ASSALAMU ALAIKUM

SELAMAT DATANG DI IQBAL'S BLOG

Rabu, 10 Februari 2010

URGENSI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM PERSPEKTIF SYSTEM PENDIDIKAN NASIONAL

URGENSI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM
PERSPEKTIF SYSTEM PENDIDIKAN NASIONAL


A. Kehidupan Bangsa-bangsa

1. Suku Bangsa Di Indonesia

Secara teoritis jika dipinjang pengkategorisasian zona Indonesia ke dalam daerah-daerah adat (custom area) oleh B.ter Haar 1948 dalam bukunya “Adat Law in Indonesia”, ditemukan 19 daerah . Koentjaraningrat mendatanya ke dalam 139 Suku Bangsa yang terdapat di Indonesia sejak dari Sabang sampai Merauke. Oleh H.A.R. Tilaar mengutipkan tulisan Hidayah (1997) lalu menyatakan ada sekitar 600 Suku Bangsa di Indonesia. Proposisi ini semua tidak cukup rinci mendiskripsi persebaran tersebut. Adapun yang lebih rinci dalam penamaan serta penggambaran sosial budayanya adalah yang diteliti dan ditulis oleh oleh M. Yunus Melalatoa dalam bukunya Ensiklopedi Suku-Suku Bangsa di Indonesia. Dinyatakan bahwa di Indonesia terdapat 436 suku bangsa .
Secara fenomenal mulai dari pergaulan sehari-hari di lingkungan rumah dan masyarakat kampung, di sekolah hingga di kelas, pada masyarakat lebih luas, saat kunjung-mengunjungi ke lain kecamatan, kabupaten bahkan provinsi sampai ke ibu kota, akan ketemu dengan berbagai suku bangsa dari 436 suku bangsa tadi. Untuk mudah menyesuaian diri dalam pergaulan pasti sangat diperlukan pembekalan yang sempurna lewat pembelajaran dan pengalaman yang mantap. Agar mencapai maksud ini perlu di setting dalam sistem pendidikan.

2. Pergaulan Lintas Negara-Negara Lain di Dunia

Kita tidak dapat secara rinci menuangkan disini suku-suku bangsa yang ada di benua eropa, amerika, afrika, timur tengah, dan asia. Namun pasti lebih banyak lagi dibandingkan dengan suku-suku bangsa di Indonesia. Secara fenomenal warga Indonesia, pasti ada yang saling kunjung-mengunjungi baik dalam fungsi belajar, touris, bekerja, olah raga, ibadah, atau even lainnya. Selain pemahaman serta kemahiran berbahasa yang mesti dikuasai tentu juga dituntut memahami kehidupan sosial budaya yang terdapat pada masyarakat lintas negara tersebut untuk kepentingan penyesuaian diri. Sudah barang tentu untuk itu perlu bekal ilmu dan pengalaman pembelajaran tentang kultural dan multikultural.


B. Multikultural Dalam Esensi Regulasi Pendidikan di Indonesia

1. Perspektif Undang-Undang
a. Falsafah Negara ”Pancasila” Dan Pembukaan UUD 1945
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permysyawaratan/Perwakilan
5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Dari sini susunan tadi terlihat nilai dan norma terkait multikultural ”kemanusiaan” , ”persatuan” dan ”kerakyatan”. Yaitu ketiga konsep ini menunjukkan adanya fenomena perbedaan budaya yang harus dihargai untuk keutuhan berbangsa dan bernegara serta lintas negara.

b. UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 dirinci komponennya a.l :

“1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk wewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara;
2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman
3. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
16. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan oleh, dan untuk masyarakat”

Dalam Bab II Dasar, Fungsi, Dan Tujuan Pasal 3 dirinci esensinya sbb ”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”

Dalam Bab III Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan pada Pasal 4 dinyatakan a.l :

“1. Pendidikian diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
2. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna
3. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat
4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan menegembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran
5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat
6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan


c. UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Dalam Bab III Prinsip Profesional Pasal 7 Ayat (2) dinyatakan “Pemberdayaan profesi guru dan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa dan kode etik profesi”.

Dalam Bab IV Guru pasal 8 dinyatakan “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki memampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.

d. PP RI No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan

Dalam Bab III Standar Isi Bagian Kedua Kerangka dasar Struktur Kurikulum pasal 7 dinyatakan sbb:

“1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan, dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.

2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.
3) Kelompok mata ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu penegetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, ketrampilan/kejuruan, dan muatan lokal yantg relevan.
4) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMP/MTs/SMPLB/Paket B, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, ketrampilan/kejujuran, dan/atau tekhnologi informasi dan komunikasi serta muatan lokal yang relevan.

5) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMA/MA/SMALB/Paket C, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, ketrampilan/ kejujuran, tekhnologi informasi dan komunikasi serta muatan lokal yang relevan.

6) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, ketrampilan/kejujuran, tekhnologi informasi dan komunikasi serta muatan lokal yang relevan.
7) Kelompok mata pelajaran estetika pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, ketrampilan, dan muatan lokal yang relevan.
8) Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan jasmani, olahraga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.

Khusus tentang peletakan multikultural dalam pembelajaran dapat dipedomani dari PP No. 19 Bab III Standar Isi Bagian Ketiga :Beban Belajar Pasal 10 butir (1) sbb:” Beban belajar untuk SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat menggunakan jam pembelajaran setiap minggu setiap semester dengan sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, sesuai kebutuhan dan ciri khas masing-masing.

3. Peraturan Pemerintah Tentang RPJM Nasional Tahun 2004-2009
Pada Bab 3 Pengembangan Kebudayaan yang berlandaskan Pada Nilai-Nilai Luhur dinyatakan :

a. Permasalahan:

1) Lemahnya kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman budaya
2) Terjadinya krisis jati diri (identitas) nasional
3) Kurangnya kemampuan bangsa dalam mengelola kekayaan budaya yang kasat mata (tangible)dan yang tidak kasat mata (intangible)

b. Sasaran

1) Menurunnya ketegangan dan ancaman konflik antar kel. masyarakat
2) Kokohnya NKRI
3) berkembangnya penerapan nilai baru yang positif
4) Peningkatan pelestarian dan pengembangan kekayaan budaya

c. Arah Kebijakan
1) Mengembangkan modal sosial
2) Percepatan proses modernisasi
3) Reaktualisasi nilai-nilai kearifan lokal
4) Kecintaan terhadap budaya dan produk dalam negeri

d. Program-program pembangunan

1) Pengelolaan keragaman budaya
a) Dialog antarbudaya
b) Pendidikan multikultural
c) Wujud ikatan kebangsaan
d) Ruang publik memperkuat modal sosial
e) Penegakan hukum bagi rasa keadilan antar unit budaya dan sosial

2) Program pengembangan nilai budaya
a) Tujuan:
(1) Memperkuat ketahanan budaya nasional
(2) Pembangunan Moral bangsa
b) Kegiatan pokok
(1) Reaktualisasi nilai moral dan agama
(2) Revitalisasi dan reaktualisasi budaya lokal yang bernilai luhur
(3) Transformasi budaya lewat adopsi nilai-nilai baru yang positif:
Peningkatan kinerja, budaya kritis, akuntabilitas dan iptek

3) Program Pengelolaan Kekayaan Budaya
a) Pelestarian kekayaan budaya
b) Pengembangan sistem informasi dan data base bidang kebudayaan
c) Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia
d) Peningkatan kapasitas kelembagaan budaya
e) Pengembangan peran serta masyarakat dalam pengelolaan budaya
f) Review peraturan perundang-undangan pengelolaan kekayaan budaya
g). Transkrip dan transliterasi naskah-naskah kuno.

C. Konsep Budaya Universal
Kebudayaan adalah idea berupa model-model pengetahuan yang dijadikan landasan atau acuan oleh seseorang sebagai anggota masyarakat melakukan aktivitas sosial, menciptakan materi kebudayaan dalam unsur budaya universal: agama, ilmu pengetahuan, tehnologi, ekonomi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi, serta kesenian . Kalau diskemakan terlihat sbb:



AGAMA

KESENIAN

EKONO
NOMI

BAHASA &
KOMUNIKASI
(ARTE FAK) ILMU
PENGE
TAHUAN



ORGANISASI
SOSIAL
TEHNOLOGI



Legenda: Setiap kotak unsur kebudayan ini terbuka satu sama lainnya, termasuk dari sesuatu suku bangsa kepada suku bangsa lainnya.

Penting difahami bahwa ”agama" sering menjadi kuat dominasinya pada unsur lain dalam kebudayaan jika agama tersebut kuat menekankan nilai tertinggi “ultimate value” yaitu hubungan dengan Maha Pencipta yaitu Tuhan dan terdapatnya di dalam ajaran agama tersebut kehidupan abadi serta keadilan tertinggi atas kebaikan dan keburukan (pahala atau dosa ) atas pola pikir, sikap dan perilaku selama di dunia fana.

Setiap suku bangsa memiliki unsur budaya universal. Apabila masih utuh seperti terlihat di atas, berarti masih orisinil atau murni. Akan tetapi tatkala ada kebebasan melalui transformasi karena migrasi, peleburan sejumlah wilayah menjadi satu, dll, maka kultur murni itu akan bergeser kepada multi-kultural, dan di Indonsia akan terlihat kemungkinan pembaurannya dari skema berikut:



















Bagaimana pendidikan agama mengakomodasi dalam proses pembelajaran pelbagai kebudayaan ini tentu memerlukan ketentuan materi, aturan, cara, media dan perangkat penunjang sarana dan prasarana yang jelas.

