya percaya pada doktrin Islam sebagai satu-satunya alternatif bagi kebangkitan Islam dan manusia. Mereka biasanya dikenal sangat commited pada aspek religius budaya Islam. Bagi mereka, Islam telah mencakup segala aspek kehidupan sehingga tidak memerlukan segala teori dan metode dari luar, apalagi Barat. Garapan utamanya adalah menghidupkan kembali Islam sebagai agama, budaya sekaligus peradaban, dengan menyerukan untuk kembali pada sumber asli (al-Qur'an dan Sunnah) dan mempraktekkan ajaran Islam sebagaimana yang dilakukan Rasul dan Khulafa' al-Rasyidin. Tradisi dan Sunnah Rasul harus dihidupkan kembali dalam kehidupan modern sebagai bentuk kebangkitan Islam.

Kedua, tradisionalis ( salaf ). Yaitu, model pemikiran yang berusaha berpegang pada tradisi-tradisi yang telah mapan. Bagi mereka, segala persoalan umat telah diselesaikan secara tuntas oleh para ulama terdahulu. Tugas kita sekarang hanyalah menyatakan kembali atau merujukkan dengannya. Perbedaan kelompok ini dengan fundamentalis terletak pada penerimaannya pada tradisi. Fundamentalis membatasi tradisi yang diterima hanya sampai pada khulafa' al-rasyidin , sedang tradisionalis melebarkan sampai pada salaf al-shalih , sehingga mereka bisa menerima kitab-kitab klasik sebagai bahan rujukannya. Hasan Hanafi pernah mengkritik model pemikiran ini. Yaitu, bahwa tradisionalis akan menggiring pada ekslusifisme, subjektivisme dan diterminisme.

Ketiga, reformis. Yaitu, model pemikiran yang berusaha merekonstruksi ulang warisan budaya Islam dengan cara memberi tafsiran baru. Menurut mereka, Islam telah mempunyai tradisi yang bagus dan mapan. Akan tetapi, tradisi ini tidak dapat langsung diaplikasikan melainkan harus harus dibangun kembali secara baru dengan kerangka berpikir modern dan prasyarat rasional, sehingga bisa survive dan diterima dalam kehidupan modern. Karena itu, mereka berbeda dengan tradisionalis yang menjaga dan menerima tradisi seperti apa adanya.

Keempat, postradisionalis. Yaitu, model pemikiran yang berusaha mendekonstruksi warisa Islam berdasarkan standar modern. Model ini sesungguhnya sama dengan reformis yang menerima tradisi dengan interpertasi baru. Perbedaannya, postadisionalis mempersyaratkan dekonstruktif atas tradisi, bukan sekedar rekonstruktif, sehingga yang absolut menjadi relatif dan yang ahistoris menjadi historis.

Kelima, moderinis. Yaitu, model pemikiran yang hanya mengakui sifat rasional-ilmiah dan menolak kecenderungan mistik. Menurutnya, tradisi masa lalu sudah tidak relevan, sehingga harus ditinggalkan. Karakter utama gerakannya adalah keharusan berpikir kritis dalam soal keagamaan dan kemasyarakatan. Mereka ini biasanya banyak dipengaruhi cara pandang marxisme. Meski demikian, mereka bukan sekuler. Sebaliknya, mereka bahkan mengkritik sekuler selain salaf. Menurutnya, kaum sekuler telah bersalah karena berlaku eklektif terhadap Barat, sedang kaum salaf bersalah menempatkan tradisi klasik pada posisi sakral dan shalih likulli zaman wa makan . Sebab, kenyataannya, tradisi sekarang berbeda dengan masa lalu. Modernis menjadikan orang lain (Barat) sebagai model, sedang salaf menjadikan masa lalu sebagai model. Keduanya sama-sama ahistoris dan tidak kreatif, sehingga tidak akan mampu membangun peradaban Islam ke depan.

KEISTIMEWAAN DAN KEUNGGULAN PEMIKIRAN ISLAM


Islam adalah wahyu yang turun dari langit untuk menjadi petunjuk bagi manusia di bumi. Oleh karena itu, ia turun sebagai suatu pemikiran-pemikiran yang mengandung pandangan-pandangan dan solusi-solusi tentang berbagai persoalan kehidupan yang tercantum di dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw.
Dan sebagai pemikiran langit, Islam dijamin keunggulannya oleh oleh Allah SWT yang Maha Mengetahui lagi Maha Tinggi. Dia SWT berfirman:
“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk (al-Qur’an) dan agama yang benar untuk Dia menangkan agama itu atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (Qs. at-Taubah [9]: 33).
Juga firman-Nya:
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar Dia menangkan agama itu terhadap semua agama. Dan cukuplah allah sebagai saksi.” (Qs. al-Fath [48]: 28).
Dimana letak keunggulan-keunggulan Islam, tulisan ini mencoba menguraikannya.
Keunggulan Islam Atas Agama-Agama Lain
Keistimewaan dan keunggulan pemikiran Islam dibandingkan dengan agama-agama samawi sebelumnya adalah:
Pertama, agama-agama sebelumnya ditujukan kepada kelompok manusia tertentu dan jaman tertentu. Sedangkan Islam ditujukan kepada seluruh umat manusia hingga hari kiamat .
Para Rasul terdahulu (sebelum Rasulullah Saw) diutus khusus untuk kaum mereka. Allah SWT mengutus Nabi Hud a.s. kepada kaum ‘Aad (lihat Qs. al-A’râf [7]: 65). Kepada kaum Tsamud Allah SWT mengutus Nabi Shalih a.s. (lihat Qs. al-A’râf [7]: 73). Nabi Syu’aib a.s. diutus kepada kaumnya, penduduk Madyan (lihat Qs. al-A’râf [7]: 85). Dan khusus kepada kaum Yahudi Bani Israil Allah SWT mengutus Nabi-nabi di kalangan mereka seperti Yusuf a.s., Musa a.s., Dawud a.s., Sulaiman a.s., Isa a.s. dan lain-lain.
Namun setelah itu para pengikutnya mengabaikan risalah rasul-Nya itu, dan mengubah pemikiran-pemikiran dari risalah yang mereka terima itu setelah Rasul mereka wafat. Allah SWT mengabadikan salah satu tindakan mereka mengubah pemikiran risalah Allah yang dibawa Nabi mereka itu. Dia SWT berfirman:
“(Tetapi) karena mereka melanggar janji mereka, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka sengaja melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihart kekhianatan mereka kecuali sedikit dari mereka (yang tidak berkhianat)…” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 13) .
Sedangkan Nabi Muhammad Saw diutus kepada seluruh umat manusia hingga hari kiamat. Beliau adalah penutup para nabi. Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: ‘Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua…” (Qs. al-A’râf [7]: 158).
“Dan Kami tidak mengutus kamu melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (Qs. Saba [34]: 28).
Juga fiman-Nya:
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi.” (Qs. al-Ahzab [33]: 40).
Kedua, risalah-risalah Rasul terdahulu hanya memecahkan beberapa bagian tertentu dari persoalan kehidupan manusia seperti akidah, ibadah, hubungan laki-laki dan wanita atau persoalan makanan. Sedangkan syariat Islam hadir untuk memecahkan seluruh aspek kehidupan manusia, baik interaksi manusia dengan Tuhan nya, hubungan dia dengan dirinya sendiri, dan interaksinya dengan orang lain.
Syariah Islam mengandung hukum-hukum Islam terhadap masalah-masalah aqidah dan ibadah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT al Khalik, Sang Pencipta, agar jelas keyakinan manusia kepada-Nya dan agar benar tatacara beribadah kepada-Nya. Syariah Islam juga mengandung hukum-hukum Allah SWT tentang akhlak, pakaian, dan makanan yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Juga syariah Islam mengandung hukum-hukum muamalah seperti jual beli, sewa menyewa, akad perusahaan, dan berbagai masalah ekonomi baik mikro maupun makro; hukum-hukum berkaitan dengan masalah politik ketatanegaraan serta pertahanan dan keamanan; hukum-hukum yang berkaitan dengan sanksi-sanksi atas pelanggaran hukum dan tata cara peradilan; yang kesemuanya itu mengatur hubungan manusia yang satu dengan manusia lainnya dalam pergaulan di masyarakat. Kelengkapan syariah Islam itu ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan nikmat-Ku, dan telah Kuridlai Islam itu jadi agama bagimu.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 3).
Ketiga, mukjizat para rasul terdahulu bersifat temporal, akan berhenti dan lenyap bersamaan dengan wafatnya rasul tersebut. Misalnya, mukjizat tongkat nabi Musa, tongkat itu hilang ditelan bumi. Tongkat yang memiliki berbagai keistimewaan itu tidak ditemukan lagi hari ini. Demikian juga mukjizat kemampuan menghidupkan orang mati yang dimiliki Nabi Isa, hilang bersama hilangnya Nabi tersebut dari muka bumi. Mukjizat Nabi Sulaiman berupa kemampuannya menundukan burung, jin dan angin, juga telah sirna tiada muncul kembali. Serta mukjizat unta betinanya Nabi Shalih yang menghasilkan susu yang melimpah ruah pun musnah tak bisa diperbaharui. Sedangkan mukjizat Nabi Muhammad saw bersifat kekal dan abadi sampai Hari Kiamat. Mukjizat itu al-Qur’an al-Karim yang menantang manusia untuk membuat yang serupa dengannya. Kitab al-Qur’an yang kita baca hari ini adalah al-Qur’an yang dibacakan dan disampaikan oleh Rasulullah Saw 15 abad yang lalu. Dan jutaan kitab al-Qur’an yang tersebar di seluruh penjuru duani dan ada dari masa ke massa adalah duplikasi tanpa penambahan dan pengurangan dari al-Qur’an yang diterima oleh para sahabat dari beliau Saw di Makkah dan Madinah saat beliau Saw masih hidup dan mendapatkan wahyu dari langit. Inilah satu-satunya kitab yang dijanjikan oleh Allah untuk dipelihara (dijaga) seperti dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’an dan Kami pulalah yang akan menjaganya.” (Qs. al-Hijr [15]: 9).
Keunggulan Islam Dari Pemikiran “Buatan” Manusia
Tiga keistimewahan diatas berhubungan dengan agama lagit atau agama samawi. Bila dibandingkan dengan pemikiran-pemikira yang dibuat oleh manusia, seperti ide Sosialisme Materialisme, Sekularisme Kapitalisme, maupun ide-ide produk manusia lainnya, Islam jelas berbeda dengan pemikiran-pemikiran tersebut. Sebab, Islam berasal dari Sang Pencipta semesta alam. Dialah Sang Pencipta yang maha mengetahui dan memahami karekteristik manusia. Sedangkan manusia penuh dengan keterbatasan, termasuk dalam memahami dirinya sendiri sekalipun.
Oleh karena itu, tak seorang yang mampu membuat sistem yang bersifat menyeluruh, sempurna dan rinci untuk mengatur kehidupan manusia layaknya aturan yang diturunkan oleh Sang Pencipta Manusia dan Alam Semesta kepada manusia. Karena kekurangan manusia yang punya sifat-sifat yang kjauh dari kesempurnaan, tidak jarang manusia saling berbeda pandangan dan memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menilai dan memahami sesuatu.
Demikianlah, apa yang dianggap baik sebagian manusia kadang-kadang dianggap buruk oleh yang lain. Disisi lain tidak mungkin secara bersamaan mereka rela dengan aturan yang dibuat orang lain. Bahkan golongan yang tidak ridha tadi bila berhasil memegang tampuk pemerintahan, niscaya mereka akan mengganti sistem yang tadinya dibuat oleh orang yang sebelumnya- sesuai dengan apa yang mereka sepakati dan inginkan.
Sebab lain yang menjadikan aturan buatan manusia tidak sempurna dan tidak layak untuk mengatur manusia secara keseluruhan, adalah tidak adanya pemahaman dari manusia pembuat aturan itu tentang perbedaan karakter masing-masing individu yang hidup dalam masyarakat. Mereka juga tidak memahami perkara-perkara apa saja yang akan muncul dan berkembang di masa yang akan datang. Boleh jadi apa yang dianggap manusia hari ini baik, besok sudah berubah dianggap buruk. Boleh jadi apa yang dianggap manusia hari ini buruk, suatu ketika nanti mereka menganggapnya baik. Bahkan boleh jadi apa yang dianggap manusia hari ini buruk, sebenarnya hakikatnya baik, tapi manusia tidak mengetahui hakikat itu. Demikian pula sebaliknya. Allah SWT menjelaskan keterbatasan anggapan manusia itu dalam firman-Nya:
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Qs. al-Baqarah [2]: 216).
Sebagai contoh misalnya arus besar (mainstream) manusia hari ini adalah mendewa-dewakan sistem demokrasi sebagai sistem kehidupan dan sistem kenegaraan yang terbaik di seluruh dunia. Mereka mengadopsi suara terbanyak sebagai cara yang terbaik dalam memutuskan berbagai persoalan. Bahkan mereka menganggap suara rakyat adalah suara Tuhan. Padahal Allah SWT, Tuhan yang sebenarnya, yang telah menciptakan manusia, alam semesta, dan kehidupan, berfirman:
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan manusia di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (Qs. al-An’âm [6]: 116).
Jika persoalan yang membutuhkan ilmu dan kepakaran diputuskan dengan suara terbanyak, maka suara seorang pakar yang tahu betul masalah tersebut akan dikalahkan oleh suara dua orang bodoh dan tidak punya keahlian sama sekali dalam masalah itu yang diberi hak suara untuk mengambil keputusan. Padahal, jika suatu masalah diserahkan kepada orang bukan ahlinya, tunggulah saat kehancurannya.
Khatimah
Allah Maha mengetahui apa yang terjadi. Islam yang merupakan syariah Allah telah mengatur secara keseluruhan aktifitas manusia maupun benda yang digunakan sebagai pemuas kebutuhan manusia, baik kebutuhan naluri maupun jasmani. Allah telah memaparkan nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah, dengan pemaparan yang komprehensif, untuk menjelaskan status hukum bagi setiap perkara yang akan terjadi, baik yang menyangkut perbuatan manusia maupun benda yang digunakan oleh manusia.
Oleh karena itu, kaum muslim yang meyakini kebenaran Allah dan rasul-Nya tak perlu lagi ragu untuk mengambil pemikiran Islam sebagai pemikiran dan pemahamannya yang akan berguna baginya untuk memandu pandangan, sikap, dan perilakunya dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Karena Islam adalah pemikiran yang tertinggi dan tidak ada yang melebihnya. Wallahua’lam

