ASSALAMU ALAIKUM

SELAMAT DATANG DI IQBAL'S BLOG

Selasa, 20 Juli 2010

Pemikiran Pendidikan Menurut S.M. Naquib al-Attas

Pemikiran Pendidikan Menurut S.M. Naquib al-Attas


A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan bagian vital dalam kehidupan manusia. Pendidikan (terutama Islam) – dengan berbagai coraknya- berorientasi memberikan bekal kepada manusia (peserta didik) untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, semestinya pendidikan (Islam) selalu diperbaharui konsep dan aktualisasinya dalam rangka merespon perkembangan zaman yang selalu dinamis dan temporal, agar peserta didik dalam pendidikan Islam tidak hanya berorientasi pada kebahagiaan hidup setelah mati (eskatologis); tetapi kebahagiaan hidup di dunia juga bisa diraih.
Dalam kenyataannya, di kalangan dunia Islam telah muncul berbagai isu mengenai krisis pendidikan dan problem lain yang amat mendesak untuk dipecahkan (Syed Sajjad Husein & Syed Ali Ashraf, 1986). Lebih dari itu, Isma’il Raji Al-Faruqi (1988: vii) mensinyalir bahwa didapati krisis yang terburuk dalam hal pendidikan di kalangan dunia Islam. Inilah yang menuntut agar selalu dilakukan pembaharuan (modernisasi) dalam hal pendidikan dan segala hal yang terkait dengan kehidupan umat Islam.

Pada persoalan kurikulum keilmuan misalnya, selama ini pendidikan Islam masih sering hanya dimaknai secara parsial dan tidak integral (mencakup berbagai aspek kehidupan), sehingga peran pendidikan Islam di era global sering dipertanyakan. Masih terdapat pemahaman dikotomis keilmuan dalam pendidikan Islam. Pendidikan Islam sering hanya difahami sebagai pemindahan pengetahuan (knowledge) dan nilai-nilai (values) ajaran Islam yang tertuang dalam teks-teks agama, sedangkan ilmu-ilmu sosial (social sciences guestiswissenchaften) dan ilmu-ilmu alam (nature sciences/ naturwissenchaften) dianggap pengetahuan yang umum (sekular). Padahal Islam tidak pernah mendikotomikan (memisahkan dengan tanpa saling terkait) antara ilmu-ilmu agama dan umum. Semua ilmu dalam Islam dianggap penting asalkan berguna bagi kemaslahatan umat manusia
.
Bertolak dari problematika tersebut di atas, di Islam pun dikenal dua sistem pendidikan yang berbeda proses dan tujuannya. Pertama, sistem pendidikan tradisional yang hanya sebatas mengajarkan pengetahuan klasik dan kurang peduli terhadap peradaban teknologi modern; ini sering diwarnai oleh corak pemikiran Timur Tengah. Kedua, sistem pendidikan modern yang diimpor dari Barat yang kurang mempedulikan keilmuan Islam klasik. Bentuk ekstrim dari sistem yang kedua ini berupa universitas modern yang sepenuhnya sekular dan karena itu pendekatannya bersifat non-agamis. Para alumninya sering tidak menyadari warisan ilmu klasik dari tradisi mereka sendiri (M. Shofan, 2004: 109).

Menurut Al-Attas (1984) percabangan sistem pendidikan tersebut di atas (tradisional-modern) telah membuat lambang kejatuhan umat Islam. Jika hal itu tidak ditanggulangi maka akan mendangkalkan dan menggagalkan perjuangan umat Islam dalam rangka menjalankan amanah yang telah diberikan Allah SWT. Allah telah menjadikan umat manusia di samping sebagai hamba-Nya juga sebagai khalifah di muka bumi, sehingga peranannya disamping mengabdikan diri kepada Allah juga harus bisa mewarnai dunia empiris.
Dikotomi keilmuan dalam pendidikan Islam; antara ilmu agama (Islam) dan ilmu umum (Barat) telah menimbulkan persaingan di antara keduanya, yang saat ini –dalam hal peradaban- dimenangkan oleh Barat, sehingga pengaruh pendidikan Barat terus mengalir deras, dan ini membuat identitas umat Islam mengalami krisis dan tidak berdaya. Dalam kajian AM. Saefuddin (1991: 97), ketidakberdayaan umat Islam dalam menghadapi pengaruh Barat itu membuatnya bersifat taqiyah; artinya, kaum Muslimin lebih menyembunyikan identitas keislamannya, karena rasa takut dan malu. Sikap seperti ini banyak melanda umat Islam di segala tingkatan; baik di infrastruktur maupun suprastruktur; level daerah maupun nasional.

