ASSALAMU ALAIKUM

SELAMAT DATANG DI IQBAL'S BLOG

Kamis, 07 Maret 2013

Kritisisme (Filsafat Ilmu)

Kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dulu menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasnya. Pelopor kritisisme adalah Immanuel Kant. Immanuel Kant (1724 – 1804) mengkritisi Rasionalisme dan Empirisme yang hanya mementingkan satu sisi dari dua unsur (akal dan pengalaman) dalam mencapai kebenaran. Menonjolkan satu unsur dengan mengabaikan yang lain hanya akan menghasilkan sesuatu yang berat sebelah. Kant jelas-jelas menolak cara berfikir seperti ini. Karena itu, Kant menawarkan sebuah konsep “Filsafat Kritisisme” yang merupakan sintesis dari rasionalisme dan empirisme. Kata kritik secara harfiah berarti “pemisahan”. Filsafat Kant bermaksud membeda-bedakan antara pengenalan yang murni dan yang tidak murni, yang tiada kepastiannya. Ia ingin membersihkan pengenalan dari keterikatannya kepada segala penampakan yang bersifat sementara. Jadi filsafatnya dimaksudkan sebagai penyadaran atas kemampuan-kemampuan rasio secara objektif dan menentukan batas-batas kemampuannya, untuk memberi tempat kepada iman kepercayaan. Dengan filsafatnya Kant bermaksud memugar sifat objektivitas dunia dan ilmu pengetahuan. Agar maksud itu terlaksana, orang harus menghindarkan diri dari sifat sepihak rasionalisme dan dari sifat sepihak empirisme. Rasionalisme mengira telah menemukan kunci bagi pembukaan realitas pada diri subjeknya, lepas dari segala pengalaman, sedang empirisme mengira hanya dapat memperoleh pengenalan dari pengalaman saja. Ternyata bahwa empirisme sekalipun mulai dengan ajaran yang murni tentang pengalaman, tetapi melalui idealisme subjektif bermuara pada suatu skeptisisme yang radikal. Dengan kritisisme, Imanuel Kant mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia. Kant setuju dengan Hume bahwa kita tidak mengetahui secara pasti seperti apa dunia "itu sendiri" ("das Ding an sich"), namun hanya dunia itu seperti tampak "bagiku", atau "bagi semua orang". Namun, menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik di mana hal itu merupakan materi pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Kant bermaksud mengadakan penelitian yang kritis terhadap rasio murni, Immanuel Kant mewujudkan pemikirannya tersebut ke dalam beberapa buku yang sangat penting yaitu tentang kritik. Buku-bukunya antara lain berjudul: 1.“Kritik der reinen Vernunft” (Kritik atas Rasio Murni) tahun 1781 Dalam kritik ini, antara lain Kant menjelaskan bahwa ciri pengeta¬huan adalah bersifat umum, mutlak dan memberi pengertian baru. Untuk itu ia terlebih dulu membedakan adanya tiga macam putus¬an. Pertama, putusan analitis a priori; di mana predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subjek, karena sudah termuat di dalamnya (misalnya, setiap benda menempati ruang). Kedua, putusan sintesis aposteriori, misalnya pemyataan"meja itu bagus", di sini predikat dihubungkan dengan subjek berdasarkan penga¬laman indrawi. Ketiga, putusan sintesis a priori: di sini dipakai sebagai suatu sumber pengetahuan yang kendati bersifat sintetis, namun bersifat a priori juga. Misalnya, putusan yang berbunyi "segala kejadian mempunyai sebabnya". Putusan ini berlaku umum dan mutlak (jadi a priori), namun putusan ini juga bersifat sintetis dan aposteriori, Sebab di dalam pengertian "kejadian" belum dengan sendirinya tersirat pengertian "sebab". Maka di sini baik akal ataupun pengalaman indrawi dibutuhkan serentak. Ilmu pasti, mekanika, dan ilmu pengetahuan alam disusun atas putusan sintetis yang bersifat a priori ini. Menurut Kant, putusan jenis ketiga inilah syarat dasar bagi apa yang disebut pengetahuan (ilmiah) dipenuhi, yakni bersifat umum dan mutlak serta memberi pengetahuan baru. 2.“Kritik der Praktischen Vernunft ” (Kritik atas Rasio Praktis) tahun 1788. Dalam kritik atas rasio praktis, Kant berusaha menemukan bagaimana pengetahuan moral itu terjadi. Pengetahuan moral , misalnya dalam putusan “orang harus jujur”, tidak menyangkut kenyataan yang ada (das Sein), melainkan kenyataan yang seharusnya ada (das Sollen). Pengetahuan macam ini bersifat a priori sebab tidak menyangkut tindakan empiris, melainkan asas – asas tindakan. Kritik atas rasio praktis ini melahirkan etika. 3.