Sabtu, 24 Oktober 2009

Petunjuk Ringkas Penulisan Paper Ilmiah

Kata Pengantar
Telah menjadi kesepakatan umum di antara para akademisi dan peneliti bahwa seseorang belum dikatakan mengerjakan suatu riset sebelum mepublikasikan hasil riset tersebut. Record penelitian seseorang tidak dihitung dari berapa banyak topik riset yang telah ia kerjakan atau berapa lama ia telah melakukan riset, tetapi berdasarkan berapa banyak publikasi yang telah ia hasilkan. Berdasarkan pendapat ini maka menjadi jelaslah bahwa menulis paper ilmiah merupakan mata rantai yang tidak terpisahkan dalam kegiatan riset.
Berdasarkan sedikit pengalaman yang dimiliki, penulis mencoba menuangkan cara penulisan paper yang penulis ketahui, khususnya paper yang dimaksudkan untuk diterbitkan di jurnal ilmiah internasional dalam tulisan yang sangat singkat ini. Penulis percaya, masih banyak yang lebih berpengalaman dari penulis dalam hal penulisan paper ilmiah. Mungkin karena keterbatasan waktu yang ada maka beliau-beliau belum sempat menulis petunjuk penulisan paper ilmiah tersebut. Dengan demikian, mudah-mudahan tulisan singkat ini dapat menjadi satu petunjuk yang bermanfaat bagi sia saja yang mau menuangkan hasil riset dalam bentuk paper ilmiah, baik nasional maupun internasional.
Hiroshima, 12 Maret 2004
Mikrajuddin
2
Bab 1. Apa itu Paper Ilmiah
Paper ilmiah adalah laporan hasil riset yang ditulis dan dipublikasi oleh satu atau beberapa orang peneliti. Isi suatu paper ilmiah harus orisinil, yang dapat berupa penemuan yang benar-benar baru atau penyempurnaan dari temuan temuan yang telah lebih dahulu ada. Paper ilmiah tidak sama dengan laporan biasa seperti yang dibuat di sekolah lanjutan yang hanya merupakan pemaparan ulang infromasi-informasi yang telah dipublikasi di beberapa referensi. Paper ilmiah tidak melulu mengetengahkan koleksi data, tetapi menuntut analisis dan interpretasi intelektual dari data tersebut.
Paper ilmiah tidak mengharapkan penggunanaan kata-kata yang penuh analogi dan metafora. Paper ilmiah bergelut dengan fakta yang dipaparkan secara singkat dan jelas. Paper ilmiah dikatakan baik apabila mengandung informasi sebanyak-banyaknya yang diungkapkan dengan sesedikit mungkin kata-kata.
Ide-ide yang diketengahkan harus ditulis secara jelas dan logis. Perpindahan satu ide ke ide yang lain harus mengalir dengan lancar. Paper ilmiah ditulis untuk dibaca oleh orang lain. Proses pengembangan ide seperti di atas diharapkan menarik perhatian pembaca agar tetap membaca dan kalau mungkin mengaplikasikan informasi yang dilaporkan di dalam kegiatan riset, pengajaran, atau praktek-praktek yang mereka jalankan.
Motivasi peneliti melaksanakan eksperimen, rancangan serta pelaksanaan eksperimen dan makna dari hasil yang diperoleh harus tertuang dalam paper yang ditulis. Penulisan paper ilmiah dapat bermakna mempengaruhi orang lain untuk menerima atau menolak hasil yang dilaporkan. Jika hasil tersebut bisa bertahan dari segala kritik maka ia diterima sebagai bagian tubuh ilmu pengetahuan sampai diperoleh temuan baru yang menyangkal hasil laporan tersebut.
Penulisan paper ilmiah tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan riset itu sendiri. Telah menjadi kesepakatan umum di antara para akademisi dan peneliti bahwa seseorang belum dikatakan mengerjakan suaru riset sebelum mepublikasikan hasil riset tersebut. Record penelitian seseorang tidak dihitung dari berapa banyak topik riset yang telah ia kerjakan atau berapa lama ia telah melakukan riset, tetapi berdasarkan berapa banyak publikasi yang telah ia hasilkan.
Paper ilmiah masih menjadi pilihan utama antara para peneliti dan akademisi untuk melakukan komunikasi ide dan penemuan baru. Oleh karena itu, informasi yang dilaporkan harus dapat dibaca dan dipahami oleh peneliti lain. Eksperimen yang dilaporkan harus dapat diulang oleh peneliti lain dengan menghasilkan kesimpulan yang sama.
Banyak teknik penulisan yang dirancang untuk entertainment. Namun penulisan paper ilmiah mempunyai tujuan yang berbeda, yaitu mengkomunikasikan penemuan ilmiah baru. Penulisan paper ilmiah harus sejelas dan sependek mungkin.
Secara singkat paper ilmiah dapat didefinisikan sebagai:
a) publikasi pertama hasil riset original
b) dalam bentuk yang memungkinkan pengulangan eksperimen dan pengecekan kesimpulan
c) di dalam jurnal atau sumber dokumen lain yang tersedia dalam komunitas ilmuwan.
3
Format paper ilmiah menurut Day (Day, 1993) and Matkin and Riggar (Matkin and Riggar, 1991
Judul
Nama
Institutsi/Alamat
e-mail address
Abstrak
Introduction
Material dan Metode
Results
Discussion
Acknowledgements
References
-------------------------
**) Jurnal ilmiah pertama terbit tahun 1665. Secara kebetulan muncul dua jurnal sins secara bersamaan, yaitu Journal des Csavans di Prancis dan Philosophical Transactions of the Royal Society of London di Inggris.
Bab 2. Judul
Judul adalah bagian yang sangat penting dari paper anda dan secara langsung ikut menentukan jumlah pembaca. Judul mengungkapkan abstraksi tertinggi dari suatu paper dan dari judul orang menangkap esensi paper anda. Mungkin hanya sedikit orang yang akan membaca keseluruhan paper, tetapi akan banyak orang yang membaca judul, entah di dalam jurnal asal atau dari jurnal sekunder yang tertera di refrerensi paper tersebut. Jadi, judul harus dipersiapkan dengan sangat teliti. Kebanyakan kesalahan yang terjadi pada pembuatan judul adalah kesalahan pengurutan kata-kata.
Menurut Day (1993), judul yang baik adalah yang menggunakan kata-kata sesedikit mungkin tetapi cukup menjelaskan isi paper. Judul tidak boleh terlalu pendek yang menyebabkan pembaca bingung. Contohnya “Studies on Brucella” merupakan judul yang sangat tidak membantu pembaca. Apakah studi yang dilakukan adalah taxonomi, genetika, biokimia, atau medis, tidak terungkap dengan jelas di judul tersebut.
Sebaliknya, banyak judul yang terlalu panjang sehingga lebih membingungkan pembaca. Judul yang panjang-panjang banyak digunakan pada paper-paper di masa lampau ketika ilmu
4
pengetahuan masih kurang terspesialisasi. Contohnya “On the addition to the method of microscopic research by a new way of producing colour-contrast between an object and its background or between definite parts of the object itself”, oleh J. Rheinberg yang dimuat di J. R. Microsc. Soc. 373 (1896). Judul yang sangat panjang hanya membuang kata-kata. Kebanyakan kata-kata mubazir tersebut muncul di bagian awal dari judul tersebut seperti “Studies on”, “Investigations on”, “Observations on”, Juga artikel pembuka seperti “A”, “An”, “The” seringkali tidak diperlukan.
Mari kita lihat salah satu analisis judul yang dicontohkan Day. Contoh judul sederhana “Action of Antibiotics on Bacteria”. Judul tersebut cukup singkat dan tidak membawa kata-kata yang tidak perlu. Judul tersebut tidak menjadi lebih baik jika diubah menjadi “Preliminary observations on the effect of certain antibiotics on various species of bacteria.” Akan tetapi, judul singkat “Action of Antibiotics on Bacteria” masih bisa memunculkan makna kajian pada semua jenis antibiotic pada semua jenis bakteri. Tentu tidak demikian yang dimasud oleh judul tersebut. Jika hanya satu atau beberapa antibitic yang digunakan, maka tulis semua antibiotic tersebut di judul paper. Jika hanya satu atau beberapa bakteri yang dipelajari, maka tulis juga semuanya di paper anda. Jika terlalu banyak jenis bakteri atau antibiotic yang dipelajari maka nama grup perlu ditulis di judul sebagai penggnti daftar nama yang terlalu panjang. Contoh judul yang lebih dapat diterima: “Actions of Streptomycin on Myobacterium tuberculosis”, “Actions of Neomycin and Tetracycline on Grain-Positive Bacteria”, “Actions of Polyene Antibiotics on Phatogenic Bacteria”, “Actions of various antifungal Antibiotics on Candida albicans and aspergillus fumigatus.
Meskipun judul-judul di atas sudah cukup dapat diterima tetapi masih belum terlalu baik karena masih bersifat umum. Kata “Action of” masih bisa bermakna mempercepat atau menghambat. Jika keberadaan Streptomycin menghambat pertumbuhan bakteri maka judul pertama dapat dimodifikasi menjadi lebih jelas sebagai “Inhibition of Growth of Mycobactrium Tuberculosos by Streptomycin”.
Sebagai ilustrasi lain, perhatikan judul “Mechanism of Suppression of Nontramissible Pneumonia in Mice Induced by New Castle Disease Virus”. Judul di atas bisa bermakna ganda: apakah yang dikenai kata “induced” adalah “Pneumonia” atau “Mice”. Jika yang dikenai kata “induced” adalah “Pneumonia”, maka judul di atas dapat diubah lebih baik menjadi “Mechanism of Suppression of Nontramissible Pneumonia Induced in Mice by New Castle Disease Virus.”
Bab 3. Abstrak
Abstrak merupakan ringkasan suatu paper yang mengandung semua informasi yang diperlukan pembaca untuk menyimpulkan apa tujuan dari penelitian yang dilakukan, bagaimana metode/pelaksanaan penelitian yang dilakukan, apa hasil-hasil yang diperoleh dan apa signifikansi/nilai manfaat dari penelitian tersebut. Abstrak harus ditulis dengan teliti untuk memberikan efek yang berarti bagi pembaca dengan menggunakan jumlah kata seseikit mungkin. 5
Selain judul, umumnya pembaca jurnal-jurnal ilmiah hanya membaca abstrak saja dari paper-paper yang dipublikasi dan hanya membaca secara utuh paper-paper yang paling menarik bagi mereka.
Tujuan abstrak pada dasarnya adalah menyediakan informasi kepada pembaca untuk mengambil keputusan apakah dia perlu membaca atau tidak keseluruhan isi paper. Kadang orang menulis abstrak sebagai perluasan dari judul. Abstrak semacam ini hanya meninggalkan pembaca dalam kebingungan, bukan pada pemahaman tentang apa isi paper itu. Informasi dan interpretasi yang terkandung tetap dalam misteri kecuali pembaca menyediakan cukup waktu untuk membaca keseluruhan isi paper.
Abstrak dibaca 10 sampai 500 kali lebih sering daripada papernya sendiri. Dari puluhan ribu paper yang dipublikasi tiap bulannya, peneliti tidak memiliki cukup waktu untuk membaca keseluruhan isi paper meskipun masih berkaitan dengan bidang pebelitiannya. Biasanya mereka memilih membaca paper-paper yang berkaitan langsung dengan penelitian yang sedang mereka lakukan. Lebih umum lagi, para peneliti lebih cenderung memilih membaca paper-paper yang ditulis oleh orang-orang terkenal karena ada semacam keyakinan bahwa orang-orang terkenal hanya mempublikasi penelitin-penelitian bermutu yang dapat mengimbas lahirnya bermacam-macam topik penelitan baru.
Walaupun abstrak muncul pertama kali dalam sebuah paper, namun kebanyakan penulis menulis abstrak terakhir kali, yaitu setelah bagian tubuh paper tertulis lengkap. Abstrak harus merupakan ringkasan jelas tentang masalah, pemecahan dan kesimpulan yang dicapai. Abstrak harus memberikan informasi yang memadai sehingga pembaca bisa menentukan pilihan apakah harus membaca keseluruah isi paper atau tidak perlu membacanya. Panjang abtrak umumnya antara 100 – 200 kata.
Bab 4 Pendahuluan
Pendahuluan diorganisasi untuk berpindah dari informasi yang bersifat umum ke spesifik. Hati-hati, jangan melangkah terlalu jauh saat menulis pendahuluan. Batasi pendahuluan hanya pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan studi yang sedang dilakukan. Kontribusi spesifik yang anda hasilkan. Bagian akhir dari pendahuluan harus memuat pernyataan tujuan dan hipotesis. Hal tersebut merupakan transisi yang baik ke bagian beikutnya.
Contohnya:
Our objective was to determine if the relationship between legumes and nitrogen-fixing bacteria is species-specific. We hypothesized that legumes would grow best when infected by the same rhizobium species that occurs within the field.
Menurut Warren D. Dolphine dari Iowa State University, pendahuluan mendefinisikan subjek dari laporan atau paper. Ia harus mendefinisikan tujuan ilmiah dari riset yang dilakukan dan
6
memberikan pada pembaca latar belakang yang cukup untuk memahami bagian selanjutnya dari laporan atau paper tersebut.
Pendahuluan yang baik harus dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti berikut:
􀁺 Mengapa penelitian itu dilakukan. Jawaban dari pertanyaan ini dapat diturunkan dari pengamatan di alam atau dari literature.
􀁺 Sampai di mana pemahaman orang tentang bidang ini sekarang. Jawaban untuk pertanyaan ini dilakukan dengan review literature, memperlihatkan sejarah perkembangan ide termasuk memasukkan konfirmasi, konflik, dan gap di dalam pemahaman yang ada saat ini.
􀁺 Apa tujuan spesifik dari studi yang dilaporkan
Hipotesis-hipotesisi spesifik dan perancangan eksperimen yang mendukung penyelidikan sedapat mungkin dijelaskan.
Pendahuluan harus berupa undangan pada pembaca untuk menginvestasikan waktu untuk membacanya. Pendahuluan sering sulit untuk ditulis secara baik. Formula untuk menulis pendahuluan menurut John Claerbout dari GNU Public Lisence. Pilih 3 – 10 paper yang dapat menjadi latar belakang riset anda dan tulislah sesuatu tentang masing-masing paper tersebut. Usahakan mencari orang yang mengerjakan bidang yang sama untuk memberikan kritik membangun tentang paper anda. Orang tersebut bisa berupa teman satu lab, pembimbing, senior, atau dari instansi lain.
Bagian paling penting dari pendahuluan diletakkan di tengah. Itu adalah klaim. Klaim adalah tempat di mana anda mengatakan bahwa pekerjaan anda merupakan penyempurnaan yang bermanfaat dari paper yang baru saja anda review. Jika seseorang mengatakan tulisan anda “unmotivated”, itu bearti dia tidak dapat menemukan klaim anda.
Dalam klaim anda harus menggunakan kata milik seperti “saya” (“I”) atau kami (“We”). Penggunakan kata “I” menginformasikan pada orang sampai sejauh mana hasil yang dicapai orang selama ini dan awal dari ide anda. Anda harus membuat suatu kontribusi baru bagi ilmu pengetahuan yang ada sekarang. Paper anda “is not acceptable” jika tidak mengidentifikasikan klaim anda.
Bagian lain dari pendahuluan adalah agenda. Bagian ini umumnya ditemukan di bagian akhir pendahuluan. Ini meringkas apa yang ingin anda tunjukan pada pembaca. Dalam agenda anda harus menyebutkan bagaimana alur paper anda untuk membuktikan klaim anda. Dalam hal ini agenda anda harus mengklarifikasi klaim anda. Namun agenda tidak sepenting review atau klaim. Jika anda bisa mengungkapkan kesimpulan anda dalam pernyataan sederhana, tulislah pernyaan tersebut setelah agenda.
Tentu saja anda menginginkan orang lain membaca juga bagian paper anda selain pendahuluan. Untuk itu pikirkan secara seksama tentang urutan material dan bagaimana anda mengatakan sesuatu.
Anda dapat menggunakan kata ganti orang di bagian mana pun dalam paper anda. Secara umum kata ganti orang digunakan jika anda mengemukakan sesuatu opini atau mengambil
7
keputusan. Contohnya penggunaan kata “I” pada saat anda harus memutuskan pilihan. “To test the theory I selected some data”, atau “To examine the theory I programmed the equations”, atau “To evaluate the theory I made some synthetic sismogram”.
Jika ide anda sangat solid, anda perlu menggunakan pronouns orang pertama (I atau We). Untuk kasus ini pronouns bisa berimplikasi anda berkontribusi di situ. Jika teman anda menemukan personal pronouns, mereka akan segera mengetahui di mana mereka seharusnya melemparkan pertanyaan atau saran. Jika ide anda spekulatif, pronous mengindikasikan disclaimer.
Paper ilmiah yang baik mengandung statemen-statemen yang luas dari aksioma-aksioma klasik dan pengetahuan yang telah dipahami secara umum sampai ke spekulasi-spekulasi dan dugaan-dugaan yang lengkap. Adalah kesalahan penulis apabila pembaca tidak dapat membedakan tipe-tipe statemen di atas. Personal pronouns adalah kata yang berguna untuk membantu membuat perbedaan lebih jelas. Kata-kata lain yang baik digunakan untuk tujuan ini di antaranya “should”, “could”, “would”, “might”, “may”, “can”, “is”, “does”, dan lain-lain. Pilihlah yang paling tepat dari kata-kata tersebut sesuai dengan kalimat yang anda bangun.
Bab 5 Material dan Metode
Material dan metode yang digunakan dalam eksperimen harus dilaporkan di bagian ini. Kesulitan dalam menulis bagian ini adalah menyediakan informasi yang lengkap pada pembaca untuk memahami eksperimen. Jika prosedur diperoleh dari buku petunjuk laboratorium atau laporan lain yang diikuti secara persis, cukup dengan menuliskan referensi dengan menyebutkan bahwa detailnya dapat ditemukan di referensi tersebut. Secara umum bagian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
- Material apa yang digunakan
- Bagaimana penggunaannya dalam eksperimen
- Di mana dan kapan pekerjaan dilakukan
Tidak perlu menjelaskan semua step dalam analisis statistik anda. Peneliti-peneliti lain sudah paham semua tentang nul hypotesis, rejection rules, dan lain-lain dan tidak butuh untuk diingatkan kembali. Contohnya, cukuplah menulis sebagai berikut: Honeybees did not use the flowers in proportion to their availability (x2 = 7.9, p < 0.05, d.f = 4, chi-square test). Refer tabel dan gambar tanpa menjelaskan secara detail bagaimana data diolah.
Anda harus mengacu di text setiap gambar atau tabel yang dimuat dalam paper anda. Hanya gunakan grafik jika gambar tersebut muncul dalam bentuk yang mudah untuk dilihat.