Menurut (Syed Muhammad Naquib Al-Attas, 1981: 169 ), pemecahan problematika pendidikan Islam seperti tersebut di atas menjadi tugas umat yang terberat di abad XV H./ XXI M.; sebab keadaan umat Islam jika ingin kembali bangkit memegang andil dalam sejarah sebagaimana di masa kejayaannya, amat ditentukan oleh sejauh mana kemampuannya dalam mengatasi problematika pendidikan yang sedang dialaminya. Senada dengan itu Machnun Husein (1983: ix) menulis, bahwa persoalan yang paling berat yang dihadapai dunia Islam pada masa kini adalah persoalan pendidikan. Masa depan dunia Islam amat bergantung kepada bagaimana ia menghadapi tantangan tersebut.
Dari pemaparan di atas, dapat dirasakan bahwa selama ini ada sesuatu yang kurang beres dalam dunia pendidikan Islam dari segi konsep (kurikulum, proses, tujuan) dan aktualisasinya. Oleh karena itu perlu adanya rekonseptualisasi, reformulasi, reformasi, rekonstruksi, atau penataan kembali di dalamnya (Ilmiyati, 1997: 2). Hal ini amat perlu dilakukan, dan sebenarnya ini sudah disadari dan diupayakan oleh para pemikir Muslim, terbukti dengan diadakannya beberapa kali konferensi mengenai pendidikan Islam tingkat internasional.
Konferensi internasional mengenai pendidikan Islam diselenggarakan sebanyak enam (6) kali di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, yakni di Makkah (1977), Islamabad (1980), Dakka (1981), Jakarta (1982), Kairo (1982), dan Amman (1990) (Daud, 2003: 399). Dalam konferensi tersebut, dibahas berbagai persoalan mendasar tentang problem yang dialami pendidikan Islam; juga mencari rumusan yang tepat untuk mengatasinya.
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, termasuk salah satu pemikir dan pembaharu pendidikan Islam dengan ide-ide segarnya. Al-Attas tidak hanya sebagai intelektual yang concern kepada pendidikan dan persoalan umum umat Islam, tetapi juga pakar dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Ia juga dianggap sebagai tokoh penggagas Islamisasi ilmu pengetahuan yang mempengaruhi banyak tokoh lainnya. Ia secara sistematis merumuskan strategi Islamisasi ilmu dalam bentuk kurikulum pendidikan untuk umat Islam.
Meski demikian, ide-ide Al-Attas tentang Islamisasi ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam. Banyak memperoleh tantangan dari para pemikir yang terlahir dari dunia Barat
Terlepas dari itu, Al-Attas telah dikenal sebagai filosof pendidikan Islam yang sampai saat ini kesohor di kalangan umat Islam dunia dan juga sebagai figur pembaharu (person of reform) pendidikan Islam. Respon positif ataupun negatif dari para intelektual yang ditujukan kepada Al-Attas menjadikan kajian terhadap pemikiran Al-Attas semakin menarik.
Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang ada dirumuskan sebagai berikut. Bagaimana latar belakang sejarah kehidupan Naquib al-Attas? Bagaimana tujuan pendidikan menurut al-Attas bagi modernisasi pendidikan Islam di Indonesia?

B. Metode Penelitian

Penulisan makalah ini ditulis dengan menggunakan kajian literatur atau kepustakaan yang bersifat kontemporer dengan sudut pandang filsafat pendidikan. Data yang dipakai bersumber dari buku-buku, majalah-majalah, artikel-artikel, dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan pemikiran Al-Attas dan pendidikan. Rujukan utama (primer) adalah karya-karya yang ditulis Al-Attas. Sementara rujukan sekunder adalah karya-karya intelektual mengenai pemikiran Al-Attas. Untuk karya-karya lain yang terkait dijadikan sebagai data pendukung. Adapun metode yang digunakan adalah metode Heuristik; yaitu mencari pemahaman baru. Metode heuristik diterapkan untuk menemukan sesuatu yang baru setelah melakukan penyimpulan dan kritik terhadap objek material dalam penelitian. Metode heuristik penting untuk menemukan suatu hal baru dalam mendekati objek material penelitian. Disamping itu, metode heuristik perlu untuk melakukan refleksi kritis terhadap konsepsi seorang filosof (Kaelan, 2005: 254; Bakker & Zubair, 1990). Metode ini dipakai untuk mengevaluasi secara kritis pemikiran Al-Attas; kekuatan dan kelemahan.
C. Deskripsi Pembahasan

Biografi Prof. DR. Syed Muhammad Naquib Al-Attas

1. Sejarah Hidup dan Riwayat Pendidikannya

Prof. DR. Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Lahir dibogor, Jawa Barat, pada tanggal 5 september 1931. Ia adik kandung dari Prof. DR. Hussein Al-Attas, seorang ilmuwan dan pakar sosiologi di Univeritas Malaya, Kuala Lumpur Malaysia. Ayahnya bernama Syed Ali bin Abdullah AL-Attas, sedangkan ibunya bernama Syarifah Raguan Al-Idrus, keturunan kerabat raja-raja Sunda Sukapura, Jawa Barat. Ayahnya berasal dari Arab yang silsilahnya merupakan keturunan ulama dan ahli tasawuf yangterkenal dari kalangan sayid.
Riwayat pendidikan Prof. DR. Syed Muhammad Naquib Al-Attas (selanjutnya akan disebut Al-Attas), sejak ia masih kecil berusia 5 tahun. Ketika ia berada di Johor Baru, tinggal bersama dan di bawah didikan saudara ayahnya Encik Ahmad, kemudian dengan Ibu Azizah hingga perang kedua meletus. Pada tahun 1936-1941, ia belajar di Ngee Neng English Premary Schoool di Johor Baru. Pada zaman Jepang ia kembali ke Jawa Barat selama 4 tahun. Ia belajar agama dan bahasa Arab Di Madrasah Al-Urwatul Wutsqa di Sukabumi Jawa Barat Pada tahun 1942-1945. Tahun 1946 ia kemabali lagi ke Johor Baru dan tinggal bersama saudara ayahnya Engku Abdul Aziz (menteri besar Johor Kala itu), lalu dengan Datuk Onn yang kemudian juga menjadi menteri besar Johor (ia merupakan ketua umum UMNO pertama). Pada tahun 1946, Al-Attas melanjutkan pelajaran di Bukit Zahrah School dan seterusnya di English College Johor Baru tahun 1946-1949. Kemudian masuk tentara (1952-1955) hingga pangkat Letnan. Namun karena kurang berminat akhirnya keluar dan melanjutkan kuliah di University Malaya tahun 1957-1959, lalu melanjutkan di Mc Gill University, Montreal, Kanada, dan mendapat gelar M. A. Tidak lama kemudian melanjutkan lagi pada program pascasarjana di University of London tahun 1963-1964 hingga mendapat gelar Ph. D.