“Kritik der Urteilskraft” (Kritik atas Daya Pertimbangan) tahun 1790 Kritik atas Daya Pertimbangan terdiri dari sebuah pendahuluan. Kant mengemukakan delapan pokok persoalan di antaranya adalah bagaimana cara ia berusaha merukunkan dua karya kritik sebelumnya di dalam satu kesatuan yang menyeluruh. Bagian pertama dari karya itu berjudul “Kritik atas daya penilaian estetis” dan terbagi menjadi dua bagian yang terkait dengan penilaian estetis yaitu analisa daya penilaian estetis dan dialektika daya penilaian estetis. Analisa putusan estetis dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu analisa tentang cantik (beautiful) dan analisa tentang agung (sublime). Perasaan estetis menurut Kant berada pada keselarasan pikiran dengan imajinasi dengan dasar bebasnya kerja imajinasi. Semangat ( geist ) kreatif yang menghasilkan objek-objek seni tersembunyi pula di dalam adonan antara pikiran dan imajinasi. Kant (menurut Bousanquet) telah berhasil merombak sendi-sendi filsafat seni dengan “berani dan tenang” dan belum pernah ada orang yang dapat mencapai ketelitian dalam membedakan istilah-istilah estetis. Kant pulalah yang telah mengaplikasikan logika di dalam estetika dan menganalisa seni dengan cara yang sangat ilmiah. Biografi Immanuel Kant Immanuel Kant (1724-1804) adalah seorang filsuf besar Jerman abad ke-18 yang memiliki pengaruh sangat luas bagi dunia intelektual. Pengaruh pemikirannya merambah dari wacana metafisika hingga etika politik dan dari estetika hingga teologi. Lebih dan itu, dalam wacana etika ia juga mengembangkan model filsafat moral baru yang secara mendalam mempengaruhi epistemologi selanjutnya. Telaah atas pemikiran Kant merupakan kajian yang cukup rumit, sedikitnya karena dua alasan. Pertama, Kant membongkar seluruh filsafat sebelumnya dan membangunnya secara baru sama sekali. Filsafatnya itu oleh Kant sendiri disebut Kritisisme untuk melawankannya dengan Dogmatisme. Dalam karyanya berjudul Kritik der reinen Vernunft (Kritik Akal Budi Murni, 1781/1787) Kant menanggapi, mengatasi, dan membuat sintesa antara dua arus besar pemikiran modern, yakni Empirisme dan Rasionalisme. Revolusi filsafat Kant ini seringkali diperbandingkan dengan revolusi pandangan dunia Kopernikus, yang mematahkan pandangan bahwa bumi adalah datar. Kedua, sumbangan Kant bagi Etika. Dalam Metaphysik der Sitten (Metafisika Kesusilaan, 1797), Kant membuat distingsi antara legalitas dan moralitas, serta membedakan antara sikap moral yang berdasar pada suara hati (disebutnya otonomi) dan sikap moral yang asal taat pada peraturan atau pada sesuatu yang berasal dan luar pribadi (disebutnya heteronomi). Kant lahir pada 22 April 1724 di Konigsberg, Prussia Timur (sesudah PD II dimasukkan ke Uni Soviet dan namanya diganti menjadi Kaliningrad). Berasal dan keluarga miskin, Kant memulai pendidikan formalnya di usia delapan tahun pada Collegium Fridericianum. Ia seorang anak yang cerdas. Karena bantuan sanak saudaranyalah ia berhasil menyelesaikan studinya di Universitas Konigsberg. Selama studi di sana ia mempelajari hampir semua matakuliah yang ada. Untuk mencari nafkah hidup, ia sambil bekerja menjadi guru pribadi (privatdozen) pada beberapa keluarga kaya. Pada 1775 Kant rnemperoleh gelar doktor dengan disertasi benjudul “Penggambaran Singkat dari Sejumlah Pemikiran Mengenai Api” (Meditationum quarunsdum de igne succinta delineatio). Sejak itu ia mengajar di Univensitas Konigsberg untuk banyak mata kuliah, di antaranya metafisika, geografi, pedagogi, fisika dan matematika, logika, filsafat, teologi, ilmu falak dan mineralogi. Kant dijuluki sebagai “der schone magister” (sang guru yang cakap) karena cara mengajarnya yang hidup bak seorang orator. Pada Maret 1770, ia diangkat menjadi profesor logika dan metafisika dengan disertasi Mengenai Bentuk dan Azas-azas dari Dunia Inderawi dan Budiah (De mundi sensibilis atgue intelligibilis forma et principiis). Kant meninggal 12 Februari 1804 di Konigsberg pada usianya yang kedelapanpuluh tahun. Karyanya tentang Etika mencakup sebagai berikut: Grundlegung zur Metaphysik der Sitten (Pendasaran Metafisika Kesusilaan, 1775), Kritik der praktischen Vernunft (Kritik Akal Budi Praktis, 1 778), dan Die Metaphysik der Sitten (Metafisika Kesusilaan, 1797). tesis, Antitesis dan Sintesis merupakan "Ajaran 3 Langkah" atau Triads yang dikemukakan oleh GWF. Hegel [filsuf Jerman dari aliran German Idealism]. Bagi Hegel, setiap tesis akan mendapatkan reaksi berupa