Anda harus menulis eksperimen atau studi anda secara naratif, bukan daftar instruksi seperti yang ditemui di cook-book. Anda harus ingat bahwa peneliti lain memiliki kemampuan setingkat dengan anda tapi tidak mengetahui spesifik detail eksperimen anda. Sebagai contoh, tidak perlu menulis seperti ini:
8
We poured N-free fertilizer solution into a graduated cylinder until the bottom of the meniscus was at the 30 ml line. We poured the fertilizer onto the top of the soil in a pot and the repeated this procedure 24 times.
Anda harus mengangap bahwa peneliti lain mengetahui bagaimana mengukur dan menambah cairan ke dalam pot. Karena itu anda cukup menuliskan
We added 30 mL of N-free fertilizer to each of 24 pots.
Bab 6 Hasil
Bagian hasil harus meringkas data dari ekperimen tanpa mendiskusikan implikasinya. Data-data tersebut diperagakan dalam bentuk tabel, grafik, foto, dll. Namun, data yang sudah ada dalam tabel sebaiknya tidak diduplikasikan dalam bentuk gambar atau grafik. Setiap gambar dan tabel harus memiliki judul atau penjelasan dan memuat legenda untuk menjelaskan symbol, singkatan-singkatan atau metode khusus yang digunakan. Gambar dan tabel harus dinomor secara terpisah [tabel memiliki hitungan nomor sendiri yang tidak dicampur dengan hitungan noimor gambar]. Tabel dan gambar harus direfer di text dengan menggunakan nomor yang sama.
Contoh:
1. Figure 1 shows that the activity decreases with time.
2. It is obvious that the activity decreases with time as appeared in Fig. 1.
Gambar atau tabel sedapat mungkin bersifat self-explanatory, artinya pembaca harus dapat memahami tanpa harus merefer ke text. Kolom dan baris dalam tabel maupun sumbu dalam grafik harus diberi label.
Results hanya mempresentasikah hasil eksperimen tetapi tidak berusaha memberi interpretasi hasilnya. Anda jangan mrmprentasikan data mentah yang anda kumpulkan tetapi men-summary data dengan text, tabel atau gambar. Gunakan text dari paper untuk mengungkapkan hasil studi anda kemudian arahkan pembaca untuk melihat tabel atau grafik.
Contohnya:
Nitrogen fertilizer significantly increased soy bean total biomass (p = 0.05) regardless of the presence or absence of rhizobium (Table 1).
Kalimat di atas ditulis secara baik. Hasil penambahan Nitrogen diungkapkan secara singkat dan to the point Kata significantly diikuti oleh probilitas statistik level (p = 0.05). Pembaca diarah ke tabel di mana data yang mendukung pernyataan dapat diperoleh.
Jangan memasukkan data yang sama di tabel dan di gambar. Sangat dianjurkan
9
memaparkan data dalam bentuk tabel kecuali ada cara menvisualisasi informasi dalam bentuk gambar. Setiap tabel atau gambar memiliki beberapa baris text dalam legend yang menjelaskan informasi yangs edang dipresentasikan. Legenda untuk tabel biasanya dutempatkan di atas tabel dan untuk grafik biasanya di bawah grafik.
Bab 7 Diskusi
Bagian ini tidak melulu merupakan pernyataan ulang dari hasil tetapi harus memuat interpretasi dari data, mengaitkan dengan teori dan pemahaman yang ada sampai sekarang. Spekulasi diijinkan sepanjang itu terdefinisi dengan jelas. Saran bagi perbaikan teknik dan perancangan eksperimen dapat juga dimasukkan di sini. Dalam menulis bagian ini anda harus menjelaskan logika yang memungkinkan anda menerima atau menolak hipotesis awal anda. Anda juga harus mampu menyarankan ekperimen lebih lanjut yang mungkin dapat membuat jelas beberapa hal yang masih mengandung keraguan dari hasil anda.
Di sini anda bebas menjelaskan apa arti dari hasil yang anda peroleh dan mengapa berbeda dengan hasil orang lain. Kaitkan diskusi anda dengan tujuan dan pertanyaan yang muncul di bagian introduction. Namun, jangan hanya sekedar menulis ulang tujuan. Sangat penting untuk mencite sumber dalam bagian diskusi untuk memperjelas klaim yang anda buat.
Bagian ini mengandung pendapat-pendapat anda tentang makna riset yang anda lakukan temasuk keberhasilan menyamai pa yang diungkapkan di pendahuluan dan signifikansi dalam memperluas pemahaman anda tentang subjek. Di sini juga tempat untuk menjelaskan penyimpangan atau kesulitan dalam eksperimen beserta saran untuk riset lebih lanjut.
Yang paling penting lagi, discussion memberikan kesempatan membandingkan hasil anda dengan hasil orang lain. Bagaimana hasil-hasil sebelumnya relevan dengan hasil anda. Apakah hasil anda mendukung atau melengkapi hasil yang telah ada. Juga ketika memberikan interpretasi terhadap data, arahkan pembaca ke table atau grafik yang berkaitan untuk mendukung poin anda.
Sebelum duduk untuk memulai penulisan, anda harus telah memiliki ide, suatu rencana dalam pikiran dan pemahaman untuk berkomunikasi. Hal tersebut datang dari membaca segala sesuatu yang dapat anda peroleh yang berkaitan dengan riset anda. Berapa banyak yang harus dibaca? Ada yang menganjurkan antara 50 sampai 100 paper tetapi tidak semuanya akan menjadi refereni dalam paper anda. Sebagian tidak memiliki isi yang relevan. Sebagaian hanya berguna sebagai sumber medapatkan referensi yang lebih baik.
Bab 8 Referensi
Anda harus menulis semua published work yang anda cite dalam text paper. Jangan
10
mencite semua artikel yang anda temui dalam riset anda. Anda hanya perlu mencantumkan paper yang anda refer dalam penulisan paper anda.
Cara penulisan referensi bervariasi menurut jurnal. Anda harus memperhatikan dengan seksama cara penulisan referensi jurnal di mana anda hendak mensubmit paper anda. Yang jelas di referensi harus tertera: Nama penulis, nama jurnal, volume, halaman, tahun terbit. Beberapa jurnal memasukkan juga judul paper yang direfer. Contoh penulisan referensi:
Untuk paper yang diterbitkan oleh American Physical Society dan Americal Institute of Physics menggunakan aturan: Nama penulis, Nama jurnal, volume, halaman, tahun terbit. Contohnya:
[1] D. Chandler and H. C. Andersen, J. Chem. Phys. 57, 1930 (1972).
Dengan J. Chem. Phys. Andalah nama jurnal: The Journal of Chemical Physics,
57 adalah nomor volume (ditulis dengan huruf tebal)
1930 adalah nomor halaman
1972 adalah tahun terbit yang ditulis dalam tanda kurung.
Untuk paper yang diterbitkan oleh Americal Chemical Society kita jumpai aturan penulisan: Nama penulis, nama jurnal, tahun terbit, volume, halaman. Contohnya:
(1) Velev, O.D.; Jede, T.A.; Lobo, R.F.; Lenhoff, A.M. Nature 1997, 389, 447.
Dengan
Nature adalah nama jurnal yang ditulis dengan huruf miring
1997 adalah tahun terbit yang ditulis dengan huruf tebal
389 adalah nomor volume yang ditulis dengan huruf miring
447 adalah nomor halaman
Bab 9 Table dan Figure Captions
Tabel dan gambar pada paper yang anda submit tidak dimasukkan di dalam text seperti yang tampak pada paper yang telah dicetak. Adalah tugas bagian percetakan jurnal tersebut mengatur posisi tabel dan gambar paper anda di dalam text. Tabel dan gambar harus anda tempatkan di bagian akhir paper anda. Dianjurkan agar tiap halaman memuat hanya satu tabel atau satu gambar. Ukuran tabel atau gambar harus cukup besar sehingga mudah dibaca oleh reviewer. Kadang orang membuat satu gambar termuat dalam satu halaman penuh kertas A4, walaupun pada akhirnya setelah tercetak ukurannya hanya sekitar 8 x 8 cm. Sebaiknya, gambar tidak terlalu besar sehingga pada saat proses percetakan harus diperkecil beberapa kali. Jika ini yang terjadi maka 11
kulitas gambar yang muncul pada hasil cetakan tidak terlalu bagus. Sebenarnya ukuran gambar yang paling baik adalah yang paling mendekati ukuran sebenarnya ketika muncul di hasil cetakan. Tetapi, gambar tersebut harus dapat dibaca jelas oleh reviewer. Jadi anda optimasi antara ukuran yang mendekati ukuran setelah dicetak dan gambar dapat dibaca dengan jelas oleh reviewer.
Tiap tabel dan gambar diberi nomor dan nama penulis. Misalnya
Table 1
Fulan et al
Table 2
Fulan et al
Figure 1
Fulan et al
Figure 2
Fulan et al
Pada halaman tabel atau gambar biasanya tidak dituliskan keterangan (caption) dari tabel atau gambar tersebut. Keterangan tabel atau gambar dicantumkan masing-masing di halaman tersendiri, yaitu di Table captions untuk tabel dan Figure captions untuk gambar. Halaman tersebut diletakkan setelah referensi. Contoh Table dan Figure caption sebagai berikut.
Table Captions
Table 1 Physical properties of microgels with various hair length
Table 2 Water and methanol resistance of hydrophilic and hydrophobic photopolymer with microgels
Figure Captions
Figure 1 TEM photograph of (a) MG0 and (b) MG3 microgels
Figure 2 The ralation between the unit number of spacer and photosensitivity
Figure 3 SEM photograph of screenprinting plate: (a) an existing article (microgel fault component); (a) a trial production (microgel component)
Bab 10 Mensubmit Paper
Paper yang telah disusun berdasarkan format jurnal yang dituju dikirim ke editor jurnal tersebut yang terdiri dari manuscrip orisinal dan beberapa exsemplar copy sesuai dengan yang
12
tertera pada instruction to authors. Satu buah cover letter yang ditujukan ke editor harus disertakan sebagai surat pengantar bahwa anda menginginkan paper anda dipertimbangkan untuk dipublikasi dibagian mana dari jurnal tersebut. Copy right transfer kadang disetakan juga pada saat submit, atau bisa juga dikirim saat paper dinyatakan diterima untuk dipublikasikan di jurnal tersebut setelah melalu proses review.
Manuscript umumnya dialamatkan ke Editor in Chief dari journal tersebut. Nama editor maupun alamat Editor Office dapat dilihat pada setiap terbitan jurnal tersebut, atau dapat juga dilihat secara online di web side jurnal yang bersangkutan. Contohnya, untuk journal ilmiah Advanced Materials, kita akan melihat editorial board sebagai berikut.
Dr. Peter Gregory
Editor Advanced Materials
Advanced Materials WILEY-VCH Verlag GmbH Pappelallee 3, D-69469 Weinheim Germany
Tel. +49(0)6201/606-235
Fax. +49(0)6201/606-550
Editorial Board
Editor : Peter Gregory
Deputy Editor : Esther Levy
Assistant Editors : Linda Carrette, Renate Dötzer
Production : Agnes Petersen
Administration : Suzan Wohlgemuth
Marketing : Kornelia Junge
Free-lance Cartoonist : Philip Harms
Editorial Office : Advanced Materials
WILEY-VCH Verlag GmbH Pappelallee 3 D-69469 Weinheim Germany
Phone: +49(0)6201/606-235
Fax: +49(0)6201/606-500
E-mail: advnat@wiley-vch.de
Advertising : Änne Anders, Simone Tremmel
13
Advertising WILEY-VCH Verlag GmbH Boschstrasse 12 D-69469 Weinheim Germany
Phone: +49(0)6201/606-562
Fax: +49(0)6201/606-550
E-mail: adsales@wiley-vch.de
Advisory Board : P. M. Ajayan, Rensselaer Polytechnic A. R. Barron, Rice Univ. P. Baitail, Nantes P. D. Calvert, Arizona J. Caro, Berlin A. Dodabalapur, Lucent Technologies J. H. Fendler, Clarkson Univ. S. Forrest, Princeton D. Freitag, Bayer R. H. Friend, Cambridge T. M. Garcés, Dow R. G. Gossink, Philips D. Haarer, Bayer R. C. Haddon, UC Riverside P. T. Hammond, MIT J. R. Heath, Los Angeles A. Hirsch, Erlangen J. Hulliger, Bern A. C. Jones, Inorgtech D. L. Kaplan, Tufts Univ. M. Lahav, Rehovot S. Mann, Bristol C. R. Martin, Florida R. D. McCullough, Carnegie Mellon Univ. E. W. Meijer, Eindhoven J. S. Miller, Utah C. A. Mirkin, Northwestern Univ. W. S. Rees, Georgia Tech M. J. Sailor, La Jolla F. Schüth, Mülheim Y. Shirota, Osaka
14
H. Sixl, Hoechst B. Stapp, Siemens M. Steigerwald, Agere Systems S. Subramoney, DuPont G. Wegner, Mainz
Publisher : WILEY-VCH Verlag GmbH P. O. Box 10 11 61 D-69451 Weinheim Germany
Phone: +49(0)6201/606-0
Fax: +49(0)6201/606-207
Pada saat anda mensubmit paper, anda alamatkan kepada Dr. Peter Gregory. Cover letter yang menyertai paper anda bisa berisi:
Dr. Peter Gregory
Editor Advanced Materials
WILEY-VCH Verlag GmbH Pappelallee 3 D-69469 Weinheim Germany
Tel. +49(0)6201/606-235
Fax. +49(0)6201/606-550
Dear Editor
Enclosed please find our manuscript (original and four copies) entitled “……………..” for your consideration of its publication in Communication section of Advanced Materials.
Sincerely yours
Dr. Fulan
Alamat lengkap
15
Copy Right Transfer
Seperti disebutkan sebelumnya, Right Tranfer dapat dikirim bersamaan dengan submit paper atau setelah paper diterima untuk dipublikasi. Copy Right Transfer Lettter dapat diperoleh secara online di web side jurnal tersebut atau bisa diminta ke editorial office. Kalau kita belum mengirimkan Copy Right Transfer dan paper telah diterima untuk dipublikasi, biasanya editor akan mengirim form Copy Right Transfer tersebut untuk kita isi dan dikirim kembali dengan segera ke Editor dalam bentuk orisinal (bukan hasil foto copy atau fax). Copy Right Transfer intinya adalah menyerahkan hak cipta kita (paper tersebut) ke jurnal tempat kita submit. Sebelum Copy Right Tranfer sampai ke Editor, proses percetakan paper kita tidak akan dimulai.
Bab 11 Editorial Proses
Jika sebuah paper diterima oleh editor sebuah journal, editor akan mencantumkan tanggal penerimaan (received) dan memberi nomor referensi. Kemudian editor akan mengirim ke beberapa reviewer yang akan menilai apakah paper tersebut cukup baik untuk dimuat di jurnal tersebut. Kadang editor juga berperan sebagai reviewer awal. Jika ia melihat paper tersebut sangat tidak layak dimuat di jurnal tersebut, misalnya karena mutunya kurang bagus atau isinya tidak sesuai dengan scope jurnal tersebut atau paper terlalu panjang; melebihi space yang dijinkan di jurnal tersebut, ia dapat langsung menolak paper tersebut tanpa mengirim ke revier. Setelah beberapa minggu atau bulan, reviewer mengirim kembali ke editor bersama dengan komentar dan evaluasi. Komentar tersebut kemudian dikirim balik ke penulis paper bersama dengan keputusan editor apakah paper tersebut diterima, diterima dengan revisi, atau ditolak untuk publikasi.
Evaluasi dilakukan apa adanya dan menggunakan hasil evaluasi tersebut untuk memutuskan apakah menerima atau menolak paper tersebut. Editor dapat menolak paper tersebut, menerimanya atau mengirim kembali ke penulis untuk melakukan revisi berdasarkan komentar dari reviewer yang namanya tidak pernah diungkapkan. Penulis harus melakukan revisi dan mengirim ulang (resubmit) paper tersebut ke editor dengan mencantumkan nomor referensi. Hasil revisi kemudian dikirim kembali oleh editor ke reviewer yang sama. Proses keseluruhan kadang dapat berulang lebih dari satu kali. Paper sangat jarang yang diterima langsung. Paper-paper umumnya ditolak atau diterima setelah diminta melakukan revisi.
Jika paper yang dikirim ditulis dalam bahasa yang kurang baik (misalnya bahasa Inggris yang buruk) ini membuat awal yang kurang baik dan meskipun kesalahan tersebut dapat dikoreksi kemudian, peluang paper tersebut untuk diterima menjadi agak berkurang.
Beberapa editor kadang memperhatikan secara seksama referensi. Jika formatnya jelek, dengan sejumlah kekeliruan maupun kesalahan ketik, mereka dapat menjadikannya sebagai tanda bahwa bagian utama paper tersebut juga dikerjakan kurang baik. Walaupun ini tidak selalu benar, tetapi hal tersebut sering terjadi. Jadi, adalah suatu kesalahan jika anda berpikir bahwa referensi
16
17
bukan bagian penting dari suatu paper. Jadi adalah suatu langkah yang baik untuk membuat impresi pada kontak pertama dengan editor. Hal serupa, jangan anda menghadiri pertemuan bisnis untuk menemui seseorang untuk pertama kalinya dengan mengenakan pakaian yang jelek.
Jika paper dikiriam balik ke penulis dengan pernyataan editor untuk memperbaiki bahasa Ingris atau problem lainnya, tidak ada jaminan bahwa paper tersebut kemudian diterima. Jika paper benar-benar ditolak oleh jurnal pertama, tidak berarti semua harapan hilang. Jika paper tersebut memiliki scientific material yang bagus dan formatnya benar, itu dapat disubmit ke jurnal lain mulai dari awal dengan kesempatan sukses yang lebih baik. Namun, penulis sebaiknya untuk selalu memperhatikan komentar dari reviewer dari jurnal pertama untuk memperbaiki papernya sebelum disubmit ke jurnal kedua. Dan sangat mungkin terjadi bahwa jurnal kedua memilih referee yang sama untuk meriew paper tersebut.
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menghasilkan impresi awal yang baik untuk paper yang disubmit:
Paper harus tampak terorganisasi dengan baik, dengan judul tiap bagian yang jelas. Khususnya halaman judul harus disusun dengan baik dan memasukkan semua informasi yang diperlukan yang biasanya ditemui di instructions to authors. Paper harus mengikuti instructions to authors dari jurnal tempat ingin mensubmit. Referensi harus diformat dengan benar tanpa kesalahan. Kesalahan-kesalahan serius dalam grammar maupun penggunaan kalimat harus dihindari.
Pengiriman artikel harus disertai dengan cover letter copy right transfer. Di antara isi copy right transfer adalah pernyataan dari penulis bahwa artikel tersebut tidak dikirim secara bersamaan ke jurnal lain dan penulis setuju dengan submission tersebut. Kadang editor meminta penulis mengungkapkan mengapa paper tersebut relevan dan menarik minat pembaca jurnal tempat submission. Jika ini yang diminta, ada harus menjelaskannya di cover letter. Akibatnya cover letter anda menjadi cukup panjang.
Perhatikan dengan seksama bagaimana format paper yang telah terbit dalam jurnal tersebut dan usahakan untuk menyamai format tersebut.
Daftar Pustaka
R.A. Day, How to Write and Publish a Scientific Paper, 2nd ed; ISI Press, Philadelphia 1993.
R.E. Matkin and T.F. Riggar, Persisten and Publish: Helpful Hints for Academic Writing and Publishing, University Press of Colorado, 1991.