2. Corak pemikiran pendidikan Al-Attas

Apabila ditelaah dengan cermat, format pemikiran pendidikan yang ditawarkan oleh Al-Attas, tampak jelas bahwa dia berusaha menampilkan wajah pendidikan Islam sebagai suatu sistem pendidikan terpadu.

Hal tersebut dapat dilihat dari tujuan pendidikan yang dirumuskannya, yakni tujuan pendidikan yang dirumuskannya, yakni tujuan pendidikan dalam Islam harus mewujudkan manusia yang baik, yaitu manusia universal (Al-Insan Al-Kamil). Insan kamil yang dimaksud adalah manusia yang bercirikan: pertama; manusia yang seimbang, memiliki keterpaduan dua dimensi kepribadian; a) dimensi isoterikvertikal yang intinya tunduk dan patuh kepada Allah dan b) dimensi eksoterik, dialektikal, horisontal, membawa misi keselamatan bagi lingkungan sosial alamnya. Kedua; manusia seimbang dalam kualitas pikir, zikir dan amalnya (achmadi, 1992: 130). Maka untuk menghasilkan manusia seimbang bercirikan tersebut merupakan suatu keniscayaan adanya upaya maksimal dalam mengkondisikan lebih dulu paradigma pendidikan yang terpadu.
Indikasi lain yang mempertegas bahwa paradigma pendidikan yang ditawarkan Al-Attas menghendaki terealisirnya sistem pendidikan terpadu ialah tertuang dalam rumusan sistem pendidikan yang diformulasikannya, dimana tampak sangat jelas upaya Al-Attas untuk mengintegrasikan ilmu dalam sistem pendidikan Islam, artinya Islam harus menghadirkan dan mengajarkan dalam proses pendidikannya tidak hanya ilmu-ilmu agama, tetapi juga ilmu-ilmu rasional, intelek dan filosofis.

Dari deskripsi di atas, dapat dilacak bahwa secara makro orientasi pendidikan Al-Attas adalah mengarah pada pendidikan yang bercorak moral religius yang tetap menjaga prinsip keseimbangan dan keterepaduan sistem. Hal tersebut terlihat dalam konsepsinya tentang Ta'dib (adab) yang menurutnya telah mencakup konsep ilmu dan amal. Di situ dipaparkan bahwa setelah manusia dikenalkan akan posisinya dalam tatanan kosmik lewat proses pendidikan, ia diharapakan dapat mengamalkan ilmunya dengan baik di masyarakat berdasarkan adab, etika dan ajaran agama. Dengan bahasa yang berbeda dapat dikatakan bahwa penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dilandasi pertimbangan nilai-nilai dan ajaran agama.

Hal itu merupakan indikator bahwa pada dasarnya paradigma pendidikan yang ditawarkan Al-Attas lebih mengacu kepada aspek moral-transendental (afektif) meskipun juga tidak mengabaikan aspek kognitif (sensual–logis) dan psikomotorik (sensual-empiris). Hal ini relevan dengan aspirasi pendidikan Islami, yakni aspirasi yang bernafaskan moral dan agama. Karena dalam taksonomi pendidikan Islami, dikenal adanya aspek transendental, yaitu domain iman disamping tiga domain kognitif, afektif dan psikomotorik yang dikembangkan B.S.Bloom dkk. (Muhaimin, 1991 : 1971: 72-73). Domain iman amat diperlukan dalam pendidikan Islami, karena ajaran Islam tidak hanya menyangkut hal-hal rasional, tetapi juga menyangkut hal-hal yang supra rasional, dimana akal manusia tidak akan mampu menangkapnya, kecuali didasari dengan iman, yang bersumber dari wahyu, yaitu Al-Qur'an dan Al-Hadist. Domain iman merupakan titik sentral yang hendak menentukan sikap dan nilai hidup peserta didik, dan dengannya pula menentukan nilai yang dimiliki dan amal yang dilakukan.

3. Kondisi obyektif pendidikan Islam dewasa ini

Untuk memotret bagaimana kondisi dunia pendidikan Islam dewasa ini, setidaknya bisa dicerna pandangan dan penilaian kritis para cendekiawan muslim, dimana secara makro dapat disimpulkan bahwa ia masih mengalami keterjajahan oleh konsepsi pendidikan Barat. Walaupun statemen ini berupa tesis atau hipotesa yang perlu dikaji ulang, tetapi ia sangat penting sebagai cermin dan refleksi untuk memperbaiki wajah pendidikan Islam yang dicita-citakan.