D. Agama dalam Perspektif Kebudayaan

1. Penjabaran unsur kehidupan universal

Sebagaimana telah disinggung terdahulu bahwa unsur budaya universal yang sekalihus menjadi komponen-komponen kehidupan, meliputi agama, ilmu pengetahuan, tehnologi, ekonomi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi serta kesenian.

a. Agama

Dalam temuan antropologi dan sosiologi komponen-komponen pokok yang terdapat dalam setiap agama meliputi adanya: ummat beragama; sistem keyakinan; sistem peribadatan/ritual; sistem peralatan ritus; dan emosi keagamaan.

b. Ilmu pengetahuan

Dari penelitian antropologi dan sosiologi semua masyarakat pendukung suatu kebudayaan, memiliki sistem pengatahuan yang utuh menanggapi keberadaan alam nyata (natural) dan nirnyata (supernatural). Kondisi ini menyambung kepada pemahaman tentang kehidupan dan kematian, perbuatan dan keadilan, kefanaan dan keabadian.

c. Tehnologi

Antropologi dan sosiologi juga menjumpai bahwa setiap warga masyarakat pendukung suatu kebudayaan memiliki kemampuan secara idea hingga melaksanakan kegiatan bersama melahirkan peralatan hidup yang difungsikan untuk memenuhi kebutuhan pada pelbagai unsur kebutuhan budaya universal lainnya.

d. Ekonomi

Antropologi serta sosiologi juga menemukan dalam setiap masyarakat kebudayaan adanya bentu-bentuk ekonomi (berburu-meramu; bercocok tanam; barter; pasar/uang; photo; komunikasi; Dll.) Rentangan kekuatan ekonomi (investasi; produksi; keagenan; distribusi; eceran; buruh; kegiatan pasar; penjabaran penghasilan; dll)

e. Organisasi sosial

Pada setiap masyarakat pendukung kebudayaan akan selalu terdapat variasi kelompok warga masyarakat (kemargaan; jaringan kawin mawin; kampung/kewilayahan; keetnisan; profesi; politik; dll)

f. Bahasa dan komunikasi

Setiap masyarakat pendukung suatu kebudayaan memiliki simbol-simbol bunyi dan intonasi serta isyarat yang digunakan untuk menyampaikan sesuatu maksud kepada seseorang atau khalayak untuk difahami dan dilaksanakan. Ada untuk percakapan, tulisan, maupun seni. Ada kata-kata untuk umum, dari hati ke hati, anak-anak, teman sebaya, orang tua, tamu, dll. Ada yang esensinya world view, penjelasan alam semesta, tatakrama, dll.

7). Kesenian

Antropologi menemukan bahwa pada setiap masyarakat kebudayaan mempunyai ungkapan seni berupa simbol penyataan rasa senang dan susah (suka–duka). Baik untuk umum maupun untuk sendiri. Muncul pula dalam berbagai bentuk: ukiran, gambar, tulisan, ungkapan; teater; pentas; gerak/tari; dll.

Semua komponen ini dimiliki sebagai unsur kebudayaan bahkan menjadi faktor pembangunan dari setiap suku-bangsa mulai dari tingkat sektoral, regional, nasional hingga internasional. Unsur-unsur itu juga akan melintasi batas-batas wilayah tersebut (cross cultural). Jika dalam dinamika proses lintas budaya itu terjadi kesenjaangan (asymmetry) yakni satu unsur kebudayaan terlalu mendominasi unsur kebudayaan lainnya dengan ciri merusak kemajuan unsur budaya lainnya, berarti budaya itu mengalami keguncangan. Manakala guncangan ini terjadi juga antar kebudayaan suku-suku bangsa lainnya, kebudayaan tersebut mulai memasuki mega mendung sentimen suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Berarti antar suku memasuki gerbang konflik kecambah pemicu kerusuhan. Proposisi teoritisnya bahwa semakin kuat dominasi budaya seseuatu suku bangsa terhadap suku bangsa lainnya akan semakin memperbesar potensi perlawanan, demikian sampai lintas budaya negara. Jika diskemakan terlihat sbb:

UNSUR-UNSUR DASAR KEBUDAYAAN NASIONAL















Atas dasar acuan inilah dapat dilahirkan kebudayaan nasional, dengan tidak mengurangi kemandirian setiap budaya daerah. Terjamin pula tidak akan terjadi intervensi suatu budaya daerah ke budaya daerah lain. Terdapat juga kebebasan suatu kebudayaan daerah tertentu mengadopsi kebudayaan daerah lainnya jika mereka kehendaki. Mulai dari tingkat ide, hingga unsur-unsur budaya universal: agama, ilmu pengetahuan, tehnologi, ekonomi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi serta kesenian. Lengkapnya dapat terlihat sbb:


















E. Contoh-Contoh World view Kearifan Lokal Untuk Bahan Kajian Kultural dan Multikultural Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

1. Aceh :
Udep tsare mate syahid (Hidup bahagia, meninggal terterima Allah Swt); Hukom ngon adat lagge zat ngon sifeut (Antara hukum dengan adat seperti zat dengan sifatnya);
Ini menggambarkan semua komponen kehidupan yang dapat diraih agar ditumbuhkembangkan. Sementara acuan agama tentang kehidupan, ketuhanan dan peribadatan dilaksanakan. Pembangunan masyarakat mulai dari komponen kehidupan mereka dan terkait dengan nilai serta norma religi mereka.

2. Melayu (Deli; Kalimantan Barat; Sibolga; Sumatera Barat; Malaysia): Lain lubuk lain ikannya , dimane bumi diinjak di situ langit dijunjung.
Ini berarti membangun kehidupan mereka hendaklah mulai dengan isi kehidupan mereka. Nilai dan Norma yang harus dikembangkan adalah yang serasi dengan budaya setempat.

3. Batak:
Hasangapon, hagabeon, hamoraon, sarimatua (Kewibawaan, Kekayaan, keturunan Yang Menyebar, Kesempurnaan Hidup).
Ini bermakna bahwa pembangunan haruslah yang dapat meningkatkan kedudukan, harta, modal kesehatan reproduksi, ilmu dan keberanian merantau. Nilakka tu jolo sarihon tu pudi (Melangkah ke depan pertimbangkan ke belakang).

4. Sumatera Barat
Bulek ai dek pambuluah, bulek kato jo mupakkek (Bulat air karena pembuluh, bulat kata dengan mufakat); Adat ba sandi syara’, syara’ ba sandi kitabullah (Adat berlandaskan hukum, hukum bersendikan kitab suci)

5. Jayapura:
“Wamena” Weak Hano Lapukogo (Susah Senang Sama-sama); Ninetaiken O’Pakeat (Satu Hati Satu Rasa).
Ini berarti pembangunan yang ditawarkan harus yang dapat membuat mereka sama-sama aktif dan menikmati hasil juga secara bersama.

6. Sulawesi Selatan
“Bugis” Sipakatau (Nasehat-menasehati); Sipakalebbi (Hormat-menghormati); Mali Siparappe, Mali Sipakainge, Rebba Sipatokkong(Saling Mengingatkan, Saling Menghargai, Saling Memajukan).

7. Sulawesi Utara
a. “Manado” Baku Beking Pandei (Saling memandaikan satu sama lainnya)
b. “Minahasa”: Torang Samua Basudara (Kita semua bersaudara); Mapalus (Gotong royong); Tulude – Maengket (Kerjabakti untuk rukun) Baku-Baku bae-baku-baku sayang, baku-baku tongka, baku-baku kase inga (Saling berbaik-baik, sayang-menyayangi, tuntun-menuntun dan ingat mengingatkan); Sitou Timou, Tumou Tou (Saling Menopang dan hidup menghidupkan: Manusia hidup dan untuk manusia lain)
c. “Bolaang Mangondow”: Momosat “Gotong royong” ; Moto tabian, moto tampiaan, moto tanoban (Saling mengasihi, saling memperbaiki, dan saling merindukan”
7. Sulawesi Tengah
a.“Kaili”: Kitorang bersaudara (Persaudaraan); Toraranga (Saling mengingatkan); Rasa Risi Roso Nosimpotobe (sehati,sealurpikir, setopangan, sesongsongan) .
b. “Poso” (Suku Pamona,Lore,Mori,Bungku dan Tojo/Una-Una, Ampana, dan pendatang: Bugis, Makassar, Toraja, Gorontalo, Minahasa; Transmigrasi: Jawa, Bali, Nusa Tenggara): Sintuwu Maroso (Persatuan yang kuat: walau banyak tantangan ,masalah, tidak ada dan siapapun yang dapat memisahkan persatuan warga poso tanpa memandang suku, agama, ras dan antar golongan).
8. Sulawesi Tenggara :
Kalosara ( Supremasi sistem rukun dan pencegahan konflik);
Samaturu (bhs. Tolala) : Bersatu, gotong royong, saling menghormati;
Depo adha adhati (Muna) : Saling menghargai

9. Bali :
Manyama braya (semua bersaudara);
Tat Twam Asi ( senasib sepenanggungan);
Tri Hita Karana (tiga penyebab kebahagiaan);
1). Pariangan (harmoni dengan Tuhan).
2). Pawongan (harmoni dengan sesama manusia).
3). Palemahan (harmoni dengan lingkungan alam).