oleh
Mikrajuddin
Departemen Fisika
Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganeca 10 Bandung 40132
2004

Sabtu, 17 Oktober 2009

menyambut idul adha

Bulan Dzulhijjah adalah bulan yang penuh dengan keutamaan dan
kebaikan. Namun sungguh sayang apabila bulan ini dilewatkan
begitu saja. Untuk itulah, sebagai upaya untuk menyambut dan
meramaikan bulan ini, saya menyusun risalah yang sederhana dan
ringkas ini.
Di dalam risalah ini, saya hanya menyusun permasalahan yang
berkaitan dengan Dzulhijjah, hari raya ‘îdul adhhâ dan
penyembelihan kurban secara ringkas. Saya tidak memaparkan
secara mendetail berikut khilâf-khilâf yang ada di dalamnya, yang
mana hal ini memerlukan upaya dan usaha tersendiri. Saya hanya
memilihkan pendapat-pendapat yang râjih insyâ Allôh dari bukubuku
para ulama.
Semoga apa yang saya lakukan ini dapat bermanfaat, terutama
untuk diri saya sendiri dan kaum muslimin. Segala tegur sapa dan
kritik saya terima dengan lapang dada. Dan semoga apa yang saya
lakukan ini terhitung sebagai bekal di hari yang tiada bermanfaat
harta dan anak-anak, melainkan hati yang selamat. Ya Allôh,
jadikanlah upaya yang sederhana ini adalah amal yang ikhâsh
hanya mengharap wajahmu dan dapat bermanfaat bagi kaum
muslimin.
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
3
KEUTAMAAN DZULHIJJAH
Banyak hadîts yang berbicara tentang keutaaman bulan Dzul
Hijjah, diantaranya adalah :
1. Bulan yang tidak memiliki kekurangan
عن أبي بكرة -رضي الله-عن النبي صلى الله عليه وسلم قال:(( شهران لا
ينقصان ، شهرا عيد : رمضان وذو الحجة )) متفق عليه
Dari Abî Bakrah radhiyallâhu ‘anhu, dari Nabî Shallâllâhu
‘alaihi wa Sallam beliau bersabda : “Dua bulan yang tidak
memiliki kekurangan, adalah bulan ‘îd Ramadhân dan Dzul
Hijjah.” (Muttafaq ‘alaihi).
2. Bulan disempurnakannya agama Islâm
عن عمر بن الخطاب -رضي الله عنه- : (( أن رج ً لا من اليهود قال له : يا أمير
المؤمنين آية في كتام تقرؤوا ، لو علينا معشر اليهود نزلت لا تخذنا ذلك اليوم
عيدًا . قال : أي آية ؟ قال:{اْلي  وم َأ ْ ك  مْل  ت َل ُ ك  م دِين ُ ك  م  وَأت  م  م  ت  عَلي ُ ك  م نِ  ع  متِي
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
4
 و  رضِي  ت َل ُ ك  م اْلأِ  سلام دِينًا } . قال عمر -رضي الله عنه- قد عرفنا ذلك اليوم
والمكان الذي نزلت فيه على النبي صلى الله عليه وسلم وهو قائم بعرفة ، يوم
جمعة ))متفق عليه
Dari ‘Umar bin al-Khaththâb radhiyallâhu ‘anhu, bahwa
seorang Yahudi berkata kepada beliau, “Wahai Amîrul
Mu’minîn, ada satu ayat di dalam kitab kalian yang kalian
membacanya, sekiranya ayat tersebut turun pada Yahudi
niscaya akan kami jadikan hari ‘îd (perayaan) kami.” ‘Umar
bertanya, “Ayat yang manakah?” Yahudi itu berkata, “yaitu
ayat yang berbunyi, ‘Pada hari ini telah kusempurnakan
untuk kalian agama kalian dan aku cukupkan nikmat-Ku
kepada kalian serta Aku Ridhai Islam sebagai agama kalian.’
‘Umar radhiyallâhu ‘anhu berkata, “kami telah mengetahui
hari dan tempat diturunkannya ayat ini kepada Nabî
Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam, dan beliau saat itu sedang
berdiri (berkhutbah) di ‘Arofah pada hari Jum’at.”
(Muttafaq ‘alaihi). Hari ‘Arofah adalah pada bulan Dzul
Hijjah.
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
5
3. Bulan yang di dalamnya ada sepuluh hari yang ibadah di
dalamnya lebih mulia daripada jihâd
عن ابن عباس – رضي الله عنهما- قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
(( ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر )) ، فقالوا :
يا رسول الله ! ولا الجهاد في سبيل الله ؟ . فقال رسول صلى الله عليه وسلم :
(( و لا الجهاد في سبيل الله ، إلا رجل خرج بنفسه وماله ، فلم يرجع من ذلك
بشيء ))
Dari Ibnu ‘Abbâs radhiyallâhu ‘anhuma beliau berkata,
Rasūlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Tidak
ada hari-hari untuk beramal shâlih di dalamnya yang lebih
dicintai oleh Allôh melebihi daripada sepuluh hari ini.” Para
sahabat bertanya, “Wahai Rasūlullâh, tidak pula jihâd fî
sabîlillâh?”. Rasūlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam
menjawab, “Tidak pula jihâd fî sabîlillâh. Kecuali seorang
lelaki yang keluar jiwa dan hartanya (untuk berperang), dan
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
6
ia tidak kembali membawa sesuatu apapun.” (HR Bukhârî).
Maksudnya sepuluh hari pada awal bulan Dzul Hijjah.
4. Bulan yang di dalamnya terdapat hari Arafah yang
apabila berpuasa pada hari tersebut, niscaya dosanya
setahun sebelumnya dan sesudahnya diampuni oleh Allôh
عن أبي قتادة – رضي الله عنه - : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :... ،
صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكّفر السنة التي قبله ، والسنة التي بعده...
Dari Abî Qotâdah radhiyallâhu ‘anhu, Rasūlullâh Shallâllâhu
‘alaihi wa Sallam bersanda : “Puasa Arafah, saya
mengharapkan kepada Allôh agar mengampuni dosa setahun
sebelumnya dan setahun setelahnya…” (HR Muslim)
5. Bulan yang di dalamnya terdapat hari ’dul Adhhâ dan
hari Tasyrîk yang merupakan hari makan dan minum.
عن عقبة بن عامر – رضي الله عنه – قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
: (( يوم عرفة ، ويوم النحر ، وأيام التشريق ، عيدنا أهل الإسلام وهي أيام أكل
وشرب ))
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
7
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallâhu ‘anhu beliau berkata :
Rasūlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Hari
‘Arofah, hari an-Nahr (‘îdul adhhâ) dan hari taysrîk,
merupakan ‘îd (perayaan) kami ummat Islâm, yaitu hari
makan dan minum.” (HR Muslim)
6. Bulan yang tidak ada hari di dalamnya, Allôh lebih
banyak menyelamatkan hamba-Nya dari siksa neraka
عن عائشة – رضي الله عنها – قالت : إن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال
: (( ما من يوم أكثر من أن يعتق الله فيه عبدًا من النار من يوم ))
Dari ‘A`isyah radhiyallâhu ‘anhâ beliau berkata :
Sesungguhnya Rasūlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam
bersabda : “Tidak ada hari yang lebih banyak Allôh
membebaskan hamba dari neraka selain pada hari ‘Arofah.”
(HR Muslim).
7. Bulan yang di dalamnya terdapat hari haji besar
عن عبد الله بن عمر- رضي الله عنهما- أن رسول الله صلى الله عليه وسلم
وقف يوم النحر بين الجمرات في الحجة التي ح  ج ،
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
8
فقال : (( أي يوم هذا ؟)) . فقالوا : يوم النحر ، قال : (( هذا يوم الحج
الأكبر ))
Dari ‘Abdullâh bin ‘Umar radhiyallâhu ‘anhumâ, bahwa
Rasūlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam berwukuf pada hari
an-Nahar (hari penyembelihan/’îdul adhhâ) di antara
tempat melempar jumrah (baru kerikil) pada saat beliau
sedang berhaji, kemudian beliau berkata : “Hari apa
sekarang?” Para sahabat menjawab, “hari an-Nahar”. Lantas
Nabî bersabda : “Hari ini adalah hari haji besar.” (HR
Bukhârî).
8. Bulan yang di dalamnya terdapat hari yang paling agung
عن عبد الله بن قرط عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((إن أعظم الأيام عند
الله تبارك وتعالى يوم النحر،ثم يوم القر
Dari ‘Abdullâh bin Qorth dari Nabî Shallâllâhu alaihi wa
Sallam beliau berkata : “Sesungguhnya hari yang paling
agung di sisi Allôh Tabâroka wa Ta’âlâ adalah hari an-Nahar
(‘îdul adhhâ) dan hari al-Qurr (sehari setelah ‘îdul adhhâ,
tanggap 11 Dzhul Hijjah).” (HR Ahmad).
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
9
SUNNAH-SUNNAH DI DALAM BULAN
DZULHIJJAH
Pada bulan yang mulia ini, ada beberapa hal yang
dituntunkan oleh Nabî Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam,
diantaranya adalah :
1. Berpuasa sunnah pada 9 hari awal di bulan Dzul Hijjah
َ كا َ ن  ر  سو ُ ل اللَّهِ  صلَّى اللَّه  عَليهِ  و  سلَّ  م ي  صوم تِ  س  ع ذِي اْلحِ  جةِ  وي  وم  عا  شو  راءَ
 وَثَلاَثَة َأيامٍ مِ  ن ُ كلِّ  ش  هرٍ َأ  و َ ل اْثنينِ مِ  ن ال  ش  هرِ  واْل  خمِي  س
“Adalah Rasūlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam berpuasa
pada 9 hari Dzulhijjah, hari ‘Asyurâ`, tiga hari pada setiap
bulan, senin pertama setiap bulan dan Kamis.” (HR Abū
Dâwud dan an-Nasâ`î).
2. Puasa ‘Arofah selain yang melaksanakan Haji
عن أبي قتادة – رضي الله عنه - : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
10
... ، صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكّفر السنة التي قبله ، والسنة التي
بعده...
Dari Abî Qotâdah radhiyallâhu ‘anhu, Rasūlullâh Shallâllâhu
‘alaihi wa Sallam bersanda : “Puasa Arafah, saya
mengharapkan kepada Allôh agar mengampuni dosa setahun
sebelumnya dan setahun setelahnya…” (HR Muslim)
3. Melaksanakan Haji bagi yang mampu
عن عبد الله بن عمر- رضي الله عنهما- أن رسول الله صلى الله عليه وسلم
وقف يوم النحر بين الجمرات في الحجة التي ح  ج ، فقال : (( أي يوم هذا ؟)) .
فقالوا : يوم النحر ، قال : (( هذا يوم الحج الأكبر ))
Dari ‘Abdullâh bin ‘Umar radhiyallâhu ‘anhumâ, bahwa
Rasūlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam berwukuf pada hari
an-Nahar (hari penyembelihan/’îdul adhhâ) di antara
tempat melempar jumrah (baru kerikil) pada saat beliau
sedang berhaji, kemudian beliau berkata : “Hari apa
sekarang?” Para sahabat menjawab, “hari an-Nahar”. Lantas
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
11
Nabî bersabda : “Hari ini adalah hari haji besar.” (HR
Bukhârî).
4. Melakukan ‘amal Shâlih terutama pada 10 hari awal
Dzul Hijjah
عن ابن عباس – رضي الله عنهما- قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
(( ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر )) ، فقالوا :
يا رسول الله ! ولا الجهاد في سبيل الله ؟ . فقال رسول صلى الله عليه وسلم :
(( و لا الجهاد في سبيل الله ، إلا رجل خرج بنفسه وماله ، فلم يرجع من ذلك
بشيء ))
Dari Ibnu ‘Abbâs radhiyallâhu ‘anhuma beliau berkata,
Rasūlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Tidak
ada hari-hari untuk beramal shâlih di dalamnya yang lebih
dicintai oleh Allôh melebihi daripada sepuluh hari ini.” Para
sahabat bertanya, “Wahai Rasūlullâh, tidak pula jihâd fî
sabîlillâh?”. Rasūlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam
menjawab, “Tidak pula jihâd fî sabîlillâh. Kecuali seorang
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
12
lelaki yang keluar jiwa dan hartanya (untuk berperang), dan
ia tidak kembali membawa sesuatu apapun.” (HR Bukhârî).
‘Amal Shâlih ini bisa berupa sholat sunnah, shodaqoh, puasa,
tilâwatul Qur`ân, dan selainnya.
5. Berkurban bagi yang memiliki kemampuan
Akan dijelaskan secara terperinci pada pembahasannya
nanti.
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
13
SHOLAT ‘DUL ADHHA
Hukumnya
Menurut pendapat yang râjih (kuat) dan terpilih, sholat ‘îdul
adhha adalah wajib hukumnya, baik bagi laki-laki maupun
wanita. Dalîlnya adalah hadîts Ummu ‘Athîyah radhiyallâhu
‘anhâ, beliau berkata :
أمرنا أن نخرج العواتق وذوات الخدور
“Kami diperintahkan untuk mengeluarkan para gadis dan
wanita yang sedang dalam pingitan (untuk sholât ‘îd)” [Al-
Wajîz fî Fiqhis Sunnah, hal. 150 dan Ahkâmul ‘dain fî
Sunnatil Muthohharoh]]
Sebagian lagi berpendapat hukumnya fardhu kifâyah,
sebagaimana pendapat Syaikh Shâlih as-Sadlân dalam
Risâlatu fî Fiqhil Muyassar hal. 48].
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
14
Waktunya
Waktu sholât ‘îd adalah semenjak matahari naik setinggi
tombak hingga tergelincir ke arah barat. Namun yang
sunnah adalah melakukannya di awal waktu, agar kaum
muslimin bisa segera menyembelih hewan kurban mereka.
[Minhâjul Muslim, hal. 183, Risâlatu fî Fiqhil Muyassar hal.
48, ad-Darôrî al-Mudhîyah hal. 106,109].
Sholât di Mushollâ (Lapangan)
Sholât ‘îd adalah di tanah lapang, bukan di Masjid. Hal ini
datang dari banyak hadîts Nabî Shallâllâhu ‘alaihi was
Sallam, diantaranya :
 ع  ن َأبِي  سعِيدٍ اْل  خ  درِ  ي َقا َ ل  خر  ج  ر  سو ُ ل اللَّهِ  صلَّى اللَّه  عَليهِ  و  سلَّ  م فِي َأ  ض  حى َأ  و فِ ْ طرٍ إَِلى
اْل  م  صلَّى...
Dari Abî Sa’îd al-Khudrî radhiyallâhu ‘anhu beliau berkata :
“Rasūlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam keluar pada hari
Adhhâ atau Fithri ke mushollâ (tanah lapang)…” [HR al-
Bukhârî]
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
15
Kecuali apabila dalam keadaan darurat semisal hujan, maka
boleh dilakukan di dalam Masjid.
Sifat Sholât ‘d
Sholât ‘îd terdiri dari dua rakaat dengan 11 takbir, yaitu 7
takbir pada rakaat pertama dan 5 takbir pada rakaat kedua.
Sholât ‘îd adalah sholât jama’ah yang dilakukan di tanah
lapang tanpa ada adzân dan iqômah. Imâm disunnahkan
membaca surat al-A’lâ pada rakaat pertama dan al-Ghasîyah
pada rakaat kedua, atau surat Qâf dan Waqtarobat. [Lihat
al-Wajîz fî Fiqhis Sunnah, hal. 151-152].
Setelah sholat, imâm atau khâthib naik ke atas mimbar
berkhutbah. Sifat khuthbah ‘îd yang râjih adalah tanpa
diselingi duduk ringan sebagai pemisah dua khuthbah seperti
khuthbah jum’at. Ini adalah pendapat yang terpilih. Namun,
syaikh Shâlih bin Ghânim as-Sadlân merâjihkan sifat khutbah
‘îd sama dengan khuthbat jum’ah [Lihat Risâlatu fî Fiqhil
Muyassar hal. 49], demikian pula dengan Syaikh Abū Bakr al-
Jazâ`irî [Lihat Minhâjul Muslim, hal. 172-173].
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
16
Takbîr ‘dul Adhhâ
Allôh Ta’âlâ berfirman :
 وا ْ ذ ُ كروا اللَّه فِي َأيامٍ م ع  دوداتٍ
“Dan berdzikirlah menyebut nama Allôh dalam beberapa
hari yang telah ditentukan.” (QS al-Baqôroh : 203)
Waktunya semenjak dari shubuh hari ‘Arofah (10 Dzulhijjah)
hingga ashar hari tasyrîq terakhir (13 Dzulhijjah)
berdasarkan hadîts shahîh dari ‘Alî, Ibnu ‘Abbâs dan Ibnu
Mas’ūd radhiyallâhu ‘anhum [lihat al-Wajîz fî Fiqhis Sunnah
hal. 153-154].
Takbîr dilakukan dengan keras terutama di jalanan menuju
ke tanah lapang (mushollâ), dilakukan setiap selesai
melakukan sholat dan setiap waktu kapan saja semenjak
hari ‘Arofah hingga akhir hari tasyrîq [lihat Majmu’ al-
Fatâwâ 24/220, Subulus Salâm II/71-71 dan Ahkâmul ‘Idain].
Adapun shighat (lafal) takbîr yang shahîh datang dalam
beberapa riwayat, diantaranya adalah lafal yang
diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ūd radhiyallâhu ‘anhu :
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
17
الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر الله أكبر ولله الحمد
“Allôh Maha Besar - Allôh Maha Besar – Tiada Ilâh yang haq
untuk disembah kecuali Allôh – Dan Allôh Maha Besar - Allôh
Maha Besar – dan hanya milik Allôhlah segala pujian.” [HR
Ibnu Abî Syaibah II/17 secara shahîh mauquf]
Diantaranya pula adalah lafal dari Ibnu ‘Abbâs radhiyallâhu
‘anhu :
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد الله أكبر وأجل الله أكبر على ما هدانا
“Allôh Maha Besar - Allôh Maha Besar - Allôh Maha Besar -
hanya milik Allôhlah segala pujian - Allôh Maha Besar dan
Maha Agung - Allôh Maha Besar atas petunjuk-Nya kepada
kita.” [HR al-Baihaqî III/315].
Adapun lafal takbîr yang sering dibaca di negeri kita, yaitu :
الله أكبر كبيرا والحمد لله كثبرا وسبحن الله بكرة وأصيلا لا إله إلا الله وحده
وصدق وعده ونصر عبده وأعز جنده وهزم الأحزاب وحدة لا إله إلا الله ولا
نعبد إلا إياه مخلصين له الدين...
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
18
Maka sesungguhnya lafal ini tidak pernah ditemukan di
dalam satupun hadîts baik yang marfū’ maupun yang
maudhū’. Oleh karena itu, tidak sepatutnya kita mengadaadakan
sesuatu yang telah ada tuntunannya.
Adab (Etika) dan Sunnah-Sunnah ‘dul Adhhâ
1. Mandi
2. Berpakaian dengan pakaian yang terbaik dan berparfum
3. Mengakhirkan makan hingga setelah sholât ‘îd atau
memakan sembelihannya.
4. Berjalan kaki ke tanah lapang dan menempuh jalan yang
berbeda ketika berangkat dan pulang
5. Bertakbir sebagaimana penjelasannya telah berlalu di
atas.
6. Mendengarkan khutbah dengan baik dan seksama
7. Mengucapkan tahni`ah (selamat) dengan tahni`ah yang
ma’tsur (memiliki pijakan riwayat), seperti
Taqobbalallôhu minnâ wa minkum
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
19
Kesalahan, bid’ah dan kemungkaran pada hari raya ’dul
Adhhâ
1. Mencukur jenggot yang dilakukan oleh kaum lelaki.
Padahal syariat dan pendapat yang terkuat, mencukur
jenggot adalah haram hukumnya.
2. Bertabarruj (bersolek) yang dilakukan oleh kaum
wanita dan membuka aurat mereka di hadapan kaum
pria yang bukan mahramnya.
3. Berjabat tangan dengan yang bukan mahramnya dan
ber-iktilâth (bercampur baur) antara pria dan wanita
bukan mahram.
4. Ber-tasyabbuh (meniru orang kafir), baik di dalam
berpakaian, berpesta hari raya, dan semisalnya
5. Mendengarkan musik-musik yang diharamkan.
Ketahuilah, yang diperbolehkan pada hari raya hanya
duff (rebana).
6. Menghambur-hamburkan harta (tabdzîr).
7. Mengkhususkan ziarah kubur pada saat ’idul fithri
ataupun ’îdul adhhâ.
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
20
8. Meninggalkan sholât ’îd tanpa ada alasan yang
dibenarkan.
9. Tidak mandi dan memakai pakaian yang baik untuk
sholât ’îd.
10. Memakan makanan sebelum melaksanakan sholât
’îdul adhhâ.
11. Pulang melewati jalan yang sama ketika berangkat
12. Pergi ke tanah lapang (mushollâ) tanpa ada udzur
dengan kendaraan
13. Tidak bertakbir
14. Bertakbir dengan takbir-takbir yang tidak dituntunkan
atau tidak ada dalilnya
15. Adzan dan Iqomah untuk sholât ’îd
16. Takbir berjama’ah secara serempak dan dipimpin
17. Sholat tahîyatul masjid di tanah lapang, atau
melakukan sholât sunnah sebelum dan setelah sholât
’îd.
18. Bermain petasan dan menganggu kaum muslimin
19. dan lain-lain
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