Prof. Dr. Isma'il Raji Al-Faruqi dalam karya monumentalnya islamization of knowlegde: general principles and workplan mensinyalir bahwa kondisi umat Islam saat ini sangat memprihatinkan, berada di bawah anak tangga bangsa-bangsa terbawah. Mengenai kondisi ini, ia menulis the whole world nomdays is led to thing that the religion of islam standas at the root of all evils (Al-Faruqi, 1995: x). Dalam bukunya Al-Tawhid, ia menambahkan bahwa : the ummah of islam is undeniabley the most unhappy ummah in modern times (Al-Faruqi, 1994: xiii). Al-Faruqi meyakini bahwa kondisi umat islam yang memprihatinkan ini, disebabkan oleh sistem pendidikan yang dipakai jiplakan dari sistem pendidikan Barat, baik materi maupun metodologinya (AL-Faruqi, 1984:17).
Tidak bisa dipungkiri, bahwa masyarakat Islam di seluruh dunia sedang berada dalam arus perubahan yang sangat dahsat seiring datangnya era globalisasi dan informasi. Sebagai masyarakat mayoritas dalam dunia ketiga, sungguhpun telah berusaha menghindari pengaruh westernisasi, tetapi dalam kenyataannya modernisasi yang diwujudkan melalui pembangunan berbagai sektor termasuk pendidikan, intervensi dan westernisasi tersebut sulit dielakkan.

Sehubungan dengan itu Fazlur Rahman Anshari yang selanjunya dikutip oleh Muhaimin, menyatakan : bahwa dunia Islam saat ini menghadapi suatu krisis yang belum pernah dialami sepanjang sejarahnya, sebagai akibat dari benturan peradaban Barat dengan dunia Islam.
Khursyid Achmad, seorang pakar muslim asal Pakistan, mencatat empat kegagalan yang ditemui oleh sistem pendidikan Barat yang liberal dan sekuler, yaitu:
Pertama, pendidikan telah gagal mengembangkan cita-cita kemasyarakan di kalangan pelajar. Kedua, pendidikan semacam ini gagal menanamkan nilai moral dalam hati dan jiwa generasi muda. Pendidikan semacam ini hanya memenuhi tuntutan pikiran, tetapi gagal memenuhi kebutuhan jiwa. Ketiga, pendidikan liberal membawa akibat terpecah belahnya ilmu pengetahuan. Ia gagal menyusun atau menyatukan ilmu dalam kesatuan yang utuh. Empat, selanjutnya pendidikan liberal menghasilkan manusia yang tiadak mampu menghadapi masalah kehidupan yang mendasar. (Achmad, 1992:22-23).
Semerntara Al-Attas melihat bahwa universitas modern (baca:Barat) tidak mangakui eksistensi jiwa atau semangat yang ada pada dirinya, dan hanya terikat pada fungsi administratif pemeliharaan pembangunan fisik. Dapat disimpulkan bahwa kondisi pendidikan dewasa ini, secara makro telah terkontaminasi dan terinvensi konsep pendidikna Barat. Dimana paradigma pendidikan Barat tersebut secara garis besar dapat dikatakan hanya mengutamakan pengejaran pengetahuan ansich, menitik beratkan pada segi teknik empiris, sebaliknya tidak mengakui eksistensi jiwa, tidak mempunyai arah yang jelas serta jauh dari landasan spiritual.

4. Menuju paradigma pendidikan Islam

Melihat kondisi pendidikan dewasa ini sebagaimana telah dideskripsikan, maka peniruan terhadap konsepsi pendidikan Barat harus dihentikan, karena tidak sesuai dengan dengan cita-cita pendidikan Islam. Sebaliknya merupakan suatu keniscayaan untuk mencari paradigma pendidikan yang paling sesuai dengan cita-cita islam.
Dalam wacana ilmiah, setidaknya dapat dikemukakakan beberapa alasan mendasar tentang pentingnya realisasi paradigma pendidikan Islam. Pertama, Islam sebagai wahyu Allah yang meruapakan pedoman hidup manusia untuk mencapia kesejahteraan di dunia dan akherat, baru bisa dipahami, diyakini, dihayati dan diamalkan setelah melalui pendidikan. Disamping itu secara fungsional Nabi Muhammad, sendiri di utus oleh Allah sebagai pendidikan utama manusia. Kedua, ilmu pendidikan sebagai ilmu humaniora juga termasuk ilmu normatif, sebab ia terikat dengan norma-norma tertentu. Disini nilai-nilai Islam sangat memadai untuk dijadikan sentral norma dalam ilmu pendidikan itu.
Ketiga, dalam memecahkan dan menganalisa berbagai masalah pendidikan selama ini cenderung mengambil sikap seakan-akan semua permasalahn pendidikan, baik makro maupun mikro diyakini dapat diterangkan dengan teori-teori atau filsafat pendidikan Barat, padahal yang disebut terakhir tadi bersifat sekuler. Oleh karena itu, nilai-nilai ideal Islam mestinya akan lebih sesuai untuk menganalisa secara kritis fenomena kependidikan (Lihat Achmadi, 1992: viii-ix).