Antitesis dan pada gilirannya menghasilkan/menurunkan Sintesis. Sintesis tadi pada hakekatnya adalah Tesis baru sehingga pada saatnya akan mendapatkan reaksi baru yaitu Antitesis dan dengan demikian akan membutuhkan Sintesis yang baru lagi. Demikianlah seterusnya langkah-langkah tadi berulang kembali. tesis adalah pemaparan sebuah kebenaran yang disertai oleh metode penelitan dan data yang kongkrit sedangkan Anti-tesis adalah bantahan atas Tesis tersebut sedangkan Sintesis itu merupakan gabungan dari Tesis dan antitesis dimana awanya menjelaskan Tesis sesuatu lalu disambung dengan anti tesisnya dan di akhir dengan kesimpulan gabungan dari tesis dan anti tesis tersebut tesis merupakan kesimpulan atas sebuah hasil riset ilmiah yang didasari atas bukti-buti dan pemikiran logis. antitesis adalah hasil sebuah riset ilmiah yang menggambarkan keterbaikan atau sangkalan atas tesis yang yang ada sebelumnya dengan maksud menuluruhkan tesis itu. sintesis merupakan jawaban atau kesimpulan atas pertentangan yang dibuat antara tesis dan antitesis sehingga menjadi satu hal utuh yang merupakan hasil ilmiah yang baru. contoh : tesis "diyakini bumi itu bulat dan merupakan pusat tata surya", anti tesis "matahari merupakan pusat tata surya, bukan bumi", dan menghasilkan sintesis "bumi itu bulat dan bukan pusat tata surya, melainkan pusat tata surya adalah matahari" NB : sebuah sintesis adalah merupakan tesis baru, bila nantinya ada yang membantahnya lagi dengan sintesis ilmiahnya. Filsafat kritisisme Filsafat kritisisme adalah faham yang mengkritik terhadap faham Rasionalisme dan faham Empirisme. Yang mana kedua faham tersebut berlawanan. Adapun pengertian secara perinci adalah sebagai berikut: 1. Faham Rasionalisme adalah faham yang beranggapan bahwa dasar semua pengetahuan itu ada dalam pikiran (berasal dari rasio/ akal). Faham ini depelopori oleh Rene Descartos (1596-1650) 2. Faham Empirisme adalah faham yang beranggapan bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia itu berasal dari indra (pengalaman) kita. Faham ini di pelopori oleh David Hume (1711-1776) a. Rene Descartos dalam buku Discaurse De La Methode tahun 1637. Ia menegaskan perlunya ada methode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua pengetahuan. Yaitu dengan menyangsikan segalanya secara metodis. Kalau suatu kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100% pasti ada dan menjadi landasan bagi seluruh pengetahuan. Discourse menerima 3 realitas atau substansi bawaan yang sudah ada sejak lahir, yaitu: 1. Relitas pikiran (res logitan) 2. Realitas perluasan (res extebsa “extebtion”) 3. Tuhan (sebagai wujud yang seluruhnya sempurna, penyebab sempurna dari kedua realitas itu) Pikiran adalah sesungguhnya kesadaran. Tidak mengambil ruang dan tidak dapat di bagi-bagi menjadi bagian yang lebih kecil.Materi adalah keluasan mengambil tempat dan dapat dibagi-bagi dan tak memilki kesadaran. b. David Hume mencermati 2 hal yaitu substansi dan kausalitas. Hume tidak meneria substansi sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu ada bersam-sama. Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah hasil pengindraan langsung sebab gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan seperti itu. Misal ku alami kesan: putih, licin, ringan, tipis. Atas dasar pengalaman itu tidak dapat disimpulkan bahwa ada substansi tetap yang misalnya disebut kertas memiliki ciri-ciri tadi. Bahwa di dunia ada relitas kertas. Diterima oleh Hume, namun, dari kesan itu mengapa muncul gagasan kertas dan bukan yang lainnya? Bagi Hume aku tidak lain hanyalah “a bundle or collction of perception” (kesadaran tertentu). Kausalitas adalah jika gejala tertentu diikuti oleh gejala lainnya. Misal: batu yang disinari matahati menjadi panas. Kesimpulan itu tidak berdasarkan pengalaman. Karena, pengalaman itu hanya memberi kita urutan gejala tetapi tidak memperlihatkan kepada kita urutan sebab akibat Yang disebut kepastian hanya mengungkapkan harapan kita saja dan tidak boleh dimengerti lebih dari “probable” (berpeluang). Maka, Hume menolak kausalitas sebab harapan bahwa sesuatu mengikuti yang lain tidak melekat pada hal-hal itu sendiri, namun, hanya dalam gagasan kita. Dengan kritisisme Immanuel Kant (1724-1804) mencoba mengembangkan suatu sintesis atas 2 pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan itu benar separuh dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indra kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia. Kant setuju dengan Hume bahwa kita tidak mengetahui secara pasti seperti apa dunia “itu sendiri” (das ding on sich) namun hanya dunia itu seperti tampak “bagiku” atau “bagi semua orang.” Namun menurut Kant ada 2 unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi lahiriyah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indra kita. Ruang dan waktu adalah cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan.Demikian kant membuat kritik atas seluruh pemikiran filsafat membuat suatu sintesis dan meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat masa kini Kritisisme Immanuel Kant (1724-1804) Immanuel kant adalah filsuf modern yang paling berpengaruh. Pemikirannya yang analisis dan tajam memasang patok-patok yang mau tak mau menjadi acuan bagi segenap pemikiran filosofis kemudian, terutama dalam bidang epistimologi, metafisika dan etika. Kant dilahirkan di Konigsberg, prusia. Pada usia delapan tahun kant menjadi murid di gymnasium. Pada tahun 1740 kant meninggalkan gymnasium dan melanjutkan studinya tentang teologi di universits Konigsberg . Namun perhatiannya justru tercurah pada filsafat, ilmu pasti dan fisika. Karena tidak mampu membiayai studinya, kant memperoleh uang studinya dari beasisiwa. Sebagai seorang pribadi kant tidak memilki pribadi yang bergejolak dan tantangan seperti misalnya yang dialami oleh Ocrates, Bruno, Spinoza. Setelah belajar filsafat, fisika dan ilmu pasti, kemudian ia menjadi guru besar dalam ilmu logika dan metafisika, juga di konigsbergen. Hidupnya dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pra-kritis dan tahap kritis , dengan kira-kira tahun 1770 sebagai garis perbatasannya, yaitu ketika ia menerima jabatan guru besar. Sejak itu ia menyodorkan filsafatnya kepada dunia dengan penuh kepastian, sedang sebelumnya masih terdapat perubahan perubahan dalam tulisan tulisannya. Semula kant dipengaruhi oleh rasionalisme Leibniz dan wolf, kemudian dipengaruhi oleh empirisme Hume, sedang Roussea juga menampakkan pengaruhnnya. Menurrut kant sendiri Humelah yang menjadikan ia bangun dari tidurnya dalam dogmatism. Hume berpendapat bahwa empiris adalah sebuah pengetahuan yang tak lebih dari kesan kesan indrawi saja, namun kant bertentangan denagan filsafat hume. Kant menulis tentang berbagai masalah dari bidang ilmu alam, ilmu pasti, dan filsafat. Kemudian, selama 11 tahun tak ada tulisan kant apapun, itulah saat pemikiran kant berubah. Pembahasan Kant kerap dipandang sebagai tokoh paling menonjol dalam bidang filsafat setelah era yunani kuno. Perpaduannya antara rasionalisme dan empirisme yang ia sebut dengan kritisisme, ia mengatakan bahwa pengalaman kita berada dalam bentuk-bentuk yang ditentukan oleh perangkat indrawi kita, maka hanya dalam bentuk-bentuk itulah kita menggambarkan eksitensi segala hal. Kant dengan pemikirannya membangun pemikiran baru, yakni yang disebut denagan kritisisme yang dilawankan terhadap seluruh filsafat sebelumnnya yang ditolaknya sebagai dogmatisme. Artinya, filsafat sebelumnnya yang ditolaknya sebagai dogmatism. Artinya, filsafat sebelum dianggap kant domatis karena begitu saja kemampuan rasio manusia dipercaya, padahal batas rasio harus diteliti dulu . Yang dimaksud dengan dogmatisme adalah filsafat yang mendasarkan pandangannya kepada pengertian Allah atau subtansi atau monade, tanpa menghiraukan rasio telah memiliki pengertian tentang hakekatnya sendiri, luas dan batas kemampuannya. Filsafat bersifat dogmatis menerima kebenaran-kebenaran asasi agama dan dasar ilmu pengetahuan begitu saja, tanpa mempertanggung jawabkan secara kritis. Dogmatisme menganggap pengenalan obyektif sebagai hal yang sudah sendirinya. Sikap demikian, menurut kant adalah ssalah. Orang harus bertanya: “bagaimana pengenalan obyektif mungkin?”