21
UDHHIYAH (HEWAN KURBAN) DAN
PENYELENGGARANNYA
Definisinya :
Menurut Syaikh ’Abdul ’Azhim Badawi dalam al-Wajîz fî
Fiqhis Sunnah (hal. 402), maknanya adalah :
ما يذبح من النعم يوم النجر وأيام التشريق تقربا لله تعالى
“Hewan ternak yang disembelih pada hari nahar (kurban)
dan hari-hari tasyrik dengan tujuan taqorrub (mendekatkan
diri) kepada Allôh Ta’âlâ.”
Di dalam al-Mausū’ah al-Fiqhîyah, dikatakan :
ما يذ ّ كى تقربًا إلى الّله تعالى في أيام النحر بشرائط مخصوصةٍ . فليس ، من الأضحية ما
يذ ّ كى لغير التقرب إلى الّله تعالى ، كال ّ ذبائح اّلتي تذبح للبيع أو الأكل أو إكرام ال  ضيف ،
وليس منها ما يذ ّ كى في غير هذه الأيام ، ولو للتقرب إلى الّله تعالى
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
22
“Hewan yang disembelih dengan tujuan untuk mendekatkan
diri kepada Allôh Ta’âlâ pada hari nahar dengan syaratsyarat
yang khusus. Tidaklah termasuk udhhîyah hewan yang
disembelih tidak untuk tujuan taqorrub kepada Allôh Ta’âlâ,
seperti hewan sembelihan yang disembelih untuk dijual,
atau dimakan, ataupun untuk memuliakan tamu. Dan tidak
termasuk udhhîyah pula hewan yang disembelih selain pada
hari-hari ini (yaitu hari nahar dan tasyrîq) walaupun
disembelih dengan tujuan taqorrub kepada Allôh Ta’âlâ.”
Secara bahasa al-Udhhiyah berasal dari kata dhuhâ yang
artinya pagi, dinamakan demikian karena Nabî yang mulia
Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam biasa menyembelih hewan
pada waktu dhuhâ.
Istilah-istilah yang berkaitan
Ada beberapa nama atau istilah yang berkaitan dengan al-
Udhhiyah, diantaranya adalah [Lihat al-Mausū’ah al-
Fiqhîyah al-Kuwaitîyah] :
1. Al-Qurbân
Adalah segala sesuatu yang digunakan oleh seorang
hamba untuk mendekatkan diri kepada Rabb-nya, baik
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
23
dengan sembelihan ataupun selainnya. Al-Qurbân lebih
umum daripada al-Udhhiyah.
2. Al-Hadyu
Adalah hewan ternak yang disembelih di tanah haram
pada hari nahar pada saat haji tamattu’ atau qirân, atau
karena meninggalkan salah satu kewajiban an-Nusuk atau
melakukan larangan baik pada saat haji maupun ‘umroh.
Kesamaan al-Hadyu dengan Qirân adalah sama-sama
berupa penyembelihan hewan ternak pada hari nahar
untuk bertaqorrub kepada Allôh Ta’âlâ. Bedanya, al-
Hadyu berkaitan dengan Tamattu’ dan Qirân, serta
kaffarah karena meninggalkan suatu kewajiban atau
melakukan suatu yang terlarang pada saat haji atau
umroh, sedangkan al-Udhhiyah tidak.
3. Al-Aqîqoh
Adalah hewan (kambing) yang disembelih sebagai rasa
syukur kepada Allôh atas nikmat yang dianugerahkan
berupa kelahiran anak, baik laki-laki maupun
perempuan.
4. Al-Faro’
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
24
Dahulu kaum musyrikin jâhilîyah menyembelih hewan
dipersembahkan bagi thagut-thaghut mereka, untuk
mengharap berkah dan memperbanyak keturunan
mereka. Kemudian kaum muslimin datang merubah ini
semua dan menyembelih hanya untuk Allôh semata.
5. Al-‘Atîroh
Dahulu kaum musyrikin jâhilîyah menyembelih hewan
yang dilakukan pada sepuluh hari awal bulan Rajab yang
dipersembahkan kepada sesembahan-sesembahan
mereka, disebut juga penyembelihan ini dengan ar-
Rojabîyah. Kemudian kaum muslimin datang merubah ini
semua dan menyembelih hewan ternak hanya untuk Allôh
semata tanpa ada kewajiban dan tidak terkait dengan
waktu.
Masyrū’îyatu al-Udhhîyah
Al-Udhhîyah disyariatkan secara ijma’ menurut al-Kitâb dan
as-Sunnah. Dalil al-Kitab diantaranya adalah, firman Allôh :
فصلّ لربك وانحر
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
25
“Maka sholâtlah untuk Rabb-mu dan berkurbanlah.” (QS al-
Kautsar : 2)
Dikatakan di dalam tafsirnya : “Sholatlah kamu pada sholat
‘îd dan berkurbanlah.”
Diantara dalîl sunnah akan disyariatkannya Al-Udhhîyah
adalah, hadîts shahîh dari Anas bin Mâlik radhiyallâhu ‘anhu,
beliau berkata :
ض  حى الن  بي صلى الله عليه وسلم بكبشين أملحين أقرنين ، ذبحهما بيده ، و  سمى
وكبر ، ووضع رجله على صفاحهما
“Nabî Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam berkurban dengan dua
ekor kambing kibasy yang berwarna amlah dan bertanduk,
yang beliau sembelih dengan tangan beliau sendiri dengan
menyebut nama Allôh dan bertakbir lalu meletakkan kaki
beliau pada bagian kedua belikatnya.”
Fadhîllatusy Syaikh ‘Abdullâh Alu Bassam dalam Taissîrul
‘Allâm (hal. 535) menjelaskan :
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
26
أملحين) ) maksudnya adalah warna abu-abu yang di dalamnya
ada warna putih dan hitam dimana putihnya lebih dominan
dibandingkan hitamnya.
صفاحهما) ), di dalam “an-Nihâyah” dikatakan, shofhatu kulli
syai`in artinya adalah wajah dan sisi sampingnya, dan yang
dimaksud di sini adalah shifâhu a’nâqihâ (tulang
belikatnya).
Hukum al-Udhhîyah
Hukumnya menurut pendapat yang râjih adalah wajib bagi
yang memiliki kemampuan, berdasarkan hadîts Nabî
Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam :
من كان له سعة ولم يض  ح فلا يقرب  ن مصلانا
“Barangsiapa yang memiliki kelapangan (harta) namun tidak
mau berkurban, maka janganlah ia sekali-kali mendekati
tempat sholât kami.” [Shahîh Ibnu Mâjah (no. 2532).]
Segi pengambilan dalil adalah, tatkala Nabî Shallâllâhu
‘alaihi wa Sallam melarang orang yang memiliki kemampuan
harta namun tidak mau berkurban untuk mendekati tempat
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
27
sholat, hal ini menunjukkan bahwa dirinya telah
meninggalkan sesuatu yang wajib hukumnya, seakan-akan
tidak ada manfaatnya ia bertaqorrub kepada Allôh dengan
mengerjakan sholât namun ia meninggalkan kewajiban
berkurban.
Dalîl lainnya lagi adalah sabda Nabî Shallâllâhu ‘alaihi wa
Sallâm, dari Jundub bin Sufyân al-Bajali radhiyallâhu ‘anhu
beliau berkata :
شهدت النبي صلى الله عليه وسلم يوم النحر قال: من ذبح قبل أن يصلي فليعد
مكاا أخرى ومن لم يذبح فليذبح
“Saya melihat Nabî Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam pada hari
nahar bersabda : Barangsiapa yang menyembelih sebelum
sholat (‘îd) maka hendaklah ia menyembelih hewan lainnya
sebagai gantinya, dan barangsiapa yang belum
menyembelih, hendaklah ia menyembelih.” [muttafaq
‘alaihi].
Imâm asy-Syaukânî di dalam as-Sailul Jarrâr (IV:44-45)
menyatakan bahwa hadîts di atas adalah hadîts yang jelas
menunjukkan akan wajibnya berkurban, apalagi ketika Nabî
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
28
memerintahkan untuk mengulangi orang yang berkurban
sebelum waktunya.
Namun jumhur ‘ulâmâ` menjelaskan bahwa hukumnya
adalah sunnah mu’akkadah, sebagaimana diterangkan di
dalam al-Mausū’ah al-Fiqhîyah. Diantara mereka yang
berpendapat ini adalah as-Syâfî’iyah dan al-Hanâbilah,
pendapat terkuat dari pendapat Mâlik dan salah satu riwayat
dari Abu Yūsuf. Pendapat ini juga merupakan pendapat Abu
Bakr, ‘Umar, Bilâl, Abi Mas’ūd al-Badrî, Suwaid bin Ghoflah,
Sa’îd bin al-Musayyib, ‘Athô’, ‘Alqomah, al-Aswad, Ishâq,
Abu Tsaur dan Ibnul Mundzir. Mereka beristidlal dengan
sabda Nabî Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam :
إذا دخل العشر ، وأراد أحدكم أن يض  حي فلا يم  س من شعره ولا من بشره
شيئًا
“Apabila telah masuk sepuluh hari (Dzulhijjah) dan kalian
berkeinginan untuk berkurban, maka janganlah ia
menyentuh (mengambil) rambut dan kukunya sedikitpun.”
Sisi pendalilannya adalah ucapan Nabî ( وأراد أحدكم ) “jika kalian
berkeinginan” yang menunjukkan hal ini diserahkan kepada
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
29
kehendak. Apabila berkurban itu wajib, niscaya sabda Nabî
akan menjadi : “Janganlah menyentuh rambutnya sedikitpun
sampai berkurban dengannya.”
Diantara dalilnya pula adalah, bahwa Abu Bakr dan ‘Umar
radhiyallâhu ‘anhumâ, tidak berkurban pada satu atau dua
tahun, dengan alasan khawatir manusia menganggapnya
sebagai suatu kewajiban. Perbuatan kedua orang yang mulia
ini menunjukkan bahwa keduanya mengetahui bahwa
Rasūlullâh tidak mewajibkannya, dan tidak pula ada seorang
sahabatpun yang menyelisihi hal ini.
Kreteria Hewan yang dijadikan kurban
1. Kurban tidak boleh kecuali hanya sapi, kambing dan unta,
berdasarkan firman Allôh Ta’âlâ :
 ولِ ُ كلِّ ُأمةٍ  جعْلنا من  س ً كا لِي ْ ذ ُ ك  روا ا  س  م اللَّهِ  عَلى ما  ر  زَق  ه  م مِ  ن بهِي  مةِ اْلَأنعامِ
“Dan bagi tiap-tiap umat Telah kami syariatkan
penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama
Allah terhadap binatang ternak yang Telah direzkikan Allah
kepada mereka” (QS al-Hajj : 34)
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
30
Di dalam al-Mausū’ah al-Fiqhîyah diterangkan bahwa
diantara syarat kurban yang telah disepakati adalah, hewan
kurban haruslah berupa hewan ternak seperti kambing
(termasuk domba), sapi dan unta, baik betina maupun
jantan. Adapun kurban dengan selain itu, misalnya dengan
kuda, keledai, ayam atau semisalnya, maka tidak sah
kurbannya, walaupun niatnya untuk kurban.
2. Boleh berpatungan untuk membeli seekor sapi bagi 7
orang, unta 10 orang dan kambing hanya untuk 1 orang.
Dalîlnya adalah hadîts dari Ibnu ‘Abbâs radhiyallâhu ‘anhu
beliau berkata :
كنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في سفر فحضر الأضحى فاشتركنا في
الجزور عشرة والبقرة عن سبعة
“Kami pernah bersama Rasūlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa
Sallam dalam suatu safar dan tibalah hari adhhâ, maka kami
bersama-sama berkurban untuk untuk 10 orang dan sapi
untuk 7 orang.” [Shahîh Ibnu Mâjah 2536].
Adapun kambing hanya untuk satu orang, sebagaimana
hadîts dari Abu ‘Ayyūb al-Anshârî beliau berkata :
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
31
كان الرجل في عهد النبي صلى الله عليه وسلم يضحى بالشاة عنه وعن أهل بيته
فيأكلون ويطعمون
“Pada zaman Rasūlullâh seorang pria menyembelih seekor
kambing untuk dirinya dan keluarganya, mereka
memakannya dan membagikannya kepada orang lain.”
3. Usia hewan kurban. Untuk kambing tidak sah apabila
usianya kurang dari satu tahun, lembu apabila kurang dari
dua tahun dan belum memasuki tahun ketiga, dan unta
apabila usianya kurang dari empat tahun belum memasuki
tahun kelima. Dalilnya adalah hadîts Nabî Shallâllâhu ‘alaihi
wa Sallam :
لا تذبحوا إ ّ لا مسنًة ، إ ّ لا أن يعسر عليكم ، فتذبحوا جذعًة من ال  ضأن
“Janganlah kalian menyembelih kecuali al-Musinnah, jika
kalian mengalami kesulitan maka kalian boleh menyembelih
jadz’ah (anak kambing).”
Al-‘Allâmah ash-Shon’anî dalam Subulus Salâm menjelaskan
bahwa, al-Musinnah adalah hewan yang telah tumbuh
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
32
giginya yang berumur dua akan masuk tiga tahun, baik unta,
sapi, kambing ataupun yang lebih kecil.
Adapun al-Judza’ , para ulama berbeda pendapat tentang
maknanya. Al-Hanafîyah dan al-Hanâbilah berpendapat
bahwa al-Judza’ minad Dho’ni adalah hewan yang usinya
telah genap 6 bulan atau lebih. Adapun Mâlikîyah
berpendapat bahwa al-Judza’ adalah hewan yang mencapai
usia 1 tahun masuk ke usia 2 tahun. [Lihat al-Mausū’ah al-
Fiqhîyah].
4. Tidak cacat dengan suatu cacat yang jelas, berdasarkan
hadîts Nabî Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam :
لا تجزئ من ال  ضحايا أرب  ع : العوراء البين عورها ، والعرجاء البين عرجها ،
والمريضة البين مرضها ، والعجفاء اّلتي لا تنقي
“Tidak sah empat macam hewan kurban berikut ini : (1)
hewan yang sangat jelas kejulingannya, (2) hewan yang
pincang yang sangat jelas pincangnya, (3) hewan sakit yang
sangat jelas sakitnya, dan (4) hewan tua/kurus yang tiada
lagi bersumsum.” [Shahîh Ibni Mâjah 2545].
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
33
Di dalam al-Mausū’ah al-Fiqhîyah, disebutkan beberapa
jenis hewan yang dibenci untuk dikurbankan :
1. Hewan yang buta
2. Al-Aurâ’ (kejulingan) yang jelas julingnya, yaitu
hewan yang kehilangan salah satu pengelihatannya.
3. Lidahnya terputus seluruhnya.
4. Sebagian besar lidahnya terpotong.
5. al-Jud’â` yaitu yang terpotong hidungnya
6. Yang terpotong kedua telinganya atau salah satunya
7. Salah satu telinga atau keduanya yang sebagian
besarnya terpotong.
8. Kepincangan yang jelas pincangnya sehingga tidak
mampu berjalan.
9. al-Judzmâ’ (buntung) tangan atau kakinya
10. al-Jadzdzâ’ yaitu yang terpotong kepala ambing
susunya
11. Yang ekornya putus.
12. Yang sebagian besar ekornya terpotong
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
34
13. Yang sakit tampak sekali akan sakitnya
14. Yang kurus/tua sudah tidak bersumsum tulangnya
15. Yang puting susunya terpotong hingga tidak bisa
menyusui
16. Al-Jallâlah (yang memakan kotoran), semua poin di
atas menurut madzhab Hanafîyah.
17. Yang bisu
18. Yang sumbing mulutnya
19. Yang tuli
20. Yang hamil, karena hewan yang hamil pencernaannya
terganggu sehingga dagingnya tidak baik
21. Yang putus tanduknya
Kesemua poin di atas, berdasarkan madzhab (pendapat)
yang sebagiannya tidak disokong dalîl. Cacat yang tidak sah
berkurban dengannya hanya disebutkan oleh Hadîts di atas,
yaitu hanya 4 macam saja. Oleh karena itulah madzhab azh-
Zhâhirî hanya menetapkan 4 cacat itu saja.
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
35
Hewan Kurban yang paling afdhal
Hewan kurban yang paling afdhal adalah domba yang
bertanduk, jantan, berwarna putih campur hitam di sekitar
mata dan kakinya dan gemuk. Hewan seperti inilah yang
datang dari Hadîts Rasūlullâh dari isteri beliau tercinta
’A`isyah radhiyallâhu ’anhâ beliau berkata :
َأمر بِ َ كبشٍ َأْقر َ ن ، ي َ طُأ فِي  س  وادٍ ،  ويبر  ك فِي  س  وادٍ  وين ُ ظر فِي  س  وادٍ ، َفُأتِ  ي بِهِ
لِي  ض  ح  ي بِهِ
”Nabî memerintahkan untuk membawakan kambing kibasy
yang bertanduk, berwarna hitam di kakinya dan perut serta
keningnya hitam, lalu dibawakan kepada beliau untuk beliau
sembelih.” [HR at-Tirmidzî].
Waktu Penyembelihan Kurban
Waktu penyembelihan adalah pada pagi hari setelah sholât
’îd sampai berakhirnya hari tasyrîq. Penyembelihan sebelum
sholât ’îd adalah tidak sah, sebagaimana hadîts Nabî
Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam :
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
36
من ذبح قبل أن يصلي فليعد مكاا أخرى
“Barangsiapa yang menyembelih sebelum sholat (‘îd) maka
hendaklah ia menyembelih hewan lainnya sebagai gantinya”
[muttafaq ‘alaihi].
Larangan-larangan berkurban
Ada beberapa larangan di dalam berkurban yang perlu
dihindari oleh orang yang berkurban, diantaranya adalah :
1. Memotong bulu dan kuku kurban semenjak awal
Dzulhijjah hingga penyembelihan, berdasarkan hadîts
nabî :
َذا د  خَل  ت اْلع  شر  وَأ  راد َأ  ح  د ُ ك  م َأ ْ ن ي  ض  ح  ي َفَلا ي  م  س مِ  ن  ش عرِهِ  وب  شرِهِ
 شيًئا
“Apabila telah masuk sepuluh hari (Dzul Hijjah) dan
salah seorang dari kalian hendak berkurban, maka
janganlah ia mengambil bagian rambut atau kukunya
sedikitpun.”
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
37
2. Berkurban dengan hewan yang cacat.
3. Berkurban dengan hewan yang masih kecil
4. Menyembelih kurban pada malam hari raya ‘îdul
adhhâ atau pagi hari sebelum sholât ‘îd dengan alasan
agar kaum fakir miskin dapat merasakan dan
memakannya pada hari raya.
5. Menjual hewan kurban dan membagikan nilainya
(uangnya) kepada fakir miskin dengan alasan hal ini
lebih dapat membantu kaum fakir miskin.
6. Tidak menenangkan hewan kurban ketika akan
menyembelihnya.
7. Melukai hewan kurban atau menyiksanya.
8. Tidak menyebut nama Allôh ketika berkurban
9. Memberikan upah kepada penjagal dengan bagian
dari hewan kurban.
10. Menjual kulit korban.
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
38
Etika Penyembelihan
Ketika menyembelih hewan kurban, maka hendaknya
dilakukan dengan tenang dan tidak menyiksa hewan kurban.
Berikut ini beberapa etika di dalam menyembelih hewan
kurban
1. Alat untuk menyembelih hendaknya yang tajam
2. Menyebut nama Allôh ketika menyembelih.
3. Menghadap kiblat sebagaimana hadîts yang datang
dari Jâbir bin ’Abdillâh radhiyallâhu ’anhu bahwa
Nabî ketika akan menyembelih mengarahkannya ke
kiblat.
4. Memotong tengorokan, kerongkongan dan dua urat
lehernya dalam waktu bersamaan agar segera mati
dan tidak tersiksa.
5. Menenangkan hewan kurban dan tidak membuatnya
takut atau tersiksa.
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
39
Referensi
1. Minhâjul Muslim, Syaikh Abū Bakr Jâbir al-Jazâ`irî,
Madinah : Maktabah al-’Ūlum wal Hikâm (tanpa tahun).
2. Al-Wajîz fî Fiqhis Sunnah wal Kitabil ’Azîz, Syaikh
’Abdul ’Azhim Badawî, Dimyâth : Dâr Ibnu Rojab, cet. 1,
1416 H.
3. Taisîrul ’Allâm Syarh ’Umdatil Ahkâm, Syaikh ’Abdullâh
bin ’Abdirrahman Alu Bassâm, Beirut : Dârul Kutub al-
’Ilmîyah, cet. 2, 2006.
4. Ad-Darôrî al-Mudhîyah Syarh ad-Duroril Bahîyah, al-
Imâm Muhammad ’Alî asy-Syaukânî, Beirut : Dârul Kutub
al-’Ilmîyah, cet. 1, 2003.
5. Al-Kalimât an-Nâfi’ah fîl Akhthô` asy-Syâ`i’ah, Syaikh
Wâhid ’Abdus Salâm Balî, Riyâdh : Maktabah al-Adîb, cet.
1, 1424
BEKAL-BEKAL ‘ DUL ADHHA
40
6. Subulus Salâm Syarh Bulūghul Marâm, al-Imâm
Muhammad bin Ismâ’îl ash-Shon’ânî, Surabaya : al-
Hidâyah, tanpa tahun (cetakan lokal).
7. Al-Bida’ al-Haulîyah, Syaikh ’Abdullâh bin ’Abdil ’Azîz
at-Tuwaijirî, Riyâdh : Dârul Fadhîlah, cet. 1, 1421 H.
8. Risâlatu Fî Fiqhil Muyassar, asy-Syaikh Shâlih bin
Ghânim as-Sadlân, Riyâdh : Wizâraru asy-Syu`ūni al-
Islâmîyah wal Awqâf wad Da’wah wal Irsyâd, cet. 1,
1425.
9. Al-Mausū’ah al-Fiqhî al-Islâmî, al-Maktabah asy-
Syâmilah.