5. Aktualisasi konsep Al-Attas dalam pendiikan Islam masa kini
Berdasarkan pada fenomena dan kondisi obyektif dunia pendidikan masa kini pada umumnya dan pendidikan Islam pada khususnya, maka pemikiran pendidikan Islam yang terformula dalam konsep ta'dib yang ditawarkan Al-Attas, sungguh memilki relevansi dan signifikansi yang tinggi serta layak dipertimbangkan sebagai solusi alternatif untuk diaktualisasikan dan di implementasikan dalam dunia pendidikan Islam. Karena pada dasarnya ia merupakan konsep pendidikan yang hendak mengintegrasikan dikhotomi ilmu pengetahuan, menjaga keseimbangan-equilibrium, bercorak moral dan religius. Secara ilmiah Al-Attas telah mengemukakan proposisi-proposisinya sehingga menjadi sebuah konsep pendidikan yang sangat jelas. Sehingga bukanlah suatu hal yang naif bahwa statement Al-Attas ini merupakan sebuah jihad intelektual dalam menemukan paradigma pendidikan Islam. Bila dicobakan untuk berdialog dengan filsafat ilmu, apa yang diformulasikan oleh Al-Attas dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik dari dataran ontologis, epistemologis maupun aksiologis.

D. Kesimpulan

Bagaimanapun hebatnya pemikiran seseorang pasti memiliki kekurangan dan tidak sempurna, tak terkecuali paradigma pendidikan Islam yang diformulasikan oleh Al-Attas. Namun apa yang digagasnya merupakan suatu komoditi berharga bagi pengembangan dunia ilmu pendidikan Islam, baik dalam dataran teoritis maupun praktis. Demikian pula dengan gagasan tentang Islamisasi ilmu pengetahuan adalah ide yang penting untuk diperhatikan secara positif. Hal tersebut bermuara pada tujuan agar menghindarkan umat manusia dari kesesatan disebabkan oleh ilmu yang sudah ada terpola secara filsafat Barat yang sekuler. Selanjutnya bagaimana konsepsi tersebut menemukan formatnya secara konkrit dan operasional.

Secara akademis pemikiran kritis dan inovatif seperti yang dilakukan Al-Attas, dalam konteks demi kemajuan dunia pendidikan Islam merupakan suatu keniscayaan, conditio sine quanon untuk ditumbuhkembangkan secara terus menerus. Hal tersebut merupakan konsekwensi dan refleksi rasa tanggung jawab manusia yang memiliki fungsi dan tugas utama sebagai Abdullah dan Khalifatullah.






Daftar Pustaka

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam dan Sekularisme, 1981, penerjemah Karsidjo Djojosuwarno, Pustaka, cet I, Jakarta.

__________, Konsep Pendidikan dalam Islam, 1990, penerjemah Haidar Bagir, Mizan, cet III, Bandung.

Achmadi, 1988, Ilmu pendidikan Islam II, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, salatiga.

___________, 1992, Islam paradigma ilmu pendidikan, Aditya Media, cet.I, Yogyakarta.

___________, Edisi 01/Tahun I/1998, Klasifikasi ilmu pengetahuan Islam: Perspektif sejarah peradabn islam, jurnal wahana Akademika, kopertais Wil. IX, semarang.
Al-Syaibany, Oemar M. Al-Thoumy, 1979, Falsafah Pendidikan Islam, Alih bahasa Hasan Langgulung, Bulan Bintang, Jakarta
.
Kuntowijoyo, 1991, Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi, editor A.E. Priyono, Mizan, bandung.

Muhadjir, Noeng, 1987, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: suatu teori pendidikan, Rake sarasin, Yogyakarta.

Muhaimain, 1991, Konsepsi Pendidikan Islam, Sebuah Telaah Komponen Dasar Kurikulum, Ramadhani, Solo.