. Oleh karena itu penting sekali menjawab pertanyaan mengenai sysrat syarat kemungkinan adanyua pengenalan dan batas batas pengenalan itu. Filsafat kant disebut dengan kritisime. Itulah sebab ketiga karyanya yang besar disebut “kritik”, yaitu kritik der reinen vernunft, atau kritik atas rasio murni (1781), kritik der praktischen vernunft, atau kritik atas rasio praktis (1788) dan kritik der urteilskraft, atau kritik ats daya pertimbangan (1790). Secara harfiah kata kritik berarti pemisahan. Filsafat kant bermaksud membed-bedakan antara pengenalan yang murni dan yang tidak murni, yang tiada kepastiannya. Ia ingin membersihkan pengenalan dari keterikatan kepada segala penampakan yang bersiifat sementara. Jadi filsafatnya dimaksud sebagai penyadaran atas kemampuan—kemampuan rasio secar obyektif dan menentukan batas-batas kemampuannya, untuk member tempat kepada iman dan kepercayaan. Menurut kant, pemikiran telah mencapai arahnya yang pasti didalam ilmu pengetahuan pasti- alam, seperti yang telah disusun oleh newton. Ilmu pengetahuan pasti-alam itu telah mengajarkan kita, bahwa perlu sekali kita terlebih dahulu secar akritis meneliti pengenalan. Pertanyaannya kenapa Immanuel Kant menyatakan filsafatnya kritisisme: Karena kant menggabungkan kedua faham yang bersebrangan, yaitu rasionalisme eropa yang teoritis, a priori, sesuai rasio, dan terinspirasi oleh plato, serta empirisme inggris yang berpijak kepada pengalaman, a posteoriri, dan terinspirasi oleh aristoteles. Pertama kant kant beranggapan kedua paham tersebut sama baiknya dan bias digabungkan untuk mencapai hal yang sempurna.Apesteori menurut istilah adalah menunjukkan sejenis pengetahuan yang dapat dicapai hanya dari pengalaman, maka dari itu pengetahauan dapat dirumuskan hanya setelah observasi dan eksperimen. Lawan dari a priori. Apriori digunakan, kontras dengan aposteriori, unutk mengacu kepada kesimpulan-kesimpulan yang diasalkan dari apa yang sudah ditentukan, dan bukan dari pengalaman . apriori berarti tidak bergantung pada pengalaman inderawi. kant sebenarnya meneruskan perjuangan Thomas Aquinas yang pernah melakukannya. Kant sendiri semula ia berpegang teguh kepada rasionalisme, karena dia adalah orang jerman yang semula memegang teguh tentang ajaran rasionalisme. Namun ia juga tertarik tentang empirisme yang dikembangkan oleh David Hume seorang filosof inggris. Dan sejak itulah kant merasa bahwa rasionalisme dan empirisme dapat digabungkan dan merupakan sebuah bagian yang dapat melengkapi satu sama lain. Immanuel kant mengkritik empirisme, ia berpendapat bahwa empirisme harus dialandasi dengan teori teori dari rasionalisme sebelum dianggap sah melalui proses epistomologi, itu merupakan penjelasan melalui bukunya yang berjudul critique of pure reason (kritik atas rasio murni), selain karyanya tersebut Immanuel kant juga menulis buku yang menyatakan filsafat kritisisme yaitu adalah kritik atas rasio praktis (etika) yang terakhir adalah kritik atas pertimbangan (judgment). Anggapan kant tentang empirisme, bahwa empirisme (pengalaman) itu bersifat relative tanpa adanya landasan teori. Kritik atas pertimbangan (judgment) Kosekuensi dari “ kritik atas rasio murni “ dan kritik atas rasio praktis” menimbulkan adanya dua kawasan yang tersendiri, yaitu kawasan keperluan mutlak dibidang alam dan kawasan kebebasan tingkah laku manusia. Sebuah ide bukanlah merupakanpengetahuan. Karena ide harus dikombinasiakn dengan idea lain sehingga menjadi pertimbangan melalui subjek dan predikat. Pertimbangan ada dua macam: a) Pertimbangan analitik, menganalisis suatu idea tanpa menambah sesuatu yang baru abginya. b) Pertimbangan sintetik, memperluas subjek dan menambah pengetahhuan baginya. Tidak setiap pertimbangan secara pasti merupakan pengetahuan ilmiah. Suatu pertimbangan bagi pengetahuan ilmiah harus benar, menghasilkan kemestian dan universalitas. a) Suatu pertimbangan yang semata mata berdasarkan pada pengalaman, tidak dapat merupakan pengetahuan ilmiah, ini adalah pertimbangan a posteriori. b) Untuk menjadi ilmiah, suatu pertimbangan harus mendasarkan pada dasar rasional, berakar pada akal (maupun pengamatan), pertimbangan ini harus a priori c) Dengan demikian, pengetahuan adalah pertimbangan sintetik yang a priori d) Bagaiman dapat membentuk pertimbangan sintetik a priori i. Jika indra memberiakn bahan bahan bagi suatu pertimbangan dank al bekerja, maka mungkin ada pengetahuan ii. Dengan demikian, pengetahuan merupakan kemampuan yang sensory, yang member bahan bahan bagi pengetahuan dan intellect (concept), yang membentuk bahan bagi pengetahuan Kritik atas akal praktis Karya pertama kant adalah kritik atas rasio murni (yang menurut Scopenhauer merupakan buku terpenting ysng pernah ditulis dieropa). Dalam buku ini kant melakukan revolusi kopernikan dalam bidang filsafat, sebagaimana