sumber abu salma. al atsar

faraidh

FAROIDH
1. DEFINISI
Faroidh adalah jamak dari faridhoh. Faridhoh diambil dari kata fardh yang
artinya taqdir (ketentuan).
Fardh secara syar'ie adalah bagian yang telah ditentukan bagi ahli waris. Ilmu
mengenai hal itu dinamakan ilmu waris ('ilmu miirats) dan ilmu Faroidh.
Dari Penyusun:
Kondisi di Indonesia masih banyak kaum muslimin yang menyepelekan hukum
waris. Sebelum meninggal, membuat wasiat yang berisi pembagian waris yang
mendurhakai hukum Allah, seperti: tanah barat untuk si A, Rumah di jalan anu
untuk si B, padahal si A dan si B adalah ahli waris yang seharusnya dibagi
menurut hukum waris yang telah ditentukan Allah SWT.
Padahal secara tegas dalam surat An-Nisaa' ayat 14 yang merupakan
rangkaian dari ayat-ayat waris mengancam orang yang menyepelekan hukum
Allah dengan api neraka selama-lamanya:
"Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar
ketentuan- ketentuannya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka
sedang ia kekal didalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan."
2. LEGALITAS ILMU FAROIDH
Orang-orang Arab sebelum Islam hanya memberikan warisan kepada kaum
lelaki saja sedang kaum perempuan tidak mendapatkannya, dan warisan hanya
untuk mereka yang sudah dewasa, anak-anak tidak mendapatkannya pula.
Disamping itu ada juga waris-mewaris yang didasarkan pada perjanjian. Maka
Allah membatal- kan itu semua dan menurunkan firman-Nya:
"Allah mensyari'atkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk anakanakkmu.
Yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan;
dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari satu, maka bagi
mereka duapertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang
saja maka dia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak
bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang
meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai
anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat
sepertiga; jika orang yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka
ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah
dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.
(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa yang
lebih dekat (banyak) manfa'atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (S. An-Nisa : 11)
(Asbabun-Nuzul ayat di atas tidak kami sertakan).
3. KEUTAMAAN ILMU FAROIDH
Dari Ibnu Mas'ud, dia berkata: Telah bersabda Rosululloh saw: "Pelajarilah Al-
Qur'an dan ajarkanlah kepada manusia. Pelajarilah Faroidh dan ajarkanlah
kepada manusia. Karena aku adalah orang yang akan mati, sedang ilmupun
akan diangkat. Hampir saja dua orang berselisih tentang pembagian warisan
dan masalahnya tidak menemukan sseorang yang memberitahukannya kepada
keduanya"
(HR Ahmad).
Dari 'Abdulloh bin 'Amr, bahwa Rosululloh saw bersabda: "Ilmu itu ada
tiga macam, dan selain dari yang tiga itu adalah tambahan. (Yang tiga itu ialah)
ayat yang jelas, sunnah yang datang dari nabi, dan faroidhlah yang adil".
(HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Dari Abu Hurairoh, bahwa Nabi saw bersabda: "Pelajarilah Faroidh dan
ajarkanlah kepada manusia, karena Faroidh adalah separuh dari ilmu dan akan
dilupakan. Faroidhlah ilmu yang pertama kali dicabut dari umatku". (HR Ibnu
Majah dan Ad-Daroquthni).
4. PENINGGALAN (TIRKAH)
Peninggalan (tirkah) adalah harta yang ditinggalkan oleh mayit (orang yang
mati) secara mutlak. Yang demikian itu ditetapkan oleh Ibnu Hazm, katanya:
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan warisan kepada harta, bukan yang lain,
yang ditinggalkan oleh manusia sesudah dia mati. Adapun hak-hak, maka ia
tidak diwariskan kecuali yang mengikuti harta atau dalam pengertian harta,
misalnya hak pakai, hak penghormatan, hak tinggal di tanah yang dimonopoli
untuk bangunan dan tanaman. Menurut mazhab Maliki, Syafi'i dan Hambali,
peninggalan si mayit, baik hak harta benda maupun hak bukan harta benda.
5. HAK-HAK YANG BERHUBUNGAN DENGAN HARTA PENINGGALAN
Hak-hak yang berhubungan dengan harta peninggalan itu ada empat.
Keempatnya tidak sama kedudukannya, sebagiannya ada yang lebih kuat dari
yang lain sehingga ia didahulukan atas yang lain untuk dikeluarkan dari
peninggalan.
Hak-hak tersebut menurut tertib berikut :
- Biaya mengkafani dan memperlengkapinya menurut cara yang telah diatur
dalam masalah jenazah
- Melunasi hutangnya. Ibnu Hazm dan Asy-Syafi'i mendahulukan hutang kepada
Allah seperti zakat dan kifarat, atas hutang kepada manusia. Orang-orang
Hanafi menggugurkan hutang kepada Allah dengan adanya kematian. Dengan
demikian maka hutang kepada Allah itu tidak wajib dibayar oleh ahli waris
kecuali apabila mereka secara sukarela membayarnya, atau diwasiatkan oleh
mayit untuk dibayarnya. Dengan diwasiatkannya hutang, maka hutang itu
menjadi seperti wasiat kepada orang lain yang dikeluarkan oleh ahli waris atau
pemelihara dari sepertiga yang tersisa setelah perawatan mayat dan hutang
kepada manusia. Ini bila dia mempunyai ahli waris. Apabila dia tidak mempunyai
ahli waris, maka wasiat hutang itu dikeluarkan dari seluruh harta.
Orang-orang Hambali mempersamakan antara hutang kepada Allah dengan
hutang kepada manusia. Demikian pula mereka sepakat bahwa hutang hamba
yang bersifat 'aini (hutang yang berhubungan dengan harta peninggalan) itu
didahulukan atas hutang muthlak.
- Pelaksanaan wasiat dari sepertiga sisa harta semuanya sesudah hutang
dibayar.
- Pembagian sisa harta di antara para ahli waris.
6. RUKUN WARIS
Ada tiga hal :
a. Pewaris (al-waarits) ialah orang yang mempunyai hubungan penyebab
kewarisan dengan mayit sehingga dia memperoleh kewarisan.
b. Orang yang mewariskan (al-muwarrits): ialah mayit itu sendiri, baik nyata
maupun dinyatakan mati secara hukum, seperti orang yang hilang dan
dinyatakan mati.
c. Harta yang diwariskan (al-mauruuts): disebut pula peninggalan dan warisan.
Yaitu harta atau hak yang dipindahkan dari yang mewariskan kepada pewaris.
7. SEBAB-SEBAB MEMPEROLEH WARISAN
Ada tiga sebab :
a. Nasab Hakiki (kerabat yang sebenarnya), firman Allah SWT:
"Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagian lebih berhak
terhadap sesamanya daripada yang bukan kerabat di dalam Kitab Allah (S.8 :
75)
b. Nasab Hukumi (wala = kerabat karena memerdekakan), sabada Rosululloh
saw:
"Wala itu adalah kerabat seperti kekerabatan karena nasab" (HR Ibnu Hibban
dan Al-Hakim dan dia menshahihkan pula).
c. Perkawinan yang Shahih, firman Allah SWT:
Dan bagimu seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu.
(An-Nisaa' ayat 12)
8. SYARAT-SYARAT PEWARISAN
Ada tiga syarat :
a. Kematian orang yang mewariskan, baik kematian secara nyata ataupun
kematian secara hukum, misalnya seorang hakim memutuskan kematian
seseorang yang hilang. Keputusan tersebut menjadikan orang yang hilang
sebagai orang yang mati secara hahiki, atau mati menurut dugaan seperti
seseoran memukul seorang perempuan yang hamil sehingga janinnya gugur
dalam keadaan mati; maka janin yang gugur itu dianggap hidup sekalipun
hidupnya itu belum nyata.
b. Pewaris itu hidup setelah orang yang mewariskan mati, meskipun hidupnya itu
secara hukum, misalnya kandungan. Kandungan secara hukum dianggap
hidup, karena mungkin ruhnya belum ditiupkan. Apabila tidak diketahui bahwa
pewaris itu hidup sesudah orang yang mewariskan mati, seperti karena
tenggelam atau terbakar atau tertimbun; maka di antara mereka itu tidak ada
waris mewarisi jika mereka itu termasuk orang-orang yang saling mewaris. Dan
harta masing- masing mereka itu dibagikan kepada ahli waris yang masih hidup.
c. Bila tidak ada penghalang yang menghalangi pewarisan.
9. PENGHALANG-PENGHALANG PEWARISAN
Yang terhalang untuk mendapatkan warisan adalah orang yang memenuhi
sebab-sebab untuk memperoleh warisan, akan tetapi dia kehilangan hak untuk
memperoleh warisan. Orang yang demikian dinamakan MAHRUM. Penghalang
itu ada empat:
a. Perbudakan: Baik orang itu menjadi budak dengan sempurna atau tidak.
b. Pembunuhan dengan sengaja yang diharamkan.
Apabila pewaris membunuh orang yang mewariskan dengan cara zhalim,
maka dia tidak lagi mewarisi, karena hadits Nabi saw bersabda :
"Orang yang membunuh itu tidak mendapatkan warisan sedikitpun".
Adapun pembunuhan yang tidak disengaja, maka para ulama berbeda
pendapat di dalamnya. Berkata Asy-Syafi'i: Setiap pembunuhan menghalangi
pewarisan, sekalipun pembunuhan itu dilakukan oleh anak kecil atau orang gila,
dan sekalipun dengan cara yang benar seperti had atau qishash. Mazhab Maliki
berkata: Sesungguhnya pembunuhan yang menghalangi pewarisan itu adalah
pembunuhan yang sengaja bermusuhan, baik langsung ataupun mengalami
perantaraan. Undang-undang Warisan Mesir mengambil pendapat ini dalam
pasal lima belas, yang bunyinya :
"Di antara penyebab yang menghalangi pewarisan ialah membunuh orang
yang mewariskan dengan sengaja, baik pembunuh itu pelaku utama, serikat,
ataupun saksi palsu yang kesaksiannya mengakibatkan hukum bunuh dan
pelaksanaannya bagi orang yang mewariskan, jika pembunuhan itu pembunuhan
yang tidak benar atau tidak beralasan; sedang pembunuh itu orang yang berakal
dan sudah berumur lima belas tahun; kecuali kalau dia melakukan hak membela
diri yang sah.
c. Berlainan Agama
Dengan demikian seorang muslim tidak mewarisi dari orang kafir, dan seorang
kafir tidak mewarisi dari seorang muslim; karena hadits yang diriwayatkan
oleh empat orang ahli hadits, dari Usamah bin Zaid, bahwa Nabi saw bersabda:
"Seorang muslim tidak mewarisi dari seorang kafir, seorang kafirpun tidak
mewarisi dari seorang muslim".Diriwayatkan oleh Mu'adz, Mu'awiyah, Ibnul
Musayyab, Masruq dan An-Nakha'i, bahwa sesungguhnya seorang muslim itu
mewarisi dari seorang kafir; dan tidak sebalinya. Yang demikian itu seperti
halnya seorang muslim laki-laki boleh menikah dengan seorang kafir perempuan
dan seorang kafir laki-laki tidak boleh menikah dengan seorang muslim perempuan.
Adapun orang-orang yang bukan muslim, maka sebagian mereka
mewarisi sebagian yang lain, karena mereka dianggap satu agama.
d. Berbeda Negara (Tidak menghalangi)
Yang dimaksud berbeda negara adalah berbeda kebangsaannya. Perbedaan
kebangsaan ini tidak menghalangi pewarisan di antara kalangan kaum muslimin,
karenaseorang muslim itu mewarisi dari seorang muslim, sekalipun jauh
negaranya dan berbeda wilayahnya.
10. ORANG-ORANG YANG BERHAK MENERIMA WARISAN
Orang-orang yang berhak menerima warisan, menurut mazhab Hanafi,
tersusun sebagai berikut :
1 Ashhaabul Furuudh
2 'Ashabah Nasabiyah
3 'Ashabah Sababiyah
4 Rodd kepada Ashhaabul Furuudh
5 Dzawul Arhaam
6 Maulal Muwaalah
7 Orang yang diakukan nasabnya kepada orang lain
8 Orang yang menerima wasiat melebihi sepertiga harta peninggalan
9 Baitul Maal
Adapun urutan orang-orang yang berhak menerima warisan menurut kitab
Undang- undang warisan yang berlaku di Mesir adalah sebagai berikut:
1 Ashhaabul Furuudh
2 'Ashabah Nasabiyah
3 Rodd kepada Ashhaabul Furuudh
4 Dzawul Arhaam
5 Rodd kepada salah seorang suami-isteri
6 'Ashabah Sababiyah
7 Orang yang diakukan nasabnya kepada orang lain
8 Orang yang menerima wasiat semua harta peninggalan
9 Baitul Maal
11. ASHHAABUL FURUUDH
Ashhaabul Furuudh adalah mereka yang mempunyai bagian dari keenam
bagian yang ditentukan bagi mereka, yaitu: 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3 dan 1/6.
Ashhaabul Furuudh ada dua belas orang: empat laki-laki, yaitu ayah, kakek
yang sah dan seterusnya ke atas, saudara laki-laki seinu, dan suami. Dan
delapan perempuan, yaitu isteri, anak perempuan, saudara perempuan
sekandung,saudara perempuan seayah, saudara perempuan seibu, anak
perempuan dari anak laki-laki, ibu, dan nenek serta seterusnya sampai ke atas.
Berikut ini akan dijelaskan bagian dari masing-masing secara terperinci:
11.1. AYAH
Berfirman Allah SWT:
"Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta
yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh ibu-bapaknya saja, maka
ibunya mendapat sepertiga".
Ayah itu mempunyai tiga ketentuan: mewarisi dengan jalan fardh, mewarisi
dengan jalan 'ashabah, dan mewarisi dengan jalan fardh dan 'ashabah secara
ber barengan.
- Dengan jalan Fardh:
Ayah mewarisi dengan jalan fardh apabila dia bersama dengan keturunan
(far'un) lelaki satu atau dengan yang lainnya (perempuan). Dalam keadaan
demikian, maka bagian ayah adalah seperenam.
- Dengan jalan 'ashabah:
Ayah mewarisi dengan jalan 'ashobah, jika mayit tidak mempunyai keturunan
(far'un) yang mewarisi, baik laki-laki ataupun perempuan. Dengan demikian,
maka ayah mengambil semua peninggalan bila ia sendirian, atau sisa dari
Ashhaabul Furuudh bila dia bersama dengan salah seorang di antara mereka.
- Dengan jalan fardh dan 'ashobah
Yang demikian terjadi bila dia bersama dengan keturunan perempuan yang
mewarisi. Dalam keadaan yang demikian, ayah mengambil seperenam sebagai
fardh, kemudian mengambil sisa dari Ashhaabul Furuudh sebagai 'ashobah.
11.2. KAKEK YANG SHAHIH
Kakek ada yang shahih dan ada yang fasid. Kakek yang shahih ialah kakek
yang nasabnya dengan mayit tidak diselingi oleh perempuan, misalnya ayah dari
ayah.
Kakek yang fasid ialah kakek yang nasabnya dengan si mayit diselingi oleh
perempuan, misalnya ayah dari ibu. Kakek yang shahih mendapatkan waris
menurut ijma'.
"Dari 'Imran bin Hushain, bahwa seorang laki-laki telah datang kepada
Rosululloh saw, lalu katanya: Sesungguhnya anak laki-laki dari anak laki-lakiku
telah mati, berapakah aku mendapatkan warisannya? Beliau menjawab: "Engkau
mendapatkan seperenam." Ketika orang itu hendak pergi, Beliau memanggilnya
dan berkata:
"Engkau mendapatkan seperenam." Dan ketika orang itu hendak pergi, maka
Beliau memanggilnya dan berkata: "Engkau mendapat seperenam lainnya."
Ketika orang itu hendak pergi, Beliau memanggilnya dan berkata:
"Sesungguhnya seperenam yang lain itu adalah tambahan." (HR Ahmad, Abu
Dawud, dan At-Tirmidzi dan dia menshahihkan
pula).
Hak waris kakek yang shahih itu gugur dengan adanya ayah; dan bila ayah
tidak ada, maka kakek shahih yang menggantikannya, kecuali dalam empat
masalah:
1 Ibu dari ayah itu tidak mewarisi bila ada ayah, sebab ibu dari ayah itu gugur
dengan adanya ayah dan mewarisi bersama kakek.
2 Apabila si mayit meninggalkan ibu-bapak dan seorang dari suami-isteri, maka
ibu mendapatkan sepertiga dari sisa harta sesudah bagian salah seorang dari
suami-isteri. Adapun bila kakek menggantikan ayah, maka ibu mendapatkan
sepertiga dari semua harta. Masalah ini dinamakan masalah 'Umariyah, karena
masalah ini diputuskan oleh 'Umar. Masalah ini juga dinamakan gharraaiyyah
karena terkenalnya bagai bintang pagi. Akan tetapi Ibnu 'Abbas menentang hal
itu, dan katanya: "Sesungguhnya ibu mendapatkan sepertiga dari keseluruhan
harta ; karena firman Allah : 'dan bagi ibunya itu sepertiga'".
3 Bila ayah didapatkan, maka terhalanglah saudara-saudara laki-laki perempuan
sekandung, dan saudara-saudara laki-laki serta saudara-saudara perempuan
sebapak. Adapun kakek, maka mereka tidak terhalang olehnya. Ini adalah
mazhab
Asy-Syafi'i, Abu Yusuf, Muhammad dan Malik. Sedang Abu Hanifah
berpendapat bahwa kakek menghalangi sebagaimana ayah menghalangi
mereka, tidak ada perbedaan antara kakek dan ayah. Undang-undang Warisan
Mesir telah mengambil pendapat yang pertama, dimana dalam pasal 22 terdapat
ketentuan berikut:
"Apabila kakek berkumpul dengan saudara-saudara lelaki dan saudara-saudara
perempuan seibu-sebapak, atau saudara-saudara lelaki dan saudara-saudara
perempuan seayah, maka bagi kakek ini ada dua ketentuan:
Pertama: Dia berbagi sama rata dengan merekan, seperti seorang saudara lakilaki
jika mereka itu laki-laki saja, atau laki-laki dan perempuan,
atau perempuan-perempuan yang digolongkan (di'ashobahkan) dengan
keturunan perempuan.
Kedua : Dia mengambil sisa setelah Ashhaabul Furuudh dengan cara ta'shib,
bila dia bersama dengan saudara-saudara perempuan yang
di'ashobahkan oleh saudara-saudara lelaki, atau di'ashobahkan oleh keturunan
perempuan menurut furudh atau pewarisan dengan jalan ta'shib menurut
ketentuan yang telah dikemukakan itu manjauhkan kakek dari pewarisan
atau mengurangi bagiannya dari seperenam, maka dia dianggap pemilik
dari bagian seperenam. Dan tidak dianggap dalam pembagian masalah
kakek ini, orang yang terhalang dari saudara-saudara lelaki atau
saudara-saudara perempuan sebapak (yang diprioritaskan dalam
masalah ini adalah hanya kakek saja, red).
11.4. SAUDARA LAKI-LAKI/PEREMPUAN SEIBU (KALALAH)
Berfirman Allah SWT:
"Jika seorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan
ayah dan tidak memeninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara lakilaki
(seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi
masing- masing dari kedua jenis saudara iru seperenam harta. Akan tetapi jika
saudara- saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam
yang sepertiga itu" (Surat An-Nisaa ayat 12).
Kalalah adalah orang yang tidak mempunyai ayah dan tidak mempunyai anak,
baik laki-laki maupun perempuan. Dan yang dimaksud saudara laki-laki dan
saudara perempuan dalam ayat ini ialah saudara-saudara seibu. Dari ayat di
atas jelaslah bahwa bagi mereka ada tiga ketentuan:
1 Bahwa seperenam itu untuk satu orang, baik laki-laki maupun perempuan.
2 Bahwa sepertiga itu untuk dua orang atau lebih, baik laki-laki atau perempuan.
3 Mereka tidak mewarisi sesuatu bersama-sama dengan keturunan yang
mewarisi, seperti anak laki-laki dan anak dari anak laki-laki, dan tidak pula
mewarisi bersama dengan ashal (pokok yang menurunkan) yang laki-laki lagi
mewarisi, seperti ayah dan kakek. Maka mereka ini tidak terhalang dengan
adanya ibu atau nenek.
11.5. SUAMI
Allah SWT berfirman :
"Dan magimu (para suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteriisterimu,
jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai
anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkan mereka"
(An-Nisaa : 12)
Ayat ini menyebutkan bahwa bagi suami ada dua ketentuan:
Ketentuan pertama:
Dia mendapatkan warisan separuh, jika tidak ada keturunan yang mewarisi,
yaitu anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, anak perempuan, dan anak
perempuan
dari anak laki-laki sekalipun anak perempuan itu diturunkan oleh anak laki-laki,
baik keturunan itu dari dirinya ataupun dari orang lain.
Ketentuan Kedua :
Dia mendapatkan warisan seperempat jika ada keturunan yang mewarisi.
Adapun
keturunan yang tidak mewarisi, seperti anak perempuan dari anak perempuan,
maka
dia tidak mengurangi bagian suami atau isteri.
11.6. ISTERI
Allah SWT berfirman :
"Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan" (An-Nisaa' : 12).
Dari ayat di atas jelaslah bahwa bagi isteri itu ada dua ketentuan :
Ketentuan Pertama:
Hak memperoleh bagian seperempat bagi isteri terjadi bila tidak ada
keturunan yang mewarisi, baik keturunan itu dari dirinya ataupun dari orang