Sumber: http://belajarislam.com

Kamis, 15 Juli 2010

PEDOMAN PELAKSANAAN PENYALURAN TUNJANGAN PROFESI MELALUI DANA DEKONSENTRASI

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 1
menyatakan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selanjutnya, pasal 14
ayat (1) huruf a. mengamanatkan bahwa dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan
hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Pasal 15 ayat (1)
menjelaskan bahwa penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum
meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan
lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus,
dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang
ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru dan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 tahun 2007 tentang penyaluran
tunjangan profesi bagi guru menyatakan bahwa guru yang telah memiliki
sertifikat pendidik dan nomor registrasi guru dari Kementerian Pendidikan
Nasional diberikan tunjangan profesi dengan ketentuan yang bersangkutan
melaksanakan tugas sebagai guru dengan beban kerja yang sesuai dengan
peraturan. Untuk kelancaran pemberian tunjangan profesi bagi guru yang
telah memenuhi persyaratan perlu disusun pedoman penyaluran tunjangan
profesi.
B. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional,
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen;
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan;
2 Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2008
tentang Pendanaan Pendidikan;
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2008
tentang Guru;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2008 tentang Tunjangan
Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen serta
Tunjangan Kehormatan Profesor;
7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 Jo.
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan;
8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 Tahun 2007 tentang
Penyaluran Tunjangan Profesi Bagi Guru;
9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 47
Tahun 2007 tentang In-passing Jabatan Guru Bukan PNS;
10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2008 tentang Tunjangan Profesi bagi Guru Tetap Bukan
Pegawai Negeri Sipil yang Belum Memiliki Jabatan Fungsional Guru.
11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 39
Tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas
Satuan Pendidikan.
C. TUJUAN
Pedoman ini disusun sebagai acuan bagi pihak yang berkepentingan,
terutama Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan
Ditjen PMPTK Kementerian Diknas dalam pelaksanaan penyaluran
tunjangan profesi bagi guru bukan PNS dan guru PNS Daerah yang dibayar
melalui dana dekonsentrasi di dinas pendidikan provinsi.
D. KERANGKA PROGRAM
Surat Keputusan Dirjen PMPTK Kementerian Diknas tentang penerima
tunjangan profesi menjadi dasar untuk pelaksanaan pembayaran
tunjangan profesi bagi guru. Sumber dana tunjangan profesi adalah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Ditjen PMPTK
Kementerian Diknas yang didekonsentrasikan pada DIPA Dinas Pendidikan
Provinsi. Penyaluran tunjangan profesi dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan
Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi 3
Provinsi dengan cara dikirim langsung ke rekening bank/pos masingmasing
guru/pengawas penerima.
E. SASARAN
Buku Pedoman ini disusun sebagai acuan bagi pihak yang berkepentingan
terutama:
1. Ditjen PMPTK Kementerian Diknas,
2. Dinas Pendidikan Provinsi,
3. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan
4. Guru/pengawas.
4 Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi
Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi 5
BAB II
TUNJANGAN PROFESI
A. PENGERTIAN
Tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada guru dan guru
yang diangkat dalam jabatan pengawas yang telah memiliki sertifikat
pendidik dan memenuhi persyaratan lainnya. Guru dimaksud adalah guru
PNS dan guru bukan PNS yang diangkat oleh pemerintah, pemerintah
daerah atau yayasan/masyarakat penyelenggara pendidikan baik yang
mengajar di sekolah negeri maupun sekolah swasta. Tunjangan Profesi
dibayarkan paling banyak 12 bulan dalam satu tahun berdasarkan prinsip
prestasi.
Tunjangan Profesi diberikan kepada guru dan guru yang diangkat dalam
jabatan pengawas terhitung mulai awal tahun anggaran berikut setelah
yang bersangkutan dinyatakan lulus sertifikasi dan memperoleh NRG.
Tunjangan profesi melalui dana dekonsentrasi diberikan kepada guru PNS
Pendidikan Luar Biasa (PLB), guru yang diangkat dalam jabatan pengawas
yang satminkalnya di dinas pendidikan provisi dan guru bukan PNS.
Khusus untuk guru PLB DKI Jakarta tunjangan profesi dibayar melalui dana
transfer ke daerah.
B. BESARAN
Bagi guru PNS besaran tunjangan profesi adalah setara dengan 1 (satu)
kali gaji pokok per bulan dipotong pajak penghasilan Pasal 21 dengan tarif
15 % bersifat final sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
di bidang perpajakan.
Bagi guru bukan PNS, tunjangan profesi diberikan setara dengan gaji
pokok PNS per bulan sesuai dengan penetapan inpassing jabatan
fungsional guru yang bersangkutan seperti yang diatur dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 47 tahun 2007. Tunjangan profesi bagi
guru bukan PNS yang belum memiliki Surat Keputusan inpassing jabatan
fungsional guru bukan PNS dibayar sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 72 tahun 2008 tentang Tunjangan Profesi bagi
6 Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi
Guru Tetap Bukan Pegawai Negeri Sipil yang Belum Memiliki Jabatan
Fungsional Guru dengan nominal sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta lima
ratus ribu rupiah) per bulan.
C. SUMBER DANA