10. Jambi:
Lindung melindung bak daun sirih
Tudung menudung bak daun labu
Rajut merajut bak daun petai
(Saling tolong menolong/saling menghargai)
11. Jawa Timur
Siro yo ingsun, ingsun yo siro : Kesederajatan (Egalitarianism)
Antar-antaran ugo : Persaudaraan
12. Kalimantan Selatan:
Kayuh baimbai ( Bekerja sama); Gawi sabumi (Gotong royong)
Basusun sirih (Keutuhan); Menyisir sisi tapih (Introspeksi)
13. Kalimantan Tengah :
a. “Dayak Kanayan”: Adil ka’ talimo, bacuramin ka’saruga, ba sengat ka’ jubata. (Adil sesama, berkaca surgawi, bergantung pada Yang Esa).; Rumah betang (Bersama dan saling tenggang); Handep-habaring hurung (Nilai kebersamaan dan gotong royong); Betang (Semangat rumah panjang).
b. “Dayak Bekati”: Janji baba’s ando (Janji harus ditepati); Janji pua’ take japu (Jangan janji sekedar kata-kata).

14. Kalimantan Timur
“Dayak Bahau”: Murip ngenai (Makmur Sejahtera); Te’ang liray (Unggul diantara sesame:Kompetisi sehat).

15. NTB :
a. Propinsi
Saling jot ( Saling memberi)
Saling pelarangin (Saling melayat)
Saling ayon (Saling mengunjungi : silaturahmi)
Saling ajinin (Saling menghormati)
Patut (Baik, terpuji, hal yang tidak berlebih-lebihan)
Patuh (Rukun, taat, damai, toleransi, saling harga menghargai)
Patju (Rajin, giat, tak mengenal putus asa)
Tatas,Tuhu,Trasna (Berilmu, Beraklak/Etika,Bermasyarakat)

b. “Sasak-lombok”:
Bareng anyong jari sekujung (Bersama-sama lebur dalam satu perahu);
Beleq kayuk beleq papan na(Besar kayu besar papannya)
Embe aning jarum ito aning benang(Kemana arah jarum kesitu arah benang)
Endang kelebet laloq leq impi (Jangan terlalu terpesona oleh mimpi)
Endaq ngegaweh marak sifat cupak (Jangan memakai atau bersifat seperti cupak)
Endaq ta beleqan ponjol dait kelekuk (Jangan lebih besar tempat nasi daripada tempat beras)
Endaq ta ketungkulan dengan sisok nyuling (Jangan terlena dengan siput menyanyi)
Idepta nganyam memeri, beleqna embuq teloq (Seperti usaha memelihara anak itik, sesudah besar memungut telurnya)
Keduk lindung, bani raok (Berani cari belut harus berani kena lumpur)
Laton kayuq pasti tebaban isiq angin (Setiap pohon pasti dilanda oleh angin)

c. “Mbojo (Bima)”
Bina kamaru mada ro kamidi ade, linggapu sadumpu nepipu ru boda (Janganlah menidurkan mata dan berdiam diri, perbantallah kayu, dan perkasurlah duri kaktus)
Arujiki jimba wati loa reka ba mbe-e (Rejeki domba tidak bisa didapat oleh kambing)
Ngaha rawi pahu (Berkata, berkarya hendaklah menghasilkan kenyataan)
16. DIY/Yogyakarta :
Alon-alon asal kelakon (Biar pelan asal selamat: kehati-hatian)
Sambatan (Saling membantu)

17. Solo Jawa Tengah
Ngono yo ngono tapi ojo ngono (Gitu ya gitu tapi jangan gitu)
Mangan ora mangan karo ngumpul (Makan tidak makan ngumpul)
“Siliwangi”: Esa hilang dua terbilang: (Bandingkan:Patah tumbuh hilang berganti pada semboyan “Pramuka”).

18. Lampung :
Sakai sambayan (Sikap kebersamaan dan tolong menolong)
Alemui nyimah (Menghormati tamu).
Bejuluk beadok (Memberi gelar/julukan yang baik kepada orang)

19. Bengkulu dan Rejang Lebong:
Adat besendai sarak, sarak besendai Kitabullah (Mirip Sumatera Barat); Tip-tip ade mendeak tenaok ngen tenawea lem Adat ngen Riyan Cao (Setiap ada tamu ditegur sapa dengan adat dan tata cara); Di mana tembilang di cacak disitu tanah digali (Bengkulu); Naek ipe bumai nelat, diba lenget jenunjung (Rejang Lebong) (Mirip Melayu). Titik mbeak maghep anok, tuwai ati tau si bapok (Kecil jangan dianggap anak, tua belum tentu dia Bapak); Kamo bamo (kekeluargaan dan mengutamakan kepentingan orang banyak). Amen ade dik rujuak, mbeak udi temnai benea ngen saleak, kembin gacang sergayau, panes semlang si sengok, sileak semlang si betapun (jik ada musibah, jangan mencari kambing hitam, dinginkan hati yang panas, luka agar bertangkup dan tidak berdarah).

20. Madura:
“Sampang”: Abantal ombak asapo’ angina (Berbantal ombal-berselimut angina); Lakona-lakone, kennengga-kennengge (Kerjakan dengan baik apa yang menjadi pekerjaanmu dan tempati dengan baik pula apa yang telah ditetapkan sebagai tempatmu); Todus (Malu); Ango ‘an poteo tolang, e tebang potea mata (Lebih baik putih tulang daripada putih mata).

21. Maluku Selatan
“Ambon”: Pela Gandong (Saudara yang dikasihi: Penguatan persaudaraan lewat kegotongoyongan dalam kehidupan); Gendong beta-gendongmu jua (Deritaku-deritamu juga).

22. Maluku Utara
“Ternate”: Marimoi Ngonefuturui (Bersatu kita teguh).

23. Kelembagaan /Pranata:
a. Pramuka “Patah Tumbuh Hilang Berganti” (Berjuang terus demi regenerasi”
b. TNI – Taruna Batalyon Siliwangi: ”Esa Hilang Dua Terbilang” (Gugur Satu Pahlawan Berjuang Dua Pahlawan Lagi)

Ungkapan tadi adalah petatah petitih melayu, bahasa kromo inggil Jawa, petuah, dll, yang diperoleh dari berbagai suku wilayah di Indonesia. Berupa contoh keragaman ungkapan suku-suku bangsa yang menjadi bahagian dari kearifan local yang jadi kendali dalam menjalankan kehidupan. Apa yang diutarakan disini pun masih sangat minim jika dibandingkan dengan seluruh suku-suku bangsa kita yang ada di di nusantara (436 suku bangsa besar). Pendataan lewat pemetaan menyeluruh (holistic mapping) harus segera dilaksanakan.

F. Penilaian keberhasilan dan kegagalan Multikultural Dalam PAIS

1. Terinventarisasi keluasan budaya dan multi budaya suku suku bangsa yang terapresiasi oleh PAIS: agama, ilmu pengetahuan, tekhnologi, ekonomi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi, serta kesenian. Mulai dari world view (visi), misi, tujuan, program kegiatan, moral, dsb.

2. Terinventarisasi keluasan budaya dan multi budaya suku suku bangsa yang tidak sejalan dengan materi PAIS: agama, ilmu pengetahuan, tekhnologi, ekonomi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi, serta kesenian. Mulai dari world view (visi), misi, tujuan, program kegiatan, moral, dsb.
3. Terimplementasinya kajian PAIS ke dalam Nilai-Nilai Budaya dan Multi Budaya tersebut baik yang serasi pada tatanan pembelajaran intrakurikuler maupun pada tatanan pembelajaran ekstrakurikuler.

4. Terjadinya pembudayaan pada sekolah nilai-nilai dan norma universal multikultural (Sumber Lingkungan Sekolah, Para Peserta Didik, Negara, Internasional) pada perjumpaan di sekolah, simbol-simbol di dinding luar sekolah dan ruang kelas, gambar-gambar serta pertunjukan sanggar, dsb.

G. Penutup

Dari uraian terdahulu dapat dibuat proposisi hipotesis, bahwa kedalaman dan keluasan pembelajaran multikultural dalam materi dan kegiatan Pendidikan secara umum, berarti memperkuat pencapaian pendidikan nasional bagi pembangunan keutuhan bangsa. Khusus Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah yang mengapresiasi dan mengkritisi kebudayaan dan multi kebudayaan dari masyarakat lingkungan sekolah dan peserta didik, berarti memperkuat pembudayaan pendidikan agama itu sendiri pada sekolah dan menjadi matarantai mupaya sadar dan berencana dalam mewujudkan peradaban sekolah serta kesempurnaan kepribadian peserta didik dalam menghargai kebudayaannya sendiri serta lintas kebudayaan suku bangsa negaranya sendiri serta lintas negara. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat. Terima kasih

==00==

















DAFTAR BACAAN

Azra, Azyumardi
2004 Peradaban Indonesia; Akselerasi Multikulturalisme. (Makalah Seminar). Jakarta: Multikultural dan Multikulturalisme di UIN Syarif Hidayatullah, Tgl. 24-7-2004

2004 Pendidikan Agama Dalam Perspektif Kultural. (Makalah Seminar). Jakarata: Workshop Pendidikan Agama Dalam Perspektif Kultural. Lemlit UIN Syarif Hidayatullah Kerjasama dengan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama Tgl. 28-10-2004

Boedhisantoso, S.
1987 Jawanisasi atau Keterikatan Budaya dalam Kontak Antar Kebudayaan. Dalam Muhadjir dkk “Evaluasi dan Strategi Kebudayaan”. Jakarta: Fakultas Sastra UI.