lain.
Ketentuan Kedua :
Hak memperoleh bagian seperdelapan terjadi bila ada keturunan yang
mewarisi.
Apabila isteri itu berbilang, maka bagi mereka berbagi rata dari seperempat atau
seperdelapan bagian.
ISTERI YANG DICERAI
Isteri yang ditalak (diceraikan) dengan talak raj'ie itu mewarisi dari
suaminya apabila suami mati sebelum habis masa iddahnya. Orang-orang
Hambali
berpendapat bahwa isteri yang ditalak sebelum dicampuri oleh suami yang
mentalaknya di waktu sakit yang menyebabkan kematian, kalau suami mati
karena
sakit, sedang isteri belum menikah lagi, maka isteri itu mendapat warisan.
Demikian pula bila isteri yang ditalak yang telah dicampuri oleh suami yang
mentalaknya, selama dia belum menikah lagi, dan berada dalam masa 'iddah
karena
kematian suami.
Undang-undang yang baru menganggap bahwa isteri yang ditalak bain dalam
keadaan suami sakit yang menyebabkan kematian, maka dia dihukum sebagai
isteri,
jika dia tidak rela ditalak dan suami yang mentalak mati karena penyakit, sedang
dia masih berada dalam masa 'iddahnya.
11.7. ANAK PEREMPUAN YANG SHULBIYAH
Allah SWT berfirman :
"Allah mensyari'atkan bagimu tentang pembagian harta pusaka untuk anakanakmu.
Yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan dua bagian anak perempuan;
dan
jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka duapertiga
dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka dia
memperoleh seperdua harta" (An-Nisaa' 12).
Ayat di atas menunjukkan bahwa anak perempuan yang shulbiyah mempunyai
tiga
ketentuan:
Ketentuan Pertama:
Dia mendapatkan bagian seperdua, apabila anak perempuan itu hanya
seorang
diri.
Ketentuan Kedua :
Bagian duapertiga untuk dua orang anak perempuan atau lebih, bila tidak ada
seorang anak laki-laki atau lebih. Berkata Ibnu Qudamah: Ahli ilmu telah sepakat
bahwa fardh (bagian) dari dua orang anak perempuan adalah duapertiga, kecuali
satu riwayat syadz dari Ibnu 'Abbas. Berkata Ibnu Rusyd: Telah dikatakan bahwa
pendapat yang masyhur dari Ibnu 'Abbas itu seperti pendapat jumhur.
Ketentuan Ketiga :
Mewaris secata ta'shib. Bila dia disertai oleh seorang anak laki-laki atau
lebih banyak, maka cara memperoleh warisannya dengan jalan ta'shib; di dalam
ta'shib bagian seorang laki-laki dua kali bagian seorang perempuan. Denikian
pula bila yang laki-laki dan perempuan itu kedua-duannya banyak.
11.8. HAL-IHWAL SAUDARA PEREMPUAN SEKANDUNG
Allah SWT berfirman:
"Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah
memberi
fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan dia
tidak mempunyai anak dan mepunyai saudara perempuan, maka bagi
saudaranya yang
perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudara yang lakilaki
mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai
anak; akan tetapi jika saudara perempuan itu dua orang; maka bagi keduanya
dua
pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli
waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian
seorang saudara laki-laki sebanyak dua bagian saudara perempuan" (An-Nisa
176).
Rosululloh saw bersabda :
"Jadikanlah saudara-saudara perempuan dan anak-anak perempuan itu satu
'ashobah"
Bagi saudara perempuan sekandung ada lima ketentuan :
1 Separuh bagi seorang saudara perempuan sekandung bila dia tidak disertai
anak
laki-laki, anak laki-laki dari anak laki-laki, ayah, kakek, dan saudara lakilaki
sekandung.
2 Dua pertiga bagi dua orang saudara perempuan sekandung atau lebih bila
tidak
ada laki-laki.
3 Apabila saudara-saudara perempuan itu hanya disertai oleh saudara laki-laki
sekandung dan orang-orang yang telah dikemukakan di atas tidak ada, maka
saudara-saudara perempuan sekandung itu di'ashobahkan; sehingga bagian
dari
seorang laki-laki adalah dua kali bagian seorang perempuan.
4 Saudara-saudara perempuan sekandung menjadi 'ashobah bersama dengan
anak-anak
perempuan atau anak-anak perempuan dari anak-anak laki-laki, sehingga
mereka
mengambil sisa harta sesudah bagian anak-anak perempuan atau anak-anak
perempuan dari anak-anak laki-laki.
5 Saudara-saudara perempuan sekandung itu gugur dengan adanya keturunan
lakilaki
yang mewarisi, seperti anak laki-laki, dan anak laki-laki dari anak lakilaki,
serta pokok (yang menurunkan) laki-laki yang mewarisi, seperti ayah -
menurut kesepakatan - da kakek - menurut Abu Hanifah -. Pendapat Abu
Hanifah
ini berbeda dengan pendapat Abu Yusuf dan Muhammad; dan perbedaan itu
telah
dikemukakan pada pembicarann yang lalu.
11.9. SAUDARA-SAUDARA PEREMPUAN SEAYAH
Bagi Rosululloh-Rosululloh perempuan seayah ada enam ketentuan :
1 Separuh, bila dia sendirian, tidak ada saudara perempuan seayah lainnya,
tidak
ada saudara perempuan yang sekandung.
2 Dua pertiga, untuk dua orang saudara perempuan seayah ataii lebih.
3 Seperenam, bila dia hanya bersama dengan saudara perempuan yang
sekandung,
sebagai penyempurnaan dua pertiga.
4 Mewarisi secara ta'shib bersama orang lain, bila bersamanya (seorang atau
lebih) terdapat seorang anak perempuan atau anak perempuan dari anak lakilaki.
Nereka mendapatkan sisa sesudah bagian anak perempuan atau anak
perempuan dari anak laki-laki.
5 Mereka gugur dengan adanya orang-orang berikut :
a. Pokok atau cabang laki-laki yang mewarisi.
b. Saudara laki-laki sekandung.
c. Saudara perempuan sekandung, bila menjadi 'ashobah oleh sebab anak
perempuan atau anak perempuan dari anak laki-laki, sebab saudara
perempuan
sekandung dalam hal itu menduduki tempat saudara laki-laki sekandung.
Oleh
sebab itu maka dia didahulukan atas saudara laki-laki seayah dan saudara
perempuan seayah, ketika dia menjadi 'ashobah oleh sebab orang lain.
d. Dua orang saudara perempuan sekandung, kecuali bila bersama mereka
terdapat
saudara lelaki seayah, maka mereka di'ashobahkan, sehingga sisanya dibagi:
untuk laki-laki adalah duan bagian seorang perempuan.
Apabila mayit meninggalkan dua orang saudara perempuan sekandung,
saudarasaudara
perempuan seauayh dan seorang saudara laki-laki seayah, maka dua
orang
saudara perempuan sekandung itu mendapat duapertiga, dan sisanya dibagi
antara
saudara-saudara perempuan seayah dan saudara laki-laki seayah dengan
pembagian:
bagian laki-laki dua kali bagian perempuan.
11.10. ANAK-ANAK PEREMPUAN DARI ANAK LAKI-LAKI
Bagi anak-anak perempuan dari anak laki-laki ada lima ketentuan:
1 Separuh, bila anak perempuan dari anak laki-laki itu sendiri saja dan tidak
ada anak laki-laki shulbi.
2 Duaperiga bagi dua orang atau lebih anak perempuan dari anak laki-laki, bila
tidak ada anak laki-laki shulbi.
3 Seperenam bagi seorang atau lebih anak perempuan dari anak laki-laki bila
bersamanya
terdapat anak perempuan shulbiyah sebagai penyempurnaan
duapertiga;
kecuali bila bersama mereka terdapat seorang anak laki-laki yang sederajat
dengan mereka (cucu laki-laki), maka mereka di'ashobahkan; dan sisanya
sesudah
bagian anak perempuan shulbiyah, dibagikan: untuk lelaki dua bagian
perempuan.
4 Mereka tidak mewarisi bila ada anak laki-laki.
5 Mereka tidak mewarisi bila ada dua orang anak perempuan sulbiyah atau lebih,
kecuali bila bersama didapatkan seorang anak laki-laki dari anak laki-laki
yang sederajat dengan mereka (cucu laki-laki) atau lebih rendah dari mereka,
maka mereka di'ashobahkan.
11.11. IBU
Allah SWT berfirman :
"Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta
yang
ditinggalkan, jika yang meninggal mempunyai anak, jika yang meninggalkan itu
tidak mempunyai anak, dan dia diwarisi oleh ibu-bapaknya saja, maka ibunya
mendapapatkan sepertiga. (An-Nisaa' ayat 10).
Bagi ibu itu ada tiga ketentuan :
1 Mendapatkan seperenam, bila dia bersama dengan anak laki-laki atau seorang
anak laki-laki dari anak laki-laki, atau dua orang saudara laki-laki atau
saudara perempuan secara muthlak, baik mereka itu dari fihak ayah dan ibu,
fihak ayah saja ataupun fihak ibu saja.
2 Mendapat sepertiga dari semua harta peninggalan, bila tidak didapatkan
seorangpun dari yang telah dikemukakan (dalam no. 1).
3 Mengambil sepertiga dari sisa harta bila tidak ada orang-orang yang telah
disebutkan tadi sesudah bagian seorang suami-isteri. Yang demikian itu
terdapat dalam dua masalah yang dinamakan gharraiyyah, yaitu :
Pertama: Bila si mayit meninggalkan suami dan dua orang tua.
Kedua : Bila si mayit meninggalkan isteri dan dua orang tua.
11.12. NENEK
Allah SWT berfirman:
"Dari Qubaishah bin Dzuaib, dia berkata: Seorang nenek telah datang
menghadap
Abu Bakr, lalu dia menanyakan tentang warisannya. Abu Bakr menjawab:
"Engkau
tidak mempunyai hak sedikitpun menurut Kitab Allah dan aku tidak tahu
sedikitpun
berapa hakmu di dalam sunnah Rosululloh saw. Maka pulanglah engkau sampai
aku
menanyakan kepada seseorang". Kemudian Abu Bakr menanyakan kepada para
shahabat.
Al-Mughiroh bin Syu'bah menjawab: "Aku pernah menyaksikan Rosululloh saw
memberikan
kepada nenek seperenam fardh". Abu Bakr bertanya: "Apakah ada orang
lain
bersamamu?" Maka berdirilah Muhammad bin Maslamah al-Anshori,
mengatakan seperti
apa yang dikatakan Al-Mughiroh bin Syu'bah. Maka Abu Bakrpun memberikan
seperenam fardh kepada si nenek. Berkata Qubaishah: Kemudian datanglah
seorang
nenek yang lain kepada 'Umar, menanyakan warisannya. 'Umar menjawab:
"Engkau
tidak mempunyai hak sedikitpun menurut kitab Allah, akan tetapi seperenam
itulah. Oleh sebab itu, jika kamu berdua, maka seperenam itupun untuk kamu
berdua. Siapa saja diantara kamu berdua yang sendirian, maka seperenam itu
untuknya". (HR lima orang ahli hadits kecuali An-Nasai, dishahihkan At-Tirmidzi)
Bagi nenek yang shahihah (=nenek yang nasabnya dengan si mayit tidak
diselingi oleh kakek yang fasid. Kakek yang fasid ialah kakek yang nasabnya
dengan si mayit diselingi oleh perempuan , seperti ayah dari ibu) ada tiga
ketentuan :
1 Seperenam bila dia sendirian, dan bila lebih dari satu, maka berserikat di
dalam seperenam itu, dengan syarat sama derajatnya seperti ibu dari ibu dan
ibu dari ayah.
2 Nenek yang dekat dari jihat manapun menghalangi nenek yang jauh, seperti
ibu
dari ibu (nenek) menghalangi ibu dari ibu dari ibu (buyut) dan menghalangi
juga ibu dari ayah dari ayah.
3 Nenek dari jihat manapun gugur dengan adanya ibu; dan nenek dari jihat ayah
gugur dengan adanya ayah, akan tetapi adanya ayah tidak menggugurkan
nenek
dari fihak ibu. Kakek menghalangi ibunya (buyut) sebab ibu kakek gugur
haknya
karena adanya kakek.
12. 'ASHOBAH
12.1. DEFINISI
'Ashobah adalah jamak dari 'aashib, seperti halnya tholabah adalah jamak
dari thoolib. 'Ashabah ini ialah anak turun dan kerabat seorang lelaki dari
fihak ayah. Mereka dinamakan 'ashobah karena kuatnya ikatan antara sebagian
mereka dengan sebagian yang lain.
Kata 'ashobah ini diambil dari ucapan mereka: "Ashobal qoumu bi fulaan",
bila mereka bersekutu dengan si fulan. Maka anak laki-laki adalah satu fihak
dari 'ashobah, dan ayah adalah fihak lain; saudara laki-laki adalah satu segi
dari 'ashobah sedangkan paman (dari fihak ayah) adalah sisi yang lain.
Yang dimaksud dengan 'ashobah disini ialah mereka yang mendapatkan sisa
sesudah Ashhaabul Furuudh mengambil bagian-bagian yang ditentukan bagi
mereka.
Apabila tidak ada sisa sedikitpun dari mereka (ashhaabul furuudh), maka mereka
('ashobah) tidak mendapatkan apa-apa, kecuali bila 'ashib itu seorang anak lakilaki
maka dia tidak akan mendapatkan bagian, bagaimanapun keadaannya.
Dinamakan 'ashobah juga mereka yang berhak atas semua peninggalan bila
tidak
didapatkan seorangpun di antara ashhaabul furuudh, karena hadits yang
diriwayatkan
oleh Al-Bukhori dan Muslim, dari Ibnu 'Abbas, bahwa Nabi saw bersabda:
"Berikanlah bagian-bagian yang telah ditentukan itu kepada pemiliknya yang
berhak menurut nash; dan apa yang tersisa maka berikanlah kepada 'ashobah
lakilaki
yang terdekat kepada si mayit".
Dari Abu Hurairoh ra, bahwa Nabi saw bersabda: "Tidak ada bagi seorang
mukmin
kecuali aku lebih berhak atasnya dalam urusan dunia dan akhiratnya. Bacalah
bila
kamu suka: "Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin daripada diri mereka
sendiri." Oleh sebab itu, siapa saja orang mukmin yang mati dan meninggalkan
harta, maka harta itu diwariskan kepada 'ashobahnya, siapapun mereka itu
adanya.
Dan barang siapa ditinggali hutang atau beban keluarga oleh si mayit, maka
hendaklah dia datang kepadaku, karena akulah maulanya."
12.2. PEMBAGIAN 'ASHOBAH
'Ashobah itu dibagi menjadi dua bagian :
1 'Ashobah Nasabiyah,
2 'Ashobah Sababiyah.
12.3. 'ASHOBAH NASABIYAH
'Ashobah Nasabiyah ada tiga golongan :
1 'Ashobah binafsih
2 'Ashobah bighoirih
3 'Ashobah ma'aghoirih.
12.4. 'ASHOBAH BINAFSIH
'Ashobah binafsih ialah semua orang laki-laki yang nasabnya dengan si mayit
tidak diselingi oleh perempuan. 'Ashobah binafsih ada empat golongan:
1 Bunuwwah (keanakan), dianamakan juz-ul mayyit.
2 Ubuwwah (keayahan), dinamakan ashlul mayyit.
3 Ukhuwwah (kesaudaraan), dinamakan juz-u abiih.
4 Umumah (kepamanan), dinamakan juz-ul jadd.
12.5. 'ASHOBAH BIGHOIRIH
'Ashobah bighoirih adalah perempuan yang bagiannya separuh dalam
keadaan
sendirian, dan duapertiga bila bersama dengan saudara perempuannya atau
lebih.
Apabila bersama perempuan atau perempuan-perempuan itu terdapat seorang
saudara
laki-laki, maka di saat itu mereka semuanya menjadi 'Ashobah dengan adanya
saudara laki-laki tersebut. Perempuan-perempuan yang menjadi 'Ashobah
bighoirih
ada empat :
1 Seorang anak perempuan atau anak-anak perempuan,
2 Seorang anak perempuan atau anak-anak perempuan dari anak laki-laki,
3 Seorang saudara perempuan atau saudara-saudara perempuan sekandung,
4 Seorang saudara perempuan atau saudara-saudara perempuan seayah.
Setiap golongan dari keempat golongan ini menjadi 'Ashobah bersama orang
lain, yaitu saudara laki-laki. Pewarisan diantara mereka adalah laki-laki
mendapat dua bagian perempuan.
Perempuan-perempuan yang tidak mendapatkan bagian (fardh) bila tidak ada
saudara laki-lakinya yang 'ashib (menjadi 'ashobah) itu tidak menjadi 'ashobah
bighoirih di saat adanya saudara laki-laki. Sebab seandainya seseorang itu mati
sedang dia meninggalkan seorang paman atau bibi (dari fihak ayah), maka
semua
hartanya itu untuk paman, sedang bibi tidak mendapatkan dan tidak menjadi
'ashobah bersama saudara laki-lakinya; sebab bibi itu tidak mendapatkan bagian
bila tidak bersama saudara laki-lakinya. Demikian pula anak laki-laki dari
saudara laki-laki bersama anak perempuan dari saudara lelaki.
12.6. 'ASHOBAH MA'AGHOIRIH
'Ashobah ma'aghoirih ialah setiap perempuan yang memerlukan perempuan
lain
untuk menjadi 'Ashobah. 'Ashobah ma'aghoirih ini terbatas hanya pada dua
golongan dari perempuan, yaitu :
1 Saudara perempuan sekandung atau saudara-saudara perempuan sekandung
bersama
dengan anak perempuan atau anak perempuan dari anak laki-laki.
2 Saudara perempuan seayah atau saudara-saudara perempuan seayah
bersama dengan
anak perempuan atau anak perempuan dari anak laki-laki; mereka
mendapatkan
sisa peninggalan sesudah furudh.
12.7. CARA PEWARISAN 'ASHOBAH BINAFSIH
Pada fasal terdahulu telah dikemukakan cara pewarisan untuk 'ashobah bighoirih
dan 'ashobah ma'aghoirih. Adapun cara pewarisan 'ashobah binafsih,
maka
akan kami jelaskan sebagai berikut :
'Ashobah binafsih ada empat golongan, dan mewarisi menurut tertib berikut:
1 Bunuwwah
meliputi anak-anak laki-laki dan anak laki-laki dari anak laki-laki dan
seterusnya ke bawah.
2 Bila jihat bunuwwah tidak didapatkan, maka peninggalan atau sisanya itu berpindah
ke jihat ubuwwah yang meliputi ayah dan kakek shahih seterusnya
keatas.
3 Bila tidak ada seorangpun dari jihat ubuwwah, maka peninggalan atau sisanya
berpindah ke ukhuwwah. Ukhuwwah ini meliputu saudara-saudara laki-laki
sekandung, saudara-saudara laki-laki seayah, anak laki-laki dari saudara
laki-laki sekandung, anak-anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah, dan
seterusnya ke bawah.
Note: Sekandung = seibu-seayah.
4 Bila tidak ada seorang pun dari jihat ukhuwwah, maka peninggalan atau
sisanya
berpindah ke jihat 'umumah tanpa ada perbedaan antara 'umumah si mayit itu
sendiri dengan 'umumah ayahnya atau 'umumah kakeknya; hanya saja
'umumah si
mayit didahulukan atas 'umumah ayahnya, dan 'umumah ayahnya didahulukan
atas
'umumah kakeknya, dan begitu seterusnya.
Bila didapatkan sejumlah orang dari satu tingkatan, maka yang paling berhak
untuk mendapatkan warisan adalah mereka yang paling dekat kepada si mayit.
Bila terdapat sejumlah orang yang sama hubungan nasabnya dengan si mayit
dari segi jihat dan derajat, maka yang paling berhak mendapatkan warisan
adalah
mereka yang paling kuat hubungan kekerabatannya dengan si mayit.
Apabila mayit meninggalkan sejumlah orang yang sama nasab mereka
kepada
dirinya dari segi jihat, derajat dan kekuatan, hubungan, maka mereka samasama
berhak untuk mendapatkan warisan sesuai dengan kepala mereka.
Inilah makna dari ucapan fuqoha: "Sesungguhnya pendahuluan di dalam
'ashobah
binafsih adalah dengan jihat. Bila jihatnya sama, maka dengan derajat. Bila
derajatnya sama, maka dengan kekuatan hubungan. Bila mereka sama dalam
jihat,
derajat dan kekuatan hubungan, maka mereka sama-sama berhak untuk
mendapatkan
warisan dan peninggalan itu dibagi rata diantara mereka menurut jumlah mereka.
12.8. 'ASHOBAH SABABIYAH
'Ashib Sababi adalah maula (tuan) yang memerdekakan. Bila orang yang
memerdekakan tidak ada, maka warisan itu bagi 'ashobahnya yang laki-laki.
13. HAJBU DAN HIRMAN
13.1. DEFINISI
Hajbu menurut bahasa berarti man'u: menghalangi, mencegah. Maksudnya
adalah
terhalangnya seseorang tertentu dari semua atau sebagian warisannya karena
adanya orang lain.
Hirman ialah terhalangnya seseorang tertentu dari warisannya karena terjadi
penghalang pewarisan, seperti membunuh dan lain-lainnya.
13.2. PEMBAGIAN HAJBU
Hajbu ada dua macam :
1 Hajbu Nuqshoon,
2 Hajbu Hirman
Hajbu Nuqshon ialah berkurangnya warisan salah seorang ahli waris karena
adanya orang lain. Hajbu Nuqshon ini terjadi pada lima orang :
1 Suami terhalang dari separuh menjadi seperempat di waktu ada anak laki-laki.
2 Isteri terhalang dari seperempat menjadi seperdelapan di waktu ada anak lelaki
3 Ibu terhalang dari sepertig menjadi seperenam di waktu ada keturunan yang
mewarisi.
4 Anak perempuan dari anak laki-laki.
5 Saudara perempuan seayah.
Adapun Hajbu Hirman adalah terhalangnya semua warisan bagi seseorang
karena
adanya orang lain, seperti terhalangnya warisan bagi saudara laki-laki di waktu
adanya anak laki-laki. Hajbu Hirman ini tidak termasuk ke dalam warisan dari
enam orang pewaris, sekalipun mereka bisa terhalang oleh Hajbu nuqshon.
Mereka itu adalah :
1 & 2 Kedua orang tua, yaitu ayah dan ibu,
3 & 4 Kedua orang tua, yaitu anak laki-laki dan anak perempuan ,
5 & 6 Dua orang suami-isteri.
Hajbu Hirman itu masuk ke dalam ahli waris selain dari keenam ahli waris
tersebut di atas.
Hajbu Hirman ditegakkan atas dia asa:
1 Bahwa setiap orang mempunyai hubungan dengan si mayit karena adanya