Dana untuk pembayaran Tunjangan Profesi bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Ditjen PMPTK Kementerian Diknas
yang dialokasikan pada dana dekonsentrasi dalam Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) Dinas Pendidikan Provinsi.
D. KRITERIA PENERIMA
Tunjangan profesi diberikan kepada guru dan guru yang diangkat dalam
jabatan pengawas yang telah mendapat Surat Keputusan Dirjen PMPTK
Kementerian Diknas tentang Penetapan Penerima Tunjangan Profesi dan
melaksanakan tugas sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 39 tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan
Pengawas Satuan Pendidikan yang berlaku sejak 30 Juli 2009.
E. PENGHENTIAN DAN PEMBATALAN
Pemberian tunjangan profesi dihentikan apabila guru dan guru yang
diangkat dalam jabatan pengawas penerima tunjangan profesi memenuhi
salah satu atau beberapa keadaan sebagai berikut:
1. meninggal dunia;
2. mencapai batas usia pensiun (guru PNS dan bukan PNS dengan batas
pensiun 60 tahun);
3. tidak bertugas lagi sebagai guru atau pengawas;
4. tidak memenuhi kewajiban melaksanakan tugas 24 jam tatap muka per
minggu,
5. tidak mengampu mata pelajaran yang sesuai dengan sertifikat pendidik
yang diperuntukannya,
6. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara
guru dan penyelenggara satuan pendidikan;
Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi 7
7. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja sama; atau
8. dengan alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Guru dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas yang telah
ditetapkan sebagai penerima tunjangan profesi dapat dibatalkan dan wajib
mengembalikan tunjangan profesi yang telah diterima kepada negara
apabila:
1. Sertifikat pendidik yang bersangkutan dinyatakan tidak sah atau batal,
2. Data yang diajukan sebagai persyaratan mendapat Tunjangan Profesi
tidak sah.
8 Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi
Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi 9
BAB III
PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI
A. MEKANISME PEMBAYARAN
Dirjen PMPTK Kementerian Diknas menerbitkan Surat Keputusan
Penetapan Guru/Pengawas Penerima Tunjangan Profesi dan
mengirimkannya surat keputusan penerima Tunjangan Profesi ke Dinas
Pendidikan Provinsi. Dinas Pendidikan Provinsi melaksanakan proses
pencairan pembayaran tunjangan profesi langsung ke rekening bank/Pos
milik guru/pengawas yang bersangkutan. Proses tersebut dapat
digambarkan dalam diagram 1. di bawah ini.
Diagram 1. Mekanisme Umum Penyaluran Tunjangan Profesi
Rekening bank/pos
Milik Guru/Pengawas
Dinas Pendidikan
Provinsi
Ditjen PMPTK
Kementerian Diknas
KPPN
BANK
MITRA
KPPN
10 Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi
B. MEKANISME PENGHENTIAN
Apabila terdapat perubahan status atau kondisi guru penerima tunjangan
profesi yang mengakibatkan guru yang bersangkutan tidak lagi memenuhi
syarat sebagai penerima tunjangan profesi, maka penghentian pembayaran
tunjangan profesi dilakukan melalui proses sebagai berikut.
1. Kepala sekolah menyampaikan laporan secara tertulis kepada dinas
pendidikan kabupaten/kota,
2. Dinas pendidikan kabupaten/kota segera menyampaikan laporan
secara tertulis kepada Dirjen PMPTK Kementerian Diknas up Direktorat
Profesi Pendidik dengan tembusan kepada dinas pendidikan provinsi,
3. Berdasarkan laporan dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Ditjen
PMPTK Kementerian Diknas membuat surat penetapan penghentian
pembayaran tunjangan profesi bagi guru yang bersangkutan dan
menyampaikannya kepada dinas pendidikan provinsi dan dinas
pendidikan kabupaten/kota,
4. Berdasarkan surat penetapan Dirjen PMPTK Kementerian Diknas
tentang penghentian pembayaran tunjangan profesi tersebut, Dinas
pendidikan provinsi melakukan penghentian pembayaran tunjangan
profesi bagi guru yang bersangkutan pada bulan berikutnya.
C. MEKANISME PEMBATALAN
Apabila ditemukan bukti-bukti bahwa sertifikat pendidik penerima
tunjangan profesi dinyatakan tidak sah atau batal, atau data yang
diajukan oleh penerima tunjangan profesi sebagai berkas persyaratan
mendapat tunjangan profesi tidak sah, maka pembatalan pembayaran
tunjangan profesi bagi guru dan guru yang diangkat dalam jabatan
pengawas melalui proses sebagai berikut.
1. Dinas pendidikan provinsi atau dinas pendidikan kabupaten/kota
segera menyampaikan laporan secara tertulis kepada Dirjen PMPTK
Kementerian Diknas up Direktur Profesi Pendidik.
2. Berdasarkan laporan dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Ditjen
PMPTK Kementerian Diknas membuat surat penetapan pembatalan
pembayaran tunjangan profesi bagi guru yang bersangkutan dan
Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi 11
menyampaikannya kepada dinas pendidikan provinsi dan dinas
pendidikan kabupaten/kota.
3. Berdasarkan surat penetapan Dirjen PMPTK Kementerian Diknas
tentang pembatalan pembayaran tunjangan profesi tersebut, Dinas
pendidikan provinsi melakukan penghentian pembayaran tunjangan
profesi bagi guru yang bersangkutan pada bulan berikutnya.
4. Guru yang bersangkutan wajib mengembalikan tunjangan profesi yang
telah diterima ke kas negara melalui dinas pendidikan provinsi.
D. MEKANISME PELAPORAN REALISASI PEMBAYARAN
Pelaporan realisasi pembayaran dibuat oleh Dinas Pendidikan Provinsi
sebagai bukti pertanggung-jawaban pembayaran tunjangan profesi kepada
guru yang berhak dan merupakan persyaratan pelaksanaan pembayaran
tahap berikutnya.
Dinas Pendidikan Provinsi menyampaikan laporan realisasi penyaluran
tunjangan profesi kepada Dirjen PMPTK Kementerian Diknas melalui
Direktorat Profesi Pendidik pada bulan Juni dan Desember, dan mengirim
tembusan laporan ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sebagai bahan
pengecekan terhadap kebenaran penyaluran tunjangan profesi kepada