Budianta, Melani
2004 Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural: Sebuah Gambaran Umum. (Makalah). Jakarta: Seminar Multikultural dan Multikulturalisme di UIN Syarif Hidayatullah, Tgl. 24-7-2004

Ekadjati, Edi. S.
2004 Pendidikan Agama Berbasis Kultur Sunda: Tinjauan Historis. (Makalah). Jakarta: Workshop Pendidikan Agama Dalam Perspektif Kultural. Lemlit UIN Syarif Hidayatullah Kerjasama dengan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama Tgl. 28-10-2004

Hefner, Robert, W. Ed.
2007 Politik Multikulturalisme, Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Jamhari
2004 Agama dan Demokrasi Pra-Kondisi Multikulturalisme. (Makalah). Jakarta: Seminar Multikultural dan Multikulturalisme di UIN Syarif Hidayatullah, Tgl. 24-7-2004

Koentjaraningrat
1980 Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru

Mulkan, Abdul Munir
2004 Pendidikan Agama berbasis Budaya Dalam Pengkayaan Pengalaman Ketuhanan dan Keunikan Diri. (Makalah Seminar). Jakarta: Workshop Pendidikan Agama Dalam Perspektif Kultural. Lemlit UIN Syarif Hidayatullah Kerjasama dengan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama Tgl. 28-10-2004
Melalatoa, M. Yunus
1995 Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: Dep P&K.

Slater, Robert O., at all (Ed)
1994 Global Transformation And The Third World. London: Lynne Rienner Publishers

Suparlan, Parsudi,
1988 Kebudayaan dan Pembangunan. Jakarata: MGMP Sosiologi & Antropologi DKI.

2004 Masyarakat Majemuk Indonesia dan Multikulturalisme. Jakarta (Makalah Seminar Multikultural dan Multikulturalisme di UIN Syarif Hidayatullah, Tgl. 24-7-2004

2004 Menuju Masyarakat Indonesia Yang Multikultural. Dalam Hubungan Antar Suku Bangsa, hal.280-290. Jakarta: Yayasan Penegembangan Kajian Ilmu Kepolisian.
2004 Kesetaraan Warga dan hak Budaya Komuniti Dalam Masyarakat Majemuk Indonesia. Dalam Hubungan Antar Suku Bangsa, hal. 243-260

Spradley, James P and David W. Mc.Curdy (Ed)
1987 Conformity And Conflict (Reading in Cultural Anthropology). Boston: Little, Brown and Company.

Tilaar, H.A.R
2004 Pendidikan Keagamaan Dalam Perspektif Studi Kultural (Makalah Seminar). Jakarta: Workshop Pendidikan Agama Dalam Perspektif Kultural. Lemlit UIN Syarif Hidayatullah Kerjasama dengan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama Tgl. 28-10-2004

Tumanggor, Rusmin
2003 Potret Pendidikan Agama dan Keagamaan di Indonesia (Makalah). Jakarta: Workshop Pengawas Pendidikan Agama di YPI Ciawi Tgl. 21-8-2003

2003 Agama dan Pandangan Hidup (Studi Tentang Local Religion). Jakarta: Pembahasan Seminar Hasil Penelitian LIPI, Tgl. 28- 10- 2003

2002 Al-Qur’an dan Globalisasi (Makalah) .Jakarta: Workshop Dosen-Dosen Ma’had Aly di YPI Ciawi Tgl. 2 – 6 - 2002

2001 Pluralisme Dalam Perspektif Antropologi (Makalah Seminar). Jakarta: Panitia Gabungan Diskusi Pluralisme Perekat Persatuan bangsa Himpunan Mahasiswa JRS Perbandingan Agama Fak. Ushuluddin IAIN Jakarta dengan Senat Mahaiswa Sekolah Tinggi Teologi Jakarata. Tgl. 12 – 3 - 2001

























































PARADIGMA MULTIKULTURAL DAN MEMAHAMI KONFLIK SARA
DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Oleh
Rusmin Tumanggor

1. Ajaran Islam Tentang Fenomena Kebudayaan

a. Tentang Sosial

Dalam Al-Quran Surat Annisa’ (Wanita) ayat 1 sbb

__________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

“ Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.

Dari ayat ini dapat disistematisasi esensinya sbb:
1). Manusia banyak: regenarsi akan koninue ”ada nilai eksistensi manusia”; kepribadian individu-individu beda ”ada nilai variasi jiwa-raga manusia”
2). Manusia saling meminta satu sama lain ”Ada nilai tolong menolong”
3). Manusia jaga silaturrahim (Ada nilai cinta sesama/kehangatan hubungan bathin)
4). Manusia mendasari kehidupan sosial atas dasar taqwa (Ada nilai patuh kepada Allah dasar pergaulan sosial)

b. Tentang Kultural dan Multikultural

Dalam Al-Quran Surat Al Hujuraat (kamar-Kamar) ayat 13 sbb:

__________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________


“Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. “

Dari ayat ini dapat disistematisasi esensinya sbb:
1). Kejadian manusia (laki-laki dan perempuan) : Nilai peralakuan adil atas eksistensi manusia )
2). Berbangsa-bangsa :Nilai kultural (pedoman hidup masyarakat luas)
3). Bersuku-suku : Nilai multikulutural (pedoman hidup kesatuan –kesatuan masyarakat)
4). Saling kenal : nilai menghargai
5). Menusia terbaik bertaqwa : Nilai wahyu Allah acuan segalanya.

c. Tentang Penghargaan Atas Perbedaan Kultur Aqidah Tapi Bukan Pengakuan Eksistensi

Dalam Al-Quran Surat Al-kaafiruun (Orang-Orang Kafir) ayat 6 sbb:
________________________________________________________

”Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku”.

Dari ayat ini dapat disistematisasi esensinya sbb:
1). Nilai penghargaan perbedaan aqidah
2). Bermakna : Nilai keikhlasan berbeda tidak saling goda dan paksa, kecuali kemauan sendiri;
3). Aqidah tidak boleh menggunakan komparatif dengan konsep “the best”.

Selanjutnya Dalam Al-Quran Surat Albaqarah (Sapi Betina) ayat 256 sbb:___________________________________________________________

”Tidak ada paksaan untuk memasuki agama (Islam)”.

Dari ayat ini dapat disistematisasi esensinya sbb:
1). Nilai bebas menganut agama yang disukai dengan konsekuensi nilai dan norma di dunia dan di akhirat
2). Bermakna: nilai hak asasi

d. Anjuran Belajar ke Negeri Cina (Hadits):
__________________________________________
”Tuntutlah ilmu itu walaupun ke negeri Cina.”

Dari ayat ini dapat disistematisasi esensinya sbb:

1). Belajar ilmu pengetahuan boleh kemana dan kepada siapa saja
2). Mengamalkan ilmu yang baik tidak harus terpengaruh dengan budaya mereka yang tidak sesuai menurut ajaran Islam dan kita tidak memaksakan kehendak keyakinan pada masyarakat tempat kita belajar ilmu itu

e. Ajaran Islam menganjurkan penyebaran agama ke suku-suku bangsa di pelosok dunia dengan bijaksana, dalam al-quran surat an-nahl (16) ayat 125 sbb:
________________________________________________________________

”Suruhlah manusia ke jalan Tuhanmu dengan bijak dan pendidikan yang baik dan berargumentasi dengan mereka dengan cara yang lebih baik”

Maknanya: Nilai tutur kata yang halus

f. Ajaran Islam tentang Persebaran Budaya dalam Al-Quran Surat Al-Maaidah (Hidangan) ayat 48 sbb:
________________________________________________________________

”Untuk tiap-tiap ummat di antara kamu kami berikan aturan dan jalan yang terang”.

Ini bermakna manusia akan memiliki kebudayaan dunia yang banyak tentang cara hidup bahkan mulai dari wahyu yang diturunkan Allah Swt pada mereka hingga masa pelbagai penyimpangan aqidah. Nilainya kearifan

2. Defisni dan cakupan kebudayaan

a. Tiga lapis kebudayaan berwujud tujuh budaya universal
1) Idea; Aktivitas`Social; Materi kebudayaan
2). Dari sistem ketiga lapis itu lahirlah budaya agama, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, organisasi social, bahasa dan komunikasi, serta kesenian.

b. Suku-Suku Bangsa di Indonesia:

Jika kita pinjam pengelompokan Indonesia ke dalam daerah-daerah adat oleh B.ter Haar 1948 dalam bukunya “Adat Law in Indonesia”, terdapat 19 daerah . Koentjaraningrat menginventarisasi itu ke dalam 139 Suku Bangsa yang ada di Indonesia mulai dari Sabang hingga Merauke. Oleh H.A.R. Tilaar mengutipkan Hidayah (1997) menyatakan sekitar 600 Suku Bangsa. Sementara itu oleh M. Yunus Melalatoa dalam bukunya Ensiklopedi Suku-Suku Bangsa di Indonesia menyatakan di Indonesia terdapat 436 suku bangsa .

Sudah barang tentu Suku-suku Bangsa inilah yang telah sejak ribuan tahun memiliki kebudayaan di Indonesia dalam menyelesaikan masalah kebutuhan anggotanya mulai dari mempersiapkan kelahiran hingga penyelenggaraan jenazahnya. Masing-masing tentu memiliki “ide” berupa model-model pengetahuan yang mereka jadikan pedoman untuk menginterpretasi lingkungan dan melahirkan berbagai “aktivitas sosial” serta mewujudkan materi kebudayaan “artifak” di berbagai unsur kehidupan: agama, ilmu pengetahuan, tehnologi, ekonomi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi serta kesenian. Bagaimana kita mengemas pendidikan agama Islam yang dapat memperkuat kebudayaan daerah “multikultural” yang positif bagi pembinaan “kultur” mental spiritual ke-Islaman peserta didik?