orang lain
itu, dia tidak mewarisi bila orang tersebut itu ada. Misalnya anak laki-laki
dari anak laki-laki itu tidak mewarisi bersama dengan adanya anak laki-laki,
kecuali anak-anak laki-laki dari ibu, maka mereka itu mewarisi bersama mereka
ibu, padahal mereka mempunyai hubungan dengan si mayit karena dia.
2 Orang yang lebih dekat itu didahulukan atas orang yang lebih jauh, maka anak
laki-laki menghalangi anak laki-laki dari saudara laki-laki. Apabila mereka
sama dalam derajat, maka ditarjih (diseleksi) dengan kekuatan hubungan kekerabatannya,
sperti saudara laki-laki sekandung menghalangi saudara laki-laki
seayah.
13.3. PERBEDAAN ANTARA MAHRUM DAN MAHJUUB
Perbedaan antara mahrum dan mahjub itu kelihatan jelas dalam dua hal
berikut
1 Mahrum sama sekali tidak berhak untuk mewarisi, seperti orang yang
membunuh
(orang yang mewariskan). Sedang mahjub itu berhak mendapatkan warisan,
akan
tetapi dia terhalang karena adanya orang lain yang lebih utama darinya untuk
mendapatkan warisan.
2 Orang yang mahrum dari warisan itu tidak mempengaruhi orang lain, maka dia
tidak menghalanginya sama sekali, bahkan dia dianggap seperti tidak ada saja.
Misalnya bila seseorang mati dan meninggalkan seorang anak laki-laki kafir
dan seorang saudara laki-laki muslim; maka warisan itu semua adalah bagi
saudara laki-laki, sedang anak laki-laki tidak mendapatkan apa-apa.
Adapun orang yang mahjub (terhalang), maka terkadang dia mempengaruhi
orang
lain, dia menghijabnya baik dengan Hajbu hirman ataupun hajbu Nuqshon.
Misalnya, dua tahu lebih saudara-saudara laki-laki bersama dengan adanya
ayah
dan ibu. Keduanya (saudara laki-laki) tidak mewarisi karena adanya ayah; dan
keduanya (ayah dan saudara laki-laki) menghijab ibu dari menerima sepertiga
menjadi seperenam.
14. 'AUL
14.1. DEFINISI
'Aul menurut bahasa berarti irtifa': mengangkat. Dikatakan 'aalal miizaan
bila timbangan itu naik, terangkat. Kata 'aul ini terkadang berarti cenderung
kepada perbuatan aniaya (curang). Arti ini ditunjukkan dalam firman Allah SWT:
"Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya (ta'uuluu)"
(S. An-Nisaa' ayat 3).
Menurut para fuqoha, 'aul ialah bertambahnya saham dzawul furudh dan
berkurangnya kadar penerimaan warisan mereka.
Diriwayatkan bahwa faridhah (pembagian) harta pertama yang mengalami 'aul
di dalam Islam itu diajukan kepada 'Umar ra. Maka dia memutuskan dengan 'aul
pada suami dan dua orang saudara perempuan. Dia berkata kepada para
sahabat yang
ada di sisinya:
"Jika aku mulai memberikan kepada suami atau dua orang saudara perempuan,
maka
tidak ada hak yang sempurna bagi yang lain. Maka berilah aku pertimbangan.
Maka
'Abbas bin 'Abdul Mutholib pun memberikan ertimbangan kepadanya dengan
'aul.
Dikatakan pula bahwa yang memberikan pertimbangan itu ialah 'Ali. Sementara
yang
mengatakan bahwa yang memberikan pertimbangan ialah Zaid bin Tsabit.
14.2. CONTOH-CONTOH MASALAH 'AUL
1 Telah mati seorang perempuan dengan meninggalkan seorang suami, dua
orang
saudara perempuan sekandung, dua orang saudara perempuan seibu dan ibu.
Masalah
demikian dianamakan masalah Syuraihiyyah, sebab si suami itu mencaci-maki
Syuraih, hakim yang terkenal itu, dimana si suami diberi bagian tiga persepuluh
oleh Syuraih. Lalu dia mengelilingi kabilah-kabilah sambil mengatakan: "Syuraih
tidak memberikan kepadaku separuh dan tidak pula sepertiga." Ketika Syuraih
mengetahui hal itu, dia memanggilnya untuk menghadap, dan memberikan
hukuman
ta'zir kepadanya. Kata Syuraih: "Engkau buruk bicara, dan menyembunyikan
'aul."
2 Seorang suami talah mati, sedang dia meninggalkan seorang isteri, dua orang
anak perempuan, seorang ayah, dan seorang Ibu. Masalah ini dinamakan
masalah
mimbariyyah, sebab Sayyidina 'Ali ra tengah berada di atas mimbar di Kufah,
dan
dia mengatakan di dalam khutbahnya: "Segala puji bagi Allah yang telah
memutuskan
dengan kebenaran secara pasti, dan membalas setiap orang dengan apa
yang dia
usahakan, dan kepada-Nya tempat berpulang dan kembali," lalu beliau ditanya
tentang masalah itu, maka beliau menjawab di tengah-tengah khutbahnya: "Dan
isteri itu, seperdelapan menjadi sepersembilan," kemudian beliau melanjutkan
khutbahnya.
Masalah-masalah yang dimasuki oleh Allah itu ialah masalah-masalah yang
pokok (ashal)-nya : 6 - 12 - 24.
Enam terkadang ddibesarkan menjadi tujuh, atau delapan, atau sembilan, atau
sepuluh. Dan duabelas dibesarkan menjadi tiga belas, lima belas, atau tujuh
belas. Dan dua puluh empat tidak dibesarkan kecuali menjadi dua puluh tujuh.
Masalah-masalah yang tidak dimasuki Allah sama sekali ialah masalahmasalah
yang pokok (ashal)-nya: 2, 3, 4, 8.
Undang-undang Warisan Mesir menetapkan Allah pada fasal lima belas, dan
nashnya sebagai berikut: "Apabila bagian-bagian ashhaabul furuudh melebihi
harta
peninggalan, maka harta peninggalan itu dibagi di antara mereka menurut
perbandingan bagian-bagian mereka di dalam pewarisan."
14.3. CARA PEMECAHAN MASALAH-MASALAH 'AUL
Cara pemecahan masalah-masalah Allah ialah harus mengetahui pokok
masalah,
yakni yang menimbulkan masalah itu, dan mengetahui saham-saham setiap
ashhaabul
furuudh serta mengabaikan pokonya. Kemudian bagian-bagian mereka
dikumpulkan,
dan kumpulan itu dijadikan sebagai pokok. Lalu peninggalan dibagi atas dasar
itu. Dan dengan demikian, maka akan terjadi kekurangan bagi setiap orang
sesuai
dengan sahamnya. Di dalam masalah ini tidak ada kezaliman dan kecurangan.
Misalnya, bagi suami dan dua orang saudara perempuan sekandung, maka
pokok
masalahnya adalah enam, untuk suami separuh, yaitu tiga, dan untuk dua orang
saudara perempuan sekandung duapertiga, yaitu empat. Maka jumlahnya
menjadi
tujuh. Dan tujuh itulah yang menjadi dasar pembagian harta peninggalan.
15. RODD
15.1. DEFINISI
Kata radd berarti i'aadah: mengembalikan. Dikatakan rodda 'alaihi haqqoh
artinya a'aadahu ilaih: dia mengembalikan haknya kepadanya. Dan kata radd
juga
berarti sharf: memulangkan kembali. Dikatakan rodda 'anhu kaida 'aduwwih: dia
memulangkan kembali tipu muslihat musuhnya.
Yang dimaksud radd menurut para fuqoha ialah pengembalian apa yang
tersisa
dari bagian dzawul furudh nasabiyah kepada mereka sesuai dengan besar
kecilnya
bagian mereka bila tidak ada orang lain yang berhak untuk menerimanya.
15.2. RUKUNNYA
Radd tidak akan terjadi kecuali bila ada tiga rukun:
1 Adanya ashhaabul furuudh,
2 Adanya sisa peninggalan,
3 Tidak adanya ahli waris 'ashobah.
15.3. PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG RADD
Tidak ada nash yang menjadi rujukan masalah radd; oleh sebab itu para
ulama
berselisih pendapat tentang radd ini.
Di antara mereka ada yang berpendapat tentang tidak adanya radd terhadap
seorang pun di antara ashhaabul furuudh; dan sisa harta sesudah ashhaabul
furuudh mengambil furudh (bagian-bagian) mereka itu diserahkan kepada
baitulmal
bila tidak ada ahli waris 'ashobah.
Ada pula yang berpendapat tentang adanya radd bagi ashhaabul furuudh,
bahkan
sampai pada suami-isteri menurut kadar bagian masing-masing.
Sedang pendapat lain adalah radd itu diberikan kepada semua ashhaabul
furuudh, kecuali suami-isteri, ayah dan kakek.
Maka radd diberikan kepada delapan golongan sebagai berikut:
1 Anak perempuan
2 Anak perempuan dari anak laki-laki
3 Saudara perempuan sekandung
4 Saudara perempuan seayah
5 Ibu
6 Nenek
7 Saudara laki-laki seibu
8 Saudara perempuan seibu.
Pendapat inilah pendapat yang terpilih. Ini adalah pendapat 'Umar, 'Ali,
jumhur sahabat dan tabi'in. Dan inilah mazhab Abu Hanifah, Ahmad, dan
pendapat
yang dipegang bagi aliran Syafi'i, serta sebagian pengikut Malik, ketika baitulmal
rusak.
Mereka berkata: Radd itu tidak diberikan kepada suami-isteri karena radd
dimiliki dengan jalan rahim, sedang suami-isteri tidak mempunyai hubungan
rahim
kecuali hanya sebab perkawinan. Radd juga tidak diberikan kepada ayah dan
kakek
karena radd itu ada bila tidak ada ahli waris 'ashobah, sedang ayah dan kakek
termasuk ahli waris 'ashobah yang mengambil sisa dengan jalan ta'shib dan
bukan
dengan cara radd.
Undang-undang Waris Mesir mengambil pendapat ini, kecuali dalam satu
masalah, maka ia mengambil pendapat 'Utsman. Undang-undang itu
menetapkan adanya
radd bagi salah seorang suami-isteri, maka suami/isteri yang hidup mengambil
bagian dengan cara fardh dan radd. Radd terhadap seorang dari suami-isteri di
dalam undang-undang itu sesudah dzawul arham. Dalam fasal 30 terdapat
ketentuan
sebagai berikut: "Apabila furudh tidak dapat menghabiskan harta peninggalan
dan tidak terdapat 'ashobah nasab, maka sisanya dikembalikan kepada selain
suami-isteri dari golongan ashhaabul furuudh, menurut perbandingan furudh
mereka. Dan sisa dari harta peninggalan sikembalikan kepada salah seorang
suamiisteri,
bila tidak didapatkan 'ashobah nasab atau salah seorang ashhaabul
furuudh nasabiyah atau seorang dzawul arhaam."
15.4. CARA MEMECAHKAN MASALAH-MASALAH RADD
Caranya ialah bila bersama ashhaabul furuudh didapatkan orang yang tidak
mendapatkan radd berupa salah seorang suami-isteri, maka salah seorang
suamiisteri
mengambil fardhnya dari pokok harta peninggalan. Dan sisa sesudah fardh
ini adalah untuk ashhaabul furuudh sesuai dengan jumlah mereka bila mereka
terdiri dari satu golongan, baik yang ada itu hanya salah seorang diantara
mereka seperti anak perempuan. Apabila ashhaabul furuudh itu lebih banyak
dari
satu golongan, seperti seorang ibu dan seorang anak perempuan, maka sisanya
dibagikan kepada mereka sesuai dengan fardh mereka dan dikembalikan
kepada
mereka sesuai dengan perbandingan fardh mereka pula.
Adapun bila bersama ashhaabul furuudh tidak didapatkan salah seorang
suamiisteri,
maka sisa harta peninggalan sesudah fardh mereka dikembalikan kepada
mereka sesuai dengan jumlah mereka, bila mereka itu terdiri dari satu golongan,
baik yang ada di antara golongan itu hanya seorang ataupun banyak.
Apabila ashhaabul furuudh itu lebih dari satu golongan, maka sisanya dikembalikan
kepada mereka sesuai dengan perbandingan fardh mereka. Dengan
demikian maka
bagian dari setiap ashhaabul furuudh itu bertambah sesuai dengan melimpahnya
harta; sehingga dia mendapatkan sejumlah warisan yang berupa fardh dan radd.
16. KANDUNGAN (HAMLU)
Kandungan (hamlu) adalah anak yang dikandung di perut ibu. Kami akan
membicarakan
kandungan di sini dari segi pewarisan dan lamanya kandungan.
16.1. HUKUMNYA DALAM PEWARISAN
Kandungan itu adakalanya lahir dari perut ibu dan adakalanya tetap di dalam
perutnya. Masing-masing dari dua keadaan ini mempunyai hukum-hukumnya
sendiri,
dan akan kami sebutkan berikut ini :
16.2. KANDUNGAN YANG LAHIR DARI PERUT IBU
Apabila kandungan lahir dari perut ibu, maka adakalanya ia lahir dalam
keadaan hidup dan adakalanya dalam keadaan mati. Apabila ia lahir dalam
keadaan
mati, maka kemungkinan lahirnya bukan karena tindak pidana dan permusuhan
terhadap
sang ibu, dan kemungkinan disebabkan tindak pidana terhadap sang ibu.
Apabila dia lahir dalam keadaan hidup, maka dia mewarisi dan diwarisi oleh
orang lain; karena adanya riwayat dari Abu Hurairoh bahwa Nabi saw bersabda:
"Apabila anak yang dilahirkan itu menangis, maka dia diberi warisan".
Istihlaal artinya jeritan tangisan bayi; maksudnya ialah bila nyata
kehidupan anaka yang lahir itu, maka dia diberi warisan. Tandanya hidup ialah
suara, nafas, bersin, atau yang serupa dengan itu. Ini adalah pendapat
Ats-Tsauri, Al-Auza'i, Asy-Syafi'i dan sahabat-sahabat Abu Hanifah.
Apabila kandungan lahir dalam keadaan mati bukan karena tindak pidana
yang
dilakukan terhadap ibunya, menurut kesepakatan, dia tidak mewarisi dan tidak
pula diwarisi.
Apabila dia lahir dalam keadaan mati disebabkan tindak pidana yang dilakukan
terhadap ibunya, maka dalam keadaan demikian, dia mewarisi dan diwarisi
menurut orang-orang Hanafi.
Sedang mazhab Syafi'i, Hambali, dan Malik berpendapat bahwa dia tidak
mewarisi sedikitpun, akan tetapi dia mendapatkan ganti rugi saja karena darurat.
Dia tidak mendapatkan selain itu. Ganti rugi ini diwarisi oleh setiap orang yang
berhak mendapat warisan darinya.
Al-Laits bin Sa'd dan Robi'ah bin 'Abdurrahman berpendapat bahwa janin itu
bila lahir dalam keadaan mati disebabkan tindak pidana terhadap ibunya, maka
dia
tidak mewarisi dan tidak pula diwarisi; akn tetapi iibunya mendapat ganti rugi.
Ganti rugi itu diberikan kepada ibunya, karena tindak pidana itu menimpa
sebagian dari dirinya, yaitu si janin. Dan bila tindak pidana itu hanya menimpa
diri si ibu saja, maka ganti ruginya pun hanya untuk dirinya. Undang-undang
Warisan Mesir mengambil pendapat ini.
16.3. KANDUNGAN YANG BERADA DALAM PERUT IBU
1 Kandungan yang masih berada dalam perut ibu tidak bisa menahan
sebagian
harta peninggalan, bila dia bukan pewaris atau terhalang oleh orang lain dalam
segala keadaan. Apabila seseorang mati dan meninggalkan seorang isteri,
seorang
ayah dan seorang ibu yang hamil yang bukan dari ayahnya, maka kandungan
yang
demikian tidak mendapatkan warisan; sebab dia tidak akan keluar dari
keadaannya
sebagai saudara laki-laki atau saudara perempuan seibu, sedang saudara lakilaki
atau saudara perempuan seibu tidak mewarisi dengan adanya ayah.
2 Semua harta peninggalan ditahan sampai kandungan dilahirkan, bila dia
pewaris dan tidak ada seorang pewarispun yang ada bersamanya, atau ada
seorang
pewaris tetapi terhalang olehnya. Demikian kesepakatan para fuqoha.
Demikian pula semua harta peninggalan ditahan bila bersamanya terdapat ahli
waris yang tidak terhalang, akan tetapi mereka semua merelakan baik secara
terang-terangan maupun tersembunyi, untuk tidak membagi warisan secara
segera,
misalnya mereka diam saja atau tidak menuntutnya.
3 Setiap ahli warisyang mempunyai fardh (bagian) tidak berubah dengan
berubahnya kandungan, maka dia mendapatkan bagiannya secara sempurna,
dan sisanya
ditahan.
Misalnya, bila si mayit meninggalkan seorang nenenk dan seorang isteri yang
hamil, maka nenek mendapatkan bagian seperenam karena bagiannya tidak
berubah,
baik anak yang akan dilahirkan itu laki-laki ataupun perempuan.
4 Pewaris yang gugur dengan salah satu dari dua keadaan kandungan dan
tidak
gugur dengan keadaan lain, tidak diberi bagian sedikitpun karena hak kewarisannya
itu meragukan.
Misalnya, bila mayit meninggalkan seorang isteri yang hamil dan seorang
saudara
laki-laki, maka saudara laki-laki itu tidak mendapatkan sesuatu, sebab mungkin
kandungan yang akan lahir itu laki-laki. Demikian mazhab jumhur.
5 Ashabul furudh yang berubah bagiannya karena kandungan yang akan
dilahirkan
itu laki-laki atau perempuan, diberi bagian yang minimal dari dua
kemungkinan tersebut, dan yang di dalam kandungan diberi bagian yang
maksimal
dari kedua kemungkinan di atas kemudian ditahan sampai ia lahir. Bila
kandungan
yang dilahirkan itu hidup, dan ternyata ia berhak memperoleh bagian yang lebih
besar, maka tinggal mengambilnya. Dan bila dia tidak merhak memperoleh
bagian
yang lebih besar dan hany berhak memperoleh bagian yang minimal, maka dia
mengambilnya;
dan sisanya dikembalikan kepada ahli waris. Apabila dia lahir dalam
keadaan mati, maka dia tidak berhak sedikitpun; dan semua harta peninggalan
dibagikan kepada ahli waris tanpa memeperhatikan kandungan itu.
16.4. BATAS WAKTU MAKSIMAL DAN MINIMAL BAGI KANDUNGAN
Batas waktu minimal terbentuknya janin dan dilahirkan dalam keadaan hidup
adalah enam bulan, karena firman Allah SWT:
"Dan mengadungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan" (S. Al-
Ahqoof 15)
"Dan menyapihnya dalam dua tahun" (S. Luqmaan 14).
Apabila menyapihnya dua tahun, maka tidak ada sia lagi selain enam bulan
untuk mengandung. Inilah pendapat yang dianut oleh jumhur fuqoha.
Berkata Al-Kamal ibnul Hamam, salah seorang imam golongan Hanafi,
"Sesungguhnya
kebiasaan yang berlaku ialah bahwa keadaan kandungan itu lebih
banyak
dari enam bulan, bahkan mungkin sampai bertahun-tahun pun tidak didengar
adanya
kelahiran kandungan dalam umur enam bulan."
Pendapat sebagian orang-orang Hambali ialah batas waktu minimal dari
kandungan adalah sembilan bulan.
Undang-undang Warisan Mesir bertentangan dengan pendapat jumhur ulama
dan
mengambil pendapat dari sebagian orang-orang Hambali dan pendapat para
dokter
resmi, yaitu bahwa batas minimal dari kandungan adalah sembilan bulan
Qomariyah
yakni 270 hari, karena yang demikian itu sesuai dengan apa yang banyak sekali
terjadi.
Sebagaimana mereka berselisih pendapat tentang batas minimal waktu
mengandung, maka merekapun berselisih pula tentang batas maksimalnya. Di
antara
mereka ada yang berpendapat dua tahun. Ada pula yang berpendapat sembilan
bulan.
Sedang yang lainnya mengatakan satu tahun Qomariyah (354 hari). Dan
undangundang
yang disarankan oleh para dokter resmi.
Maka disebutkanlah bahwa batas waktu maksimal dari kandungan adalah satu
tahun
Syamsiyyah (365 hari); dan yang demikian ini dipegangi dalam menatapkan
nasab,
pewarisan, wakaf dan wasiat.
Adapun undang-undang warisan, maka ia mengambil pendapat Abu Yusuf
yang
memberikan fatwa pada mazhab bahwa kandungan itu diberi bagian maksimal
dari
dua kemungkinan dan mengambil pendapat tiga orang imam dalam
mempersyaratkan
dilahirkannya kandungan secara keseluruhan dalam keadaan hidup untuk dapat
memperoleh hak warisannya.
Undang-undang juga mengambil pendapat Muhammad ibnul Hikam yang
menyatakan
bahwa kandungan itu tidak mewarisi kecuali bila dia dilahirkan dalam batas
waktu satu tahun sejak tanggal kematian atau perceraian antara ayahnya dan
ibunya.
Termuat dalam fasal-fasal 42, 43, dan 44 sebagai berikut :
Fasal 42: Ditahan demi kandungan harta peninggalan si mayit yaitu dua bagian
maksimal menurut perkiraan bahwa yang dilahirkan itu laki-laki atau perempuan.
Fasal 43: Bila seorang laki-laki mati dengan meninggalkan isterinya yang sedang
'iddah, maka kandungannya tidak dapat mewarisi kecuali bila dia dilahirkan
dalam keadaan hidup, dan masa kelahiran maksimal 365 haridari tanggal
kematian
atau perceraian. Kandungan tidak mewarisi selain ayahnya, kecuali dalam dua
keadaan berikut :
1 Bila dia dilahirkan dalam keadaan hidup dalam batas waktu maksimal 365 hari
dari tanggal kematian atau perceraian, bila ibunya ber'iddah karena kematian
atau perceraian, dan orang yang mewariskan mati di tengah 'iddah.
2 Bila dia dilahirkan dalam keadaan hidup dalam batas waktu maksimal 270 hari
dari tanggal kematian orang yang mewariskan, jika dia lahir dari perkawinan
yang masih utuh di saat kematian.
Fasal 44: Apabila yang ditahan untuk kandungan itu kurang dari hak yang
semestinya
diterima, maka ahli warisyang mendapatkan bagian wajib mengembalikan
sisanya untuk sang janin. Dan bola yang ditahan untuk kandungan itu lebih dari
hak yang semestinya diterima, maka kelebihan itu dikembalikan kepada ahli
waris
yang berhak menerimanya.
Sumber : Fiqh Sunnah jilid 14
Karangan : As-Sayyid Sabiq
Cetakan 2 -- Bandung: Alma'arif, 1988