guru yang berhak.
Laporan disampaikan ke alamat berikut:
Direktorat Profesi Pendidik Ditjen PMPTK
Up Subdit Program
Gedung D Lt 14 Komplek Kementerian Pendidikan Nasional
Jl Pintu I Senayan Jakarta
E. PERUBAHAN DATA INDIVIDU PENERIMA TUNJANGAN PROFESI
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota melaporkan perubahan data guru dan
guru yang diangkat dalam jabatan pengawas penerima tunjangan profesi
setiap bulan berdasarkan laporan bulanan dari kepala sekolah. Jika
ditemukan perubahan data individu guru/pengawas yang berakibat pada
perubahan nilai gaji pokok (bertambah atau berkurang), maka Dinas
12 Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi
Pendidikan Kabupaten/Kota melaporkan perubahan data guru/pengawas
tersebut ke Ditjen PMPTK Kementerian Diknas up Direktorat Profesi
Pendidik melalui LPMP dengan tembusan ke Dinas Pendidikan Provinsi
selambat-lambatnya bulan Oktober tahun berjalan. Pembayaran tunjangan
profesi dengan nilai yang baru dilaksanakan terhitung sejak perubahan gaji
pokok tersebut.
F. JADWAL PELAKSANAAN PEMBAYARAN
Berikut adalah jadwal pelaksanaan program tunjangan profesi tahun 2010
No Kegiatan Bulan ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1
Sosialisasi pedoman
pelaksanaan penyaluran
tunjangan profesi.
2
Penerimaan daftar guru yang
lulus sertifikasi dari LPTK
penyelenggara
3
Pemberian Nomor Registrasi
Guru
4
Permintaan kelengkapan data
dan persyaratan lainnya ke
Dinas Pendidikan Provinsi/
Kabupaten/Kota
5
Pengiriman kelengkapan data
guru penerima tunjangan
profesi yang diperlukan ke LPMP
6
LPMP menyusun Draft lampiraan
SK Dirjen
7
Penerbitan SK Dirjen tentang
Penerima Tunjangan Profesi
dan pengiriman ke Dinas
Pendidikan Provinsi
8
Penyaluran tunjangan profesi ke
rekening guru penerima masingmasing
oleh Dinas Pendidikan
Provinsi.
9
Pelaporan realisasi pembayaran
Tunjangan Profesi oleh Dinas
Pendidikan Provinsi
10
Pelaporan pelaksanaan program
tunjangan profesi
Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi 13
BAB IV
PENGENDALIAN PROGRAM TUNJANGAN PROFESI
A. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pengendalian pelaksanaan program tunjangan profesi
mencakup semua upaya yang dilakukan dalam rangka menjamin
pelaksanaan program pembayaran tunjangan profesi agar dapat berjalan
sebagaimana mestinya, tepat sasaran dan tepat waktu. Kegiatan
pengendalian akan difokuskan pada proses pelaksanaan, khususnya dalam
hal-hal sebagai berikut:
1). Pelaksanaan sosialisasi program tunjangan profesi mulai di tingkat
pusat, provinsi sampai kabupaten/kota dengan sasaran utama seluruh
pengelola yang terkait dengan pelaksanaan penyaluran tunjangan
profesi ini maupun guru penerima tunjangan profesi,
2). Ketersediaan data guru penerima tunjangan profesi yang valid pada
tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota,
3). Pelaksanaan pemantauan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi
program sampai ke kabupaten/kota,
4). Perbaikan secara terus-menerus dilakukan atas permasalahan yang
terjadi dalam proses pelaksanaan pembayaran tunjangan profesi di
lapangan.
B. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM
Monitoring dan evaluasi program perlu dilakukan sebagai bagian dari
pengendalian program secara menyeluruh melalui kegiatan monitoring dan
evaluasi. Monitoring dan evaluasi program dilakukan oleh Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan, dan Ditjen PMPTK Kementerian Diknas secara terpadu sesuai
tugas dan tanggungjawab masing-masing.
Monitoring dapat dilakukan dalam bentuk penyebaran angket, wawancara,
observasi, dan lain-lain yang relevan. Responden meliputi guru penerima
tunjangan, kepala sekolah, unsur dinas pendidikan kabupaten/kota, dan
unsur dinas pendidikan provinsi.
14 Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi
Evaluasi program dilakukan dengan menganalisis hasil monitoring. Hasil
analisis digunakan sebagai rekomendasi pelaksanaan penyaluran tunjangan
profesi pada tahun berikutnya.
C. PENGAWASAN PROGRAM
Untuk mewujudkan penyaluran tunjangan profesi yang transparan dan
akuntabel, diperlukan pengawasan oleh aparat fungsional internal dan
eksternal. Pelaksanaan pengawasan terhadap penyelenggaraan penyaluran
tunjangan profesi ini sepenuhnya diserahkan kepada lembaga fungsional
yang berwenang.
Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi 15
BAB V
P E N U T U P
Pedoman pelaksanaan pembayaran tunjangan profesi disusun sebagai acuan
bagi pengelola tunjangan profesi baik di tingkat pusat, provinsi dan
kabupaten/kota sehingga pelaksanaan program tunjangan profesi dapat
berjalan lancar. Dalam pelaksanaan di lapangan, pengelola tingkat pusat dan
daerah senantiasa melakukan komunikasi yang terbuka dan terus menerus
sehingga pelaksanaan program tunjangan profesi mampu memberikan dampak
pada proses pembelajaran yang lebih baik dan bermutu, mendorong perbaikan
kinerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Dengan demikian program tunjangan profesi diharapkan mampu memperkecil
disparitas mutu pendidikan antara satu daerah dengan daerah lainnya, antara
sekolah satu dengan sekolah lainnya. Hal tersebut sejalan dengan keinginan
pemerintah dalam upaya meningkatkan profesonalitas guru sehingga seluruh
program tersebut dapat menghasilkan mutu lulusan yang berdaya saing
nasional, regional, bahkan untuk jangka menengah dan panjang mampu
meraih mutu dengan daya saing internasional.
Semoga pemberian tunjangan profesi guru dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan, dan kepada semua pihak terkait dengan program ini dapat
menyadari sepenuhnya bahwa program tersebut dalam rangka mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.

sumber:
DIREKTORAT PROFESI PENDIDIK
DIREKTORAT JENDERAL
PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
2010