Jika kita merangkum berbagai definisi kebudayaan yang masih tetap dapat kita perdebatkan namun sudah cukup berguna dalam melahirkan inspirasi mencari pemecahan “Pendidikan Agama Dalam Perspektif Kultural” sbb:

Kebudayaan adalah idea berupa model-model pengetahuan yang dijadikan landasan atau acuan oleh seseorang sebagai anggota masyarakat melakukan aktivitas sosial, menciptakan materi kebudayaan dalam unsur budaya universal: agama, ilmu pengetahuan, tehnologi, ekonomi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi, serta kesenian . Kalau diskemakan terlihat sbb:











AGAMA

KESENIAN

EKONO
NOMI

BAHASA &
KOMUNIKASI
(ARTE FAK) ILMU
PENGE
TAHUAN



ORGANISASI
SOSIAL
TEHNOLOGI




Legenda: Setiap kotak unsur kebudayan ini terbuka satu sama lainnya, termasuk dari sesuatu suku bangsa kepada suku bangsa lainnya.

Agama sering menjadi kuat dominasinya pada unsur lain dalam kebudayaan jika agama tersebut kuat menekankan nilai tertinggi “ultimate value” yaitu hubungan dengan Maha Pencipta yaitu Tuhan dan terdapatnya di dalam ajaran agama tersebut kehidupan abadi serta keadilan tertinggi atas kebaikan dan keburukan (pahala atau dosa ) atas pola pikir, sikap dan perilaku selama di dunia fana.

Setiap suku bangsa memiliki unsur budaya universal. Apabila masih utuh seperti terlihat di atas, berarti masih orisinil atau murni. Akan tetapi tatkala ada kebebasan melalui transformasi karena migrasi, peleburan sejumlah wilayah menjadi satu, dll, maka kultur murni itu akan bergeser kepada multi-kultural, dan di Indonsia akan terlihat kemungkinan pembaurannya dari skema berikut:



















Bagaimana pendidikan agama mengakomodasi dalam proses pembelajaran pelbagai kebudayaan ini tentu memerlukan ketentuan materi, aturan, cara, media dan perangkat penunjang sarana dan prasarana yang jelas.

3. Agama dalam Perspektif Kebudayaan

a. Penjabaran unsur kehidupan universal

Sebagaimana telah disinggung terdahulu bahwa unsur budaya universal yang sekalihus menjadi komponen-komponen kehidupan, meliputi agama, ilmu pengetahuan, tehnologi, ekonomi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi serta kesenian.

1). Agama

Dalam temuan antropologi dan sosiologi komponen-komponen pokok yang terdapat dalam setiap agama meliputi adanya: ummat beragama; sistem keyakinan; sistem peribadatan/ritual; sistem peralatan ritus; dan emosi keagamaan.

2). Ilmu pengetahuan

Dari penelitian antropologi dan sosiologi semua masyarakat pendukung suatu kebudayaan, memiliki sistem pengatahuan yang utuh menanggapi keberadaan alam nyata (natural) dan nirnyata (supernatural). Kondisi ini menyambung kepada pemahaman tentang kehidupan dan kematian, perbuatan dan keadilan, kefanaan dan keabadian.

3). Tehnologi

Antropologi dan sosiologi juga menjumpai bahwa setiap warga masyarakat pendukung suatu kebudayaan memiliki kemampuan secara idea hingga melaksanakan kegiatan bersama melahirkan peralatan hidup yang difungsikan untuk memenuhi kebutuhan pada pelbagai unsur kebutuhan budaya universal lainnya.

4). Ekonomi

Antropologi serta sosiologi juga menemukan dalam setiap masyarakat kebudayaan adanya bentu-bentuk ekonomi (berburu-meramu; bercocok tanam; barter; pasar/uang; photo; komunikasi; Dll.) Rentangan kekuatan ekonomi (investasi; produksi; keagenan; distribusi; eceran; buruh; kegiatan pasar; penjabaran penghasilan; dll)

5). Organisasi sosial

Pada setiap masyarakat pendukung kebudayaan akan selalu terdapat variasi kelompok warga masyarakat (kemargaan; jaringan kawin mawin; kampung/kewilayahan; keetnisan; profesi; politik; dll)

6). Bahasa dan komunikasi

Setiap masyarakat pendukung suatu kebudayaan memiliki simbol-simbol bunyi dan intonasi serta isyarat yang digunakan untuk menyampaikan sesuatu maksud kepada seseorang atau khalayak untuk difahami dan dilaksanakan. Ada untuk percakapan, tulisan, maupun seni. Ada kata-kata untuk umum, dari hati ke hati, anak-anak, teman sebaya, orang tua, tamu, dll. Ada yang esensinya world view, penjelasan alam semesta, tatakrama, dll.

7). Kesenian

Antropologi menemukan bahwa pada setiap masyarakat kebudayaan mempunyai ungkapan seni berupa simbol penyataan rasa senang dan susah (suka–duka). Baik untuk umum maupun untuk sendiri. Muncul pula dalam berbagai bentuk: ukiran, gambar, tulisan, ungkapan; teater; pentas; gerak/tari; dll.

Semua komponen ini dimiliki sebagai unsur kebudayaan bahkan menjadi faktor pembangunan dari setiap seku-bangsa mulai dari tingkat sektoral, regional, nasional hingga internasional. Unsur-unsur itu juga akan melintasi batas-batas wilayah tersebut (cross cultural). Jika dalam dinamika proses lintas budaya itu terjadi kesenjaangan (asymmetry) yakni satu unsur kebudayaan terlalu mendominasi unsur kebudayaan lainnya dengan ciri merusak kemajuan unsur budaya lainnya, berarti budaya itu mengalami keguncangan. Manakala guncangan ini terjadi juga antar kebudayaan suku-suku bangsa lainnya, kebudayaan tersebut mulai memasuki mega mendung sentimen suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Berarti antar suku memasuki gerbang konflik kecambah pemicu kerusuhan. Proposisi teoritisnya bahwa semakin kuat dominasi budaya seseuatu suku bangsa terhadap suku bangsa lainnya akan semakin memperbesar potensi perlawanan, demikian sampai lintas budaya negara.

b. Agama dalam wujud Kebudayaan

Jika diskemakan komponen-komponen agama yang disebut terdahulu akan terlihat sbb:

SISTEM Roh Nilai Dalam Jiwa
PENAMBAHAN KEYAKINAN
JUMLAH
Penuntun Perilaku
UMAT EMOSI SISTEM Ibadah
BERAGAMA KEAGAMAAN RITUS


WiLAYAH
PEMUKIMAN SISTEM PERA Kesucian dan
LATAN RITUS Kehalusan Jiwa


Komunikasi Sosial DLL
WILAYAH TEMPAT
DLL

Bila penganut suatu agama mewujudkan ini dalam wilayah yang agamanya pluralis, dimana perilaku mereka dapat dipandang telah melewati batas toleransi penganut agama lain, maka akan terpiculah kesenjangan yang mengundang konflik yang bisa memuncak dengan kerusuhan. Hal ini perlu menjadi pengamatan para penganut agama ’ulama, guru pendidikan agama, dan institusi (KKG, MGMP, AGPAII, MUI) untuk mengetahui pagar wilayah demarkasi masing-masing agama sehingga munculnya variasi kesenjangan, tingkat kesenjangan dan sumber utama yang melahirkan konflik dan perwujudan tindakan dari konflik, masalah baru dan solusi yang bisa memperkecil atau mencegahnya.

Konsep kesenjangan dimaksud ialah dimana terjadi perbedaan menyolok yang disebabkan oleh seseorang atau kelompok dalam memenuhi kebutuhannya, merugikan pihak lain.
Dalam konteks pendidikan agama, perlu kajian yang mendalam dan luas tentang sisi mana saja yang dapat di-integrasikan dan cara mengintegrasikannya

Perlu digarisbawahi, kebudayaan tidak banyak berbicara tentang sumber agama itu (berupa wahyu Tuhan, pemikiran seseorang, dsb), akan tetapi lebih kepada men-studi-kan apa yang sesungguhnya diyakini oleh ummat beragama dan apa saja dari keimanan, ibadah, akhlak dan tarikh serta kemasyarakatan (mu`amalah) yang terdapat dalam agamanya, yang dilaksanakan dengan baik oleh seseorang anggota masyarakat pendukung kebudayaan.