coppernicus menjatuhkan gambaran dunia tradisiaonal dengan mempermaklumkan bahwa bukan matahari yang mengitari bumi, akan tetapi bumilah yang mengitari matahari. Salah satu kesimpulan dari revolusi itu adalah bahwa menurut kant pengetahuan dalam arti yang sesungguhnya hanya mungkin dalam bidang indrawi. Ini karena hanya dalam bidang itu ada kaitannya dengan relitas sendiri meskipun hanya dalam bentuk yang telah diterjemahkan kedalam bahsa aporiri pengertian kita . a) Kritik atas akal murni menghasilakan sketisisme yang beralasan. b) Kehendak buakannya akal yang membentuk dasar bagi kemampuan kita dan benda-benda. Tuhan yang sesungguhnya adalah kemerdekaan dalam pengabdian pada yang di cita-citakan. c) Akal praktis adalh berkuasa dan lebih tinggi dari pada akl teoritis. d) Agama dalam ikatan akal terdiri dari moralitas. Kristianitas adalah moralitas yang abadi. Kritik atas pertimbangan a) Kritik atas pertimbangan menghubungkan diantara kehendak dan pemahaman b) Kehendak cernderung menuju yang baik, kebenaran adalah objek dari pemahaman. c) Pertimbangan yang terlibat terletak diantara yang benar dan yang baik 1) Estetika adalah cirinya tidak teoritis maupun praktis, ini dalah gejala yang ada pada dasar subjektif. 2) Teologi adalah teori tentang fenomena, ini adalah bertujuan: (a) subjektif (menciptakan kesenangan dan keselarasan)dan (b) objektif (menciptakan yang cocok melalui akibat-akibat dari pengalaman). Kritik atas rasio praktis (Etika) Pandangan kant tentang etika yakni kant sepakat dengan anggapan paling dasar kebanyakan aliran etika normative kontemporer, ia menolak Relativisme, Skeptisisme, dan Domatisme dalam Etika, ia berpendapat bahwa penilaian dan tindakan moral bukan urusan perasaan pribadi (moral sentimen) atu keputusan sewenag-wenang (decisionism) dan bukan masalah asal usul social-kultural, sopan santun, atau adat istiadat (Relativisme kultural). Ia berpendapat bahwa tindakan manusia dibawah ketertarikan moral mutlak dan dapat dituntut pertanggungjawabannya oleh orang lain . Etika kant tentu saja tidak tanpa problematika. Friedrich Scheler dan Bejamin Constant menuduh kant bhwa ia telah jatuh kedalam RIGORISME, hegel mengkritik bahwa kant melepaskan moralitas dari lingkungan social, scheler dan Nicolai Hartmann menolak FORMALISME-nya dan Scheler juga menuduh bahwa etika kant meruapakan Gesinnungsethik yang hanya memperhatikan sikap batin dan melalaikan pelaksanaan. Etika kewwjiban kant juga dianggap biang keladi “ketaatan Prussia” yang menjadi cirri khas angkatan bersenjata dan korps pegawai negeri Prussia. Dalam kritiknya antara lain kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan adalah bersifat umum, mutlak dan pengertian baru. Untuk itu ia membedakan tiga aspek putusan. Pertama, putusan analitis a priori, dimana predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subyek, karena termasuk didalamnya (misalnya, setiap benda menempati ruang). Kedua putusan sintesis aposteriori, misalnya pernyataan misalnya meja itu bagus disini predikat dihubungkan dengan subyek berdasakan pengalaman indrawi. Ketiga , putusan sintesis apriori, dipakai sebagai suatu sumber pengetahuan kendati bersifat sintesis, tetapi bersifat apriori juga, misalnya, putusan yang berbunyi segala kejadian mempunyai sebab. a) Kaidah moral adalah imperative kategoris. Akidah ini memerintah tanpa syarat, kategoris. Kaidah ini merupakan asas fundamental. 1) Berindaklah selalu sehingga kamu dapat menjadi dalil atau asa yang dapat menentukan dari tindakanmu untuk menjadi kaidah universal (susatu patokan a priori dan bukan hasil dari pengalaman). 2) Ini adalah tes yang sesungguhnya tentang apa yang benar da salah. Ini memerintah pertimbangan-pertimbanagan moral. Pendekatan kepada etika Kekacauaan dizaman kita sekarang ini telah ditambah oleh tiga aspek pendekatan yang berbeda beda kepada problema moralitas. Pertama adalah kecondongan lama yang mendorong manusia untuk berpegang kepada kepercayaan atau tindakan yang biasa diketahui, dan menguatkan kecenderunga itu dengan suatu kepercayaan kepada kekuasaan yang mutlak. Pendekatan kedau adalah anggapan bahwa moralitas itu bersifat relative sepenuhnya dan tidak dapat ukuran moral, merka itu disebut dengan relativis dan menganggap bahwa moralitas adalah soal pendapat pribadi, atau kelompok. Kesimpulan Filsafat Immanuel kant yakni kritisisme