Jika nilai-nilai ajaran agama itu telah menjadi pedoman yang menyeluruh dalam kehidupan bermasyarakat, berarti agama tersebut telah menjadi kebudayaan. Jika bukan berarti tidak menjadi agama dalam kebudayaan, karena hanya menjadi seperangkat pengetahuan anggota masyarakat untuk perluasan ilmu. Pokoknya, apa saja nilai agama yang dipraktekkan dan jadi acuan umum kehidupan masyarakat pendukung kebudayaan tersebut, itulah yang disebut agama dalam kebudayaan.

c. Variasi Suku-Suku Bangsa di Indonesia

1). Asli satu-satu suku bangsa (Pada Komunitas Adat Terpencil sejumlah: 2811 lokasi di 27 propvinsi; 267550 kk; 1.192.164 jiwa);
2). Asli satu suku bangsa (dominan) dalam satu wilayah;
3). Gabungan Sub-Sub Suku Bangsa (Masyarakat dari berbagai suku bangsa tinggal dalam satu wilayah);
3). Gabungan Suku-Suku Bangsa Lintas Negara

4. Pendidikan Agama Islam pada Sekolah

a. Penguasaan Teks Kitab Suci (Baca Al-Quran)
b. Penguasaan Ketauhidan (Aqidah)
c. Penguasaan peribadatan (Fiqh)
d. Penguasaan Sejarah Islam (Tarikh)
e. Penguasaan Akhlak Mulia (Akhlakul Karimah)


5. Lingkup Budaya Yang Diintegrasikan ke Dalam Pendidikan Agama Islam

a. Budaya masyarakat sekitar sekolah berada
b. Budaya asli masing-masing peserta didik yang terdapat dalam kelas PAI tersebut
c. Budaya Indonesia (Nilai dalam Pancasila)
d. Budaya Hukum Pergaulan Internasional (Hak Asasi; Globalisasi)

6. Stretagi Pengintegrasian Nilai Budaya Dalam Penyelenggaraan Pembelajaran PAIS

a. Bersama dengan peserta didik melakukan penjaringan dan pemetaan data dari lingkungan masyarakat seputar sekolah tentang budaya yang berlaku dalam kehidupan masyarakat tersebut;
b. Bersama dengan peserta didik melakukan penjaringan dan pemetaan data dari lingkungan masyarakat peserta didik berdomisili tentang budaya yang berlaku dalam kehidupan masyarakat mereka;
c. Bersama dengan peserta didik melakukan penjaringan dan pemetaan data dari lingkungan Indonesia yang telah tertuang dalam budaya bernegara yaitu Nilai Pancasila;
d. Bersama dengan peserta didik melakukan penjaringan dan pemetaan data dari lingkungan Internasional yang telah tertuang dalam budaya pergaulan internasional, dan dunia global;
e. Bersama dengan peserta didik melakukan analisa kritis tentang nilai-nilai yang terkandung dalam budaya-budaya tersebut ditinjau dari satuan-satuan ajar yang ada pada mata pelajaran PAIS (Sesuai dan tidak sesuai) dan rencana tahapan-tahapan upaya perbaikan (diskusi, pelatihan, perlombaan, dll)
f. Menampilkan nilai-nilai dan norma budaya (yang ternyata sesuai) dalam bentuk pembiasaan sikap dan perilaku sehari-hari serta secara priodik diwujudkan ke dalam sanggar yang relevan (dengan bahasa bijak) hingga penggunaan simbol-simbol dan atau lambang bermakna di lingkungan dan sekitar sekolah. Baik melalui intra maupun ekstra kurikuler

7. Kebudayaan daerah/lokal dan Nasional Dalam Pendidikan Agama Islam

a. Kebudayaan daerah dalam pendidikan agama Islam

Sebagaimana uraian terdahulu masing-masing kebudayaan daerah tentu memiliki “ide” berupa model-model pengetahuan yang mereka jadikan pedoman untuk menginterpretasi lingkungan dan melahirkan berbagai aktivitas sosial serta artifak di berbagai unsur kehidupan: agama, ilmu pengetahuan, tehnologi, ekonomi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi serta kesenian. Bagaimana kita mengemas pendidikan agama yang dapat mmperkuat kebudayaan daerah yang positif bagi pembinaan mental spiritual peserta didik, sbb:



















b. Kebudayaan nasional dalam pendidikan agama

Pembahasan tentang ada tidaknya kebudayaan nasional Indonesia sudah sejak tahun 1930-an hingga sekarang masih diperdebatkan secara serius. Secara gamblang tentu kita dapat katakan, kebudayaan nasional adalah kemasan kebudayaan yang merupakan gambaran dan mewakili semua kebudayaan daerah itu. Akan tetapi perlu diperjelas pada tingkat mana penggabungan itu, unsur-unsur mana yang digabungkan serta model penggabungannya. Semua ini tidaklah mudah, tapi itulah prinsipnya. Kebudayaan nasional adalah aspek-aspek yang dapat tumbuh dari falsafah hidup bangsa yang telah disepakati oleh rakyat indonesia yakni Pancasila:
1). Ketuhanan Yang maha Esa;
2). Kemanusiaan yang Adil dan Beradab;
3). Persatuan Indonesia;
4). Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan;
5). Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Jika diskemakan terlihat sbb:












UNSUR-UNSUR DASAR KEBUDAYAAN NASIONAL
















Atas dasar acuan inilah dapat dilahirkan kebudayaan nasional, dengan tidak mengurangi kemandirian setiap budaya daerah. Terjamin pula tidak akan terjadi intervensi suatu budaya daerah ke budaya daerah lain. Terdapat juga kebebasan suatu kebudayaan daerah tertentu mengadopsi kebudayaan daerah lainnya jika mereka kehendaki. Mulai dari tingkat ide, hingga unsur-unsur budaya universal: agama, ilmu pengetahuan, tehnologi, ekonomi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi serta kesenian. Lengkapnya dapat terlihat sbb:



















8. Pendidikan Agama dan Kebudayaan Dalam Perspektif Sejumlah Pakar

Ketua Lembaga Kebudayaan Jawa Timur di Surabaya Budhi Setio dosen UNISA menjelaskan di Jawa Timur, khususnya di Surabaya dihuni oleh Suku-suku Bangsa Jawa, Madura dan Bali dilengkapi sejumlah suku-suku bangsa lainnya. Jika dalam pendidikan agama dimungkinkan mengintegrasikan nilai-nilai kebudayaan daerah, sangat baik mengingat banyak yang nilai-nilai kebudayaan lokal yang relevan dijelaskan dalam pendidikan agama sehingga anak didik merasa agamanya akrab dengan kebudayaannya. Kebudayaan yang perlu diitengrasikan itu meliputi kajian sbb:
a. Materi yang diintegrasikan ke dalam kurikulum Pendidikan Agama

Apakah materi budaya dasar (Di Surabaya-Jawa misalnya ) sebagai budaya dominan saja yang diintegrasikan sehingga semua suku-suku bangsa yang datang atau mengitarinya ikut faham dan menyesuaikan diri dengan itu atau juga dimasukkan materi budaya suku-suku bangsa lainnya agar semua peserta didik saling tahu pelbagai materi lintas kebudayaan dan kaitannya dengan ajaran agama;

b. Esensi Materi

Apa materi yang akan diintegrasikan itu dari segi komponen: ajaran agama lain; ilmu pengetahuan lokal; tehnologi l.okal; organisasi sosial lokal; bahasa dan komunikasi lokal; dan kesenian lokal.

c. Peletakannya Pada Materi Pendidikan agama.

Kalau akan dimasukkan, pada satuan ajar pendidikan agama mana ditempatkan esensi komponen kebudayaan apa (Kalau dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam misalnya “Pada baca Kitab Suci/Al-Qur’an; Aqidah/Tauhid; Ibadah/Fiqh; Mu’amalah; Sejarah/Tarikh; Akhlak ; dll, akan disisipkan materi pengajaran nilai serta norma kebudayaan apa”

d. Langkah-langkah Persiapan

Perlu diadakan penelitian yang melibatkan ahli pendidikan agama dan ahli-ahli serta tokoh-tokoh kebudayaan, penyiapan draft kurikulum, uji coba, finalisasi, penyiapan guru agama yang kompeten, jumlah jam pelajaran, sistem evaluasi, perundang-undangan maupun peraturan pemerintah dsb.

Secara umum digambarkan pula oleh H.A.R. Tilaar bahwa kaitan pendidikan Agama dengan kebudayaan itu, seyogiyanya tersistem mulai dari UUD 1945, Filsafat Pancasila, yang jadi induk kebudayaan nasional serta mengakomodasi kebudayaan lokal dari ratusan suku-suku bangsa yang hidup di Indonesia dalam pendidikan agama yang secara juridis politis formal hidup di Indinesia (Islam, Kristen/Katolik, Hindu dan Buddha serta Khonghucu).

Beranjak dari perspektif kajian historis pendidikan dalam kebudayaan Sunda, Edi S. Ekadjati memperlengkapi tulisannya dengan rekomendasi Sistem belajar dan Lembaga Pembelajaran yang relevan dapat dipertimbangkan untuk dikembalikan seperti lokasi Kabuyutan yang kharismatik membangun aturan dan etika pembelajaran, dengan memasukkan materi kebudayaan lokal ke dalam pendidikan agama.

Oleh Azyumardi Azra menekankan “Pendidikan agama merupakan pilar utama yang menyokong peserta didik untuk bersikap mandiri dan memiliki etos kerja yang amanah dan profesional”. Fokus penelitian pendidikan agama dalam perspektif kultural ini merupakan runut dari pemikiran untuk melihat sebahagian permasalahan dari sistem pendidikan nasional yang sedang menghadapi banyak gugatan, yakni di bidang akhlak dan moral generasi muda. Dalam perspektif kebudayaan, pendidikan nasional bermula dari tradisi kedaerahan yaitu keseriusan leader-leader komunitas lokal yang serius dan tanpa pamrih mengajarkan pendidikan agama dan non agama bagi para anggota masyarakat yang haus akan ilmu pengetahuan, dengan mengambil contoh Minangkabau–Padang misalnya, terkenal dengan pendidikan surau dan menjadi tempat pendidikan unggulan bagi masyarakat pesisir.

Hal yang substansial dan sufistik dikemukakan oleh Abdul Munir Mulkan, bahwa Pendidikan Agama dalam Perspektif Kultural pada hakikiatnya adalah upaya menjadikan peserta didik menemukan Tuhan lewat kreatifitas dan keunikan sehingga tumbuh kesadaran etis serta cakrawala dunia.

Dengan demikian perspektif ide-ide para ahli tadi dalam proposisi teoritis adalah “semakin kuat ikatan pendidikan agama dengan kebudayaan lokal dan nasional, semakin terwujud peserta didik seutuhnya implisit menemukan Tuhan”. Dengan skema sbb:














Keberhasilan ini akan ditentukan oleh kesepakatan bernegara, berbangsa dan bertanah air dari seluruh pendukung kebudayaan daerah, yang ada di Indonesia yang tertuang dalam bentuk ketetapan, undang-undang, peraturan, konsensus dan bentuk ikatan jaminan lainnya, pelatihan, pembiasaan bersama-sama dengan pakar dan pelaksana tehnis kebudayaan serta pendidikan agama. Mulai dari persetujuan bersama dari berbagai kalangan, organisasi sosial kemasyarakatan biasa, hingga lembaga legislatif (kerakyatan), eksekutif (pemerintahan), maupun judikatif (hukum). Akhirnya tercipta ikatan Pendidikan Agama dengan Kebudayaan yang melahirkan manusia Indonesia seutuhnya.

9. Contoh-Contoh Kearifan Lokal Untuk Bahan Kajian Kultural dan Multikultural Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

a. Aceh :
Udep tsare mate syahid (Hidup bahagia, meninggal terterima Allah Swt); Hukom ngon adat lagge zat ngon sifeut (Antara hukum dengan adat seperti zat dengan sifatnya);
Ini menggambarkan semua komponen kehidupan yang dapat diraih agar ditumbuhkembangkan. Sementara acuan agama tentang kehidupan, ketuhanan dan peribadatan dilaksanakan. Pembangunan masyarakat mulai dari komponen kehidupan mereka dan terkait dengan nilai serta norma religi mereka.

b. Melayu (Deli; Kalimantan Barat; Sibolga; Sumatera Barat; Malaysia): Lain lubuk lain ikannya , dimane bumi diinjak di situ langit dijunjung.
Ini berarti membangun kehidupan mereka hendaklah mulai dengan isi kehidupan mereka. Nilai dan Norma yang harus dikembangkan adalah yang serasi dengan budaya setempat.

c. Batak:
Hasangapon, hagabeon, hamoraon, sarimatua (Kewibawaan, Kekayaan, keturunan Yang Menyebar, Kesempurnaan Hidup).
Ini bermakna bahwa pembangunan haruslah yang dapat meningkatkan kedudukan, harta, modal kesehatan reproduksi, ilmu dan keberanian merantau. Nilakka tu jolo sarihon tu pudi (Melangkah ke depan pertimbangkan ke belakang).

d. Sumatera Barat
Bulek ai dek pambuluah, bulek kato jo mupakkek (Bulat air karena pembuluh, bulat kata dengan mufakat); Adat ba sandi syara’, syara’ ba sandi kitabullah (Adat berlandaskan hukum, hukum bersendikan kitab suci)

e. Jayapura:
“Wamena” Weak Hano Lapukogo (Susah Senang Sama-sama); Ninetaiken O’Pakeat (Satu Hati Satu Rasa).
Ini berarti pembangunan yang ditawarkan harus yang dapat membuat mereka sama-sama aktif dan menikmati hasil juga secara bersama.

f. Sulawesi Selatan
“Bugis” Sipakatau (Nasehat-menasehati); Sipakalebbi (Hormat-menghormati); Mali Siparappe, Mali Sipakainge, Rebba Sipatokkong(Saling Mengingatkan, Saling Menghargai, Saling Memajukan).

g. Sulawesi Utara
1). “Manado” Baku Beking Pandei (Saling memandaikan satu sama lainnya)
2). “Minahasa”: Torang Samua Basudara (Kita semua bersaudara); Mapalus (Gotong royong); Tulude – Maengket (Kerjabakti untuk rukun) Baku-Baku bae-baku-baku sayang, baku-baku tongka, baku-baku kase inga (Saling berbaik-baik, sayang-menyayangi, tuntun-menuntun dan ingat mengingatkan); Sitou Timou, Tumou Tou (Saling Menopang dan hidup menghidupkan: Manusia hidup dan untuk manusia lain)
3). “Bolaang Mangondow”: Momosat “Gotong royong” ; Moto tabian, moto tampiaan, moto tanoban (Saling mengasihi, saling memperbaiki, dan saling merindukan”
h. Sulawesi Tengah
1).“Kaili”: Kitorang bersaudara (Persaudaraan); Toraranga (Saling mengingatkan); Rasa Risi Roso Nosimpotobe (sehati,sealurpikir, setopangan, sesongsongan) .
2). “Poso” (Suku Pamona,Lore,Mori,Bungku dan Tojo/Una-Una, Ampana, dan pendatang: Bugis, Makassar, Toraja, Gorontalo, Minahasa; Transmigrasi: Jawa, Bali, Nusa Tenggara): Sintuwu Maroso (Persatuan yang kuat: walau banyak tantangan ,masalah, tidak ada dan siapapun yang dapat memisahkan persatuan warga poso tanpa memandang suku, agama, ras dan antar golongan).
i. Sulawesi Tenggara :
Kalosara ( Supremasi sistem rukun dan pencegahan konflik);
Samaturu (bhs. Tolala) : Bersatu, gotong royong, saling menghormati;
Depo adha adhati (Muna) : Saling menghargai

j. Bali :
Manyama braya (semua bersaudara);
Tat Twam Asi ( senasib sepenanggungan);
Tri Hita Karana (tiga penyebab kebahagiaan);
1). Pariangan (harmoni dengan Tuhan).
2). Pawongan (harmoni dengan sesama manusia).
3). Palemahan (harmoni dengan lingkungan alam).

k. Jambi:
Lindung melindung bak daun sirih
Tudung menudung bak daun labu
Rajut merajut bak daun petai
(Saling tolong menolong/saling menghargai)
l. Jawa Timur
Siro yo ingsun, ingsun yo siro : Kesederajatan (Egalitarianism)
Antar-antaran ugo : Persaudaraan
m. Kalimantan Selatan:
Kayuh baimbai ( Bekerja sama); Gawi sabumi (Gotong royong)
Basusun sirih (Keutuhan); Menyisir sisi tapih (Introspeksi)
n. Kalimantan Tengah :
1). “Dayak Kanayan”: Adil ka’ talimo, bacuramin ka’saruga, ba sengat ka’ jubata. (Adil sesama, berkaca surgawi, bergantung pada Yang Esa).; Rumah betang (Bersama dan saling tenggang); Handep-habaring hurung (Nilai kebersamaan dan gotong royong); Betang (Semangat rumah panjang).
2). “Dayak Bekati”: Janji baba’s ando (Janji harus ditepati); Janji pua’ take japu (Jangan janji sekedar kata-kata).

o. Kalimantan Timur
“Dayak Bahau”: Murip ngenai (Makmur Sejahtera); Te’ang liray (Unggul diantara sesame:Kompetisi sehat).

p. NTB :
1). Propinsi
Saling jot ( Saling memberi)
Saling pelarangin (Saling melayat)
Saling ayon (Saling mengunjungi : silaturahmi)
Saling ajinin (Saling menghormati)
Patut (Baik, terpuji, hal yang tidak berlebih-lebihan)
Patuh (Rukun, taat, damai, toleransi, saling harga menghargai)
Patju (Rajin, giat, tak mengenal putus asa)
Tatas,Tuhu,Trasna (Berilmu, Beraklak/Etika,Bermasyarakat)

2). “Sasak-lombok”:
Bareng anyong jari sekujung (Bersama-sama lebur dalam satu perahu);
Beleq kayuk beleq papan na(Besar kayu besar papannya)
Embe aning jarum ito aning benang(Kemana arah jarum kesitu arah benang)
Endang kelebet laloq leq impi (Jangan terlalu terpesona oleh mimpi)
Endaq ngegaweh marak sifat cupak (Jangan memakai atau bersifat seperti cupak)
Endaq ta beleqan ponjol dait kelekuk (Jangan lebih besar tempat nasi daripada tempat beras)
Endaq ta ketungkulan dengan sisok nyuling (Jangan terlena dengan siput menyanyi)
Idepta nganyam memeri, beleqna embuq teloq (Seperti usaha memelihara anak itik, sesudah besar memungut telurnya)
Keduk lindung, bani raok (Berani cari belut harus berani kena lumpur)
Laton kayuq pasti tebaban isiq angin (Setiap pohon pasti dilanda oleh angin)

3). “Mbojo (Bima)”
Bina kamaru mada ro kamidi ade, linggapu sadumpu nepipu ru boda (Janganlah menidurkan mata dan berdiam diri, perbantallah kayu, dan perkasurlah duri kaktus)
Arujiki jimba wati loa reka ba mbe-e (Rejeki domba tidak bisa didapat oleh kambing)
Ngaha rawi pahu (Berkata, berkarya hendaklah menghasilkan kenyataan)
q. DIY/Yogyakarta :
Alon-alon asal kelakon (Biar pelan asal selamat: kehati-hatian)
Sambatan (Saling membantu)

r. Solo Jawa Tengah
Ngono yo ngono tapi ojo ngono (Gitu ya gitu tapi jangan gitu)
Mangan ora mangan karo ngumpul (Makan tidak makan ngumpul)
“Siliwangi”: Esa hilang dua terbilang: (Bandingkan:Patah tumbuh hilang berganti pada semboyan “Pramuka”).