adalah penggabungan antara aliran filsafat sebelumnya yakni Rasionalisme yang dipelopori oleh Rene Descartes dan empirisme yang dipelopori oleh David Hume. Kant mempunyai tiga karya yang sangat penting yakni kritik atas rasio murni, kritik atas rasio praktis, kritik atas pertimbangan. Ketiga karyanya inilah yang sangat mempengaruhi pemikiran filosof sesudahnya, yang mau tak mau menggunakan pemikiran kant. Karena pemikiran kritisisme mengandung patokan-patokan berfikir yang rasional dan empiris. Kritik Kant mengatakan bahwa pengalaman kita berada dalam bentuk-bentuk yang ditentukan oleh perangkat indrawi kita, maka hanya dalam bentuk-bentuk itulah kita menggambarkan eksitensi segala hal, kelemahan dari pendapatnya ini bahwa pengalaman ditentukan oleh perangkat indrawi, dari pernyataan ini kant mengabaikan pengalaman yang timbul dari luar indarwi, yakni misalkan metafisika, psykologi, karena pengalaman ini tidak bersifat indrawi, secara tidak langsung kant menentang pengalaman yang tidak indrawi atau metafisik. Sehingga seseorang tidak dapat menggambarkan eksistensi sesuatu. Daftar Pustaka Bagus, Lorenz. 2005. “Kamus Filsafat”. Cetakan keempat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Bertens, K. 2005. “Panorama Filsafat Modern”. Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Mizan republika Hadiwijono, Harun. 1980. “Sari Sejarah Filsafat Barat 2”. Jakarta: Kanisius Magee, Bryan, 2001, “The Story of Phylosopy”, Yogyakarta: kanisius Mudhofir, Ali. 2001. “Kamus Filsafat Barat”, cetakan 1, Yogyakarta: pustaka pelajar Muslih, Mohammad. 2008. “Filsafat Ilmu: Kajian Atas Asumsi Dasar Pradigma dan Kerangka Teori Ilmu pengetahuan”, cetakan kelima. Yogyakarta: Belukar Suseno, franz magnis. ,”Pustaka filsafat 13 Tokoh etika, sejak zaman rohani sampai abad ke-19”. Jakarta: kanisius Titus, Harold, DKK. 1984. “Persoalan-Persoalan Filsafat”. Cetakan Pertama, Jakarta: PT. Bulan Bintang http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.bu.edu/wcp/MainComp.htm

Dialektika Hegel (Thesis, AntiThesis, Sintesis)

Dialektika Hegel saya rasa cukup dikenal di kalangan para pecinta Ilmu ilmu sosial. Sebagai sebuah doktrin yang cukup mampu bertahan dan diikuti oleh banyak orang dialektika Hegel ibarat sebuah teori Newton yang diamini dan dianggukki oleh sosiolog maupun pemerhati sosial yang lainnya. Ketika menjelaskan atau berusaha menerangkan tentang proses-proses sosial, dialektika hegel ini selalu saja banyak dicopot dan dijadikan sebuah penjelasan. Proses sosial memang sepertinya bekerja seperti dialektika Hegel ini, namun bagi saya Dialektika Hegel cukup melenakan dan menjauhkan atas kekomplekan apa yang terjadi sebenarnya. Doktrin ini melemahkan, menyempitkan dan menyederhanakan realita Proses Sosial yang ada. Doktrin Hegel ini memang cukup menarik dan cukup memberikan suatu penjelasan yang keliatannya rasional. Dikembangkan dari filsafatnya Kant yang tertulis di Critique of Pure Reason, Dialektika Hegel kemudian mereduksi dan mengembangkan cirinya sendiri. Sebagai sebuah penjelasan atas proses-proses tertentu, dialektika itu sendiri sudah jauh dari apa yang dimaksudkan oleh Kant. Dialektik terdiri dari Ritme Tiga Hentakan: Thesis, AntiThesis dan Sintesis. Thesis dan Anti Thesis dikembangkan oleh hegel dari Antinomi-antinominya Kant yang notabene membahas mengenai batas-batas dari rasionalitas kita atau merupakan kritik atas rasionalitas kita (Critique of Pure Reason) yang mengatakan bahwa kita tidak akan mampu memahami sesuatu yang sifatnya seperti ketakberhinggaan dan bersifat dua kutub, bipolar. Kita akan selalu menemui jalan buntu (antinomi) yang berlawanan satu sama lain ketika berusaha memahami semisal waktu atau ruang. Silahkan search tulisan saya yang lain mengenai Antinomi Kant soal waktu dan ruang ini. Akan tetapi Hegel mengambil jalan lain. Sembari mengatakan bahwa Kant memang benar bahwa dalam banyak hal di kehidupan kita adalah merukpakan antinomi-antinomi akan tetapi diantara dua buah kutub tersebut bisa muncul gabungan dari dua kutub tersebut. Dalam hal ini sebenarnya Hegel membuat antinomi Kant menjadi melebar dan menyentuh apa yang sebenarnya tidak ingin dikatakan oleh Kant. Hegel kemudian mengadopsi antinomi Kant ini dalam sebuah doktrin Dialektika Sosialnya. Thesis, merupakan sesuatu yang pada dasarnya berkebalikan dengan AntiThesis. Dalam sebuah ide