s. Lampung :
Sakai sambayan (Sikap kebersamaan dan tolong menolong)
Alemui nyimah (Menghormati tamu).
Bejuluk beadok (Memberi gelar/julukan yang baik kepada orang)

t. Bengkulu dan Rejang Lebong:
Adat besendai sarak, sarak besendai Kitabullah (Mirip Sumatera Barat); Tip-tip ade mendeak tenaok ngen tenawea lem Adat ngen Riyan Cao (Setiap ada tamu ditegur sapa dengan adat dan tata cara); Di mana tembilang di cacak disitu tanah digali (Bengkulu); Naek ipe bumai nelat, diba lenget jenunjung (Rejang Lebong) (Mirip Melayu). Titik mbeak maghep anok, tuwai ati tau si bapok (Kecil jangan dianggap anak, tua belum tentu dia Bapak); Kamo bamo (kekeluargaan dan mengutamakan kepentingan orang banyak). Amen ade dik rujuak, mbeak udi temnai benea ngen saleak, kembin gacang sergayau, panes semlang si sengok, sileak semlang si betapun (jik ada musibah, jangan mencari kambing hitam, dinginkan hati yang panas, luka agar bertangkup dan tidak berdarah).

u. Madura:
“Sampang”: Abantal ombak asapo’ angina (Berbantal ombal-berselimut angina); Lakona-lakone, kennengga-kennengge (Kerjakan dengan baik apa yang menjadi pekerjaanmu dan tempati dengan baik pula apa yang telah ditetapkan sebagai tempatmu); Todus (Malu); Ango ‘an poteo tolang, e tebang potea mata (Lebih baik putih tulang daripada putih mata).

v. Maluku Selatan
“Ambon”: Pela Gandong (Saudara yang dikasihi: Penguatan persaudaraan lewat kegotongoyongan dalam kehidupan); Gendong beta-gendongmu jua (Deritaku-deritamu juga).

w. Maluku Utara
“Ternate”: Marimoi Ngonefuturui (Bersatu kita teguh).

x. Kelembagaan /Pranata:
1). Pramuka “Patah Tumbuh Hilang Berganti” (Berjuang terus demi regenerasi”
2). TNI – Taruna Batalyon Siliwangi: ”Esa Hilang Dua Terbilang” (Gugur Satu Pahlawan Berjuang Dua Pahlawan Lagi)

Ungkapan tadi adalah petatah petitih melayu, bahasa kromo inggil Jawa, petuah, dll, yang diperoleh dari berbagai suku wilayah di Indonesia. Berupa contoh keragaman ungkapan suku-suku bangsa yang menjadi bahagian dari kearifan local yang jadi kendali dalam menjalankan kehidupan. Apa yang diutarakan disini pun masih sangat minim jika dibandingkan dengan seluruh suku-suku bangsa kita yang ada di di nusantara (436 suku bangsa besar). Pendataan lewat pemetaan menyeluruh (holistic mapping) harus segera dilaksanakan.

11. Penilaian keberhasilan dan kegagalan

a. Terinventarisasi keluasan budaya dan multi budaya suku suku bangsa yang terapresiasi oleh PAIS: agama, ilmu pengetahuan, tekhnologi, ekonomi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi, serta kesenian. Mulai dari world view (visi), misi, tujuan, program kegiatan, moral, dsb.

b. Terinventarisasi keluasan budaya dan multi budaya suku suku bangsa yang tidak sejalan dengan materi PAIS: agama, ilmu pengetahuan, tekhnologi, ekonomi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi, serta kesenian. Mulai dari world view (visi), misi, tujuan, program kegiatan, moral, dsb.

c. Terimplementasinya kajian PAIS ke dalam Nilai-Nilai Budaya dan Multi Budaya tersebut baik yang serasi pada tatanan pembelajaran intrakurikuler maupun pada tatanan pembelajaran ekstrakurikuler.

d. Terjadinya pembudayaan pada sekolah nilai-nilai dan norma universal multikultural (Sumber Lingkungan Sekolah, Para Peserta Didik, Negara, Internasional) pada perjumpaan di sekolah, simbol-simbol di dinding luar sekolah dan ruang kelas, gambar-gambar serta pertunjukan sanggar, dsb.


11. Penutup

Dari uraian terdahulu dapat dibuat proposisi hipotesis, bahwa kedalaman dan keluasan pembelajaran tentang materi Pendidikan Agana Islam Pada Sekolah yang mengapresiasi dan mengkritisi kebudayaan dan multi kebudayaan dari masyarakat lingkungan sekolah dan peserta didik, akan mewujudkan peradaban sekolah serta kesempurnaan kepribadian peserta didik.

==00==








DAFTAR BACAAN

Azra, Azyumardi
2004 Peradaban Indonesia; Akselerasi Multikulturalisme. (Makalah Seminar). Jakarta: Multikultural dan Multikulturalisme di UIN Syarif Hidayatullah, Tgl. 24-7-2004

2004 Pendidikan Agama Dalam Perspektif Kultural. (Makalah Seminar). Jakarata: Workshop Pendidikan Agama Dalam Perspektif Kultural. Lemlit UIN Syarif Hidayatullah Kerjasama dengan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama Tgl. 28-10-2004

Boedhisantoso, S.
1987 Jawanisasi atau Keterikatan Budaya dalam Kontak Antar Kebudayaan. Dalam Muhadjir dkk “Evaluasi dan Strategi Kebudayaan”. Jakarta: Fakultas Sastra UI.

Budianta, Melani
2004 Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural: Sebuah Gambaran Umum. (Makalah). Jakarta: Seminar Multikultural dan Multikulturalisme di UIN Syarif Hidayatullah, Tgl. 24-7-2004

Ekadjati, Edi. S.
2004 Pendidikan Agama Berbasis Kultur Sunda: Tinjauan Historis. (Makalah). Jakarta: Workshop Pendidikan Agama Dalam Perspektif Kultural. Lemlit UIN Syarif Hidayatullah Kerjasama dengan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama Tgl. 28-10-2004

Hefner, Robert, W. Ed.
2007 Politik Multikulturalisme, Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Jamhari
2004 Agama dan Demokrasi Pra-Kondisi Multikulturalisme. (Makalah). Jakarta: Seminar Multikultural dan Multikulturalisme di UIN Syarif Hidayatullah, Tgl. 24-7-2004

Koentjaraningrat
1980 Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru

Mulkan, Abdul Munir
2004 Pendidikan Agama berbasis Budaya Dalam Pengkayaan Pengalaman Ketuhanan dan Keunikan Diri. (Makalah Seminar). Jakarta: Workshop Pendidikan Agama Dalam Perspektif Kultural. Lemlit UIN Syarif Hidayatullah Kerjasama dengan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama Tgl. 28-10-2004
Melalatoa, M. Yunus
1995 Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: Dep P&K.

Slater, Robert O., at all (Ed)
1994 Global Transformation And The Third World. London: Lynne Rienner Publishers

Suparlan, Parsudi,
1988 Kebudayaan dan Pembangunan. Jakarata: MGMP Sosiologi & Antropologi DKI.

2004 Masyarakat Majemuk Indonesia dan Multikulturalisme. Jakarta (Makalah Seminar Multikultural dan Multikulturalisme di UIN Syarif Hidayatullah, Tgl. 24-7-2004

2004 Menuju Masyarakat Indonesia Yang Multikultural. Dalam Hubungan Antar Suku Bangsa, hal.280-290. Jakarta: Yayasan Penegembangan Kajian Ilmu Kepolisian.
2004 Kesetaraan Warga dan hak Budaya Komuniti Dalam Masyarakat Majemuk Indonesia. Dalam Hubungan Antar Suku Bangsa, hal. 243-260

Spradley, James P and David W. Mc.Curdy (Ed)
1987 Conformity And Conflict (Reading in Cultural Anthropology). Boston: Little, Brown and Company.

Tilaar, H.A.R
2004 Pendidikan Keagamaan Dalam Perspektif Studi Kultural (Makalah Seminar). Jakarta: Workshop Pendidikan Agama Dalam Perspektif Kultural. Lemlit UIN Syarif Hidayatullah Kerjasama dengan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama Tgl. 28-10-2004

Tumanggor, Rusmin
2003 Potret Pendidikan Agama dan Keagamaan di Indonesia (Makalah). Jakarta: Workshop Pengawas Pendidikan Agama di YPI Ciawi Tgl. 21-8-2003

2003 Agama dan Pandangan Hidup (Studi Tentang Local Religion). Jakarta: Pembahasan Seminar Hasil Penelitian LIPI, Tgl. 28- 10- 2003

2002 Al-Qur’an dan Globalisasi (Makalah) .Jakarta: Workshop Dosen-Dosen Ma’had Aly di YPI Ciawi Tgl. 2 – 6 - 2002

2001 Pluralisme Dalam Perspektif Antropologi (Makalah Seminar). Jakarta: Panitia Gabungan Diskusi Pluralisme Perekat Persatuan bangsa Himpunan Mahasiswa JRS Perbandingan Agama Fak. Ushuluddin IAIN Jakarta dengan Senat Mahaiswa Sekolah Tinggi Teologi Jakarata. Tgl. 12 – 3 - 2001


























logo
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, MA


Alamat:
Jln. Taman Wisata Permata Buana
Kel. Pondok Petir Rt. 01/03 No. 50
Kec. Sawangan Kota Depok
Telp. (021) 33014408
Hp. 08121899031 Kd Pos 16517

Alamat Kantor:
Jln. Ir. H. Juanda No.95
Kec. Ciputat Tangerang Selatan
Prov. Banten
Telp. (021) 7401925
Fax (021) 7443328
E-mail: rusmintumanggor @gmail.com