AntiThesis merupakan lawan atau kutub yang berkebalikan dengan Thesis. Pro dan Kontra istilahnya. Namun ketika Thesis dan AntiThesis ini bergejolak dan bertemu di dunia nyata maka suatu saat akan timbul hal baru yang merupakan akomodasi atau hasil-hasil dari benturan keduanya (entah itu kompromi, win-win solution, perjanjian, atau ide2 baru, dan semua proses sosial atau budaya baru) yang ia sebut sebagai Sintesis. Sintesis kemudian bisa menjadi Thesis dan kemudian menemukan AntiThesisnya dan melahirkan Sintesis baru. Demikian seterusnya. Setidaknya menurut Hegel Dialektika ini merupakan sebuah proses yang mati. Istilah kerennya Dialektika ini adalah Hukum Sosial yang berlaku untuk semua waktu dan semua tempat. Kalau dalam Fisika atau ilmu dikenal dengan Hukum Newton maka Dialektikanya ini merupakan Hukum Sosialnya. Seluruh Proses Sosial kemasyarakatan merupakan proses yang pada dasarnya berdialektika seperti ini, demikian kata Hegel. Tentunya ini merupakan dukungan dari Ide Sosial yang ia sebut sebagai Roh Masyarakat (Zeitgeis kalau tidak salah, tolong dikoreksi ya). Akan tetapi sebagai sebuah doktrin yang sudah mengurat akar di kalangan sosial (saya kok yakin setiap ilmuan sosial mengenal bahkan sering meyakini Doktrin ini), jika dianggap sebagai sebuah keimanan, hal ini akan membahayakan dan merupakan kekeliruan atau penyederhanaan yang berlebihan. Kecenderugan Historisis dalam Dialektika ini sangatlah tinggi. Seperti Kehendak Hukum Tuhan mungkin. Ah, saya juga tidak begitu mengerti. Tolong dikoreksi dan dibantah jika saya keliru dalam memahaminya. Salam Penuh Tanya Haqiqie Suluh 1. Latar belakang sejarah Materialisme Dialektik Sebagaimana kita telah ketahui, bahwa Materialisme Dialektik bersumber pada filsafat klasik Jerman abad ke 19, atau dengan kata lain, Materialisme Dialektik (MD) adalah pengembangan lebih lanjut dari filsafat klasik Jerman. Pada masa itu, Fisafat klasik Jerman merupakan filsafat yang paling maju di Eropa. Mengapa tidak di Inggris atau Perancis yang tingkat perkembangan masyarakatnya jauh lebih maju dari pada di Jerman, tentunya bukan hal yang kebetulan. Pada abad ke 19, kapitalisme mulai berkembang di Jerman, kaum borjuis Jerman berada di telapak kaki kekuasaan feodal Kaum Jongker. Sementara di Inggris dan Perancis, kapitalisme berkembang lebih maju dibandingkan Jerman. Borjuasi kedua negeri itu sudah berhasil menumbangkan kekuasaan feodal sementara borjuis Jerman membutuhkan sebuah filsafat sebagai sebuah senjata ideologis yang mampu memberikan bimbingan dan pimpinan dalam perjuangan melepaskan dekapan Kaum Jonger. Begitulah dapat dikatakan bahwa Filsafat klasik Jerman di abad ke 19 justru merupakan proses perkembangan dari perjuangannya untuk mendapatkan senjata ideologi itu. Pada batas-batas tertentu perjuangan klas antara kaum feodal dan kaum borjuis lebih berat daripada apa yang terjadi sebelumnya di Inggris dan Perancis. Alasannya, baik kaum feodal maupun kaum borjuis yang berkuasa di Jerman, masing-masing telah dapat menarik pelajaran dari pengalaman sejarah perjuangan klas dari negeri-negeri tersebut (Inggris dan Perancis). Sementara itu perkembangan kapitalisme yang tak mungkin terhindarkan, telah melahirkan suatu klas baru, yaitu klas pekerja. Kelas pekerja ini semakin tumbuh membesar dan kuat dan menjadi musuh utama klas borjuis dalam masyarakat kapitalis di Jerman. Ditambah lagi dengan Gerakan kaum buruh yang sudah mulai bangkit di negri-negeri lain seperti Inggris, Perancis dsb., mempengaruhi alam pikiran kaum borjuis Jerman. Sudah tentu disamping itu semua, ilmu pengetahuan dan tehnologi yang berkembang pesat. Hal itu tidak lain berkat kemajuan kapitalisme di capai. Kemajuan tersebut yang kemudian menentukan perkembangan dunia pikiran dan filsafat. Dalam situasi demikian, pada satu pihak kaum borjuis Jerman berkepentingan menumbangkan kekuasaan feodal untuk mengembangkan kapitalisme, sedang di pihak lain mereka juga mengkuatirkan ancaman kebangkitan gerakan klas proletar. Situasi demikian menimbulkan keraguan dalam diri mereka. Hal ini jelas tercermin dalam filsafat klasik Jerman yang muncul.Gambaran yang konkrit misalnya dari filsafat dualisme Kant yang kompromis, filsafat Hegel yang Dialektik tapi idealis, sampai ke filsafat Feuerbach yang materialis tapi mekanis dan tak konsekwen. Sebagaimana kita ketahui, tokoh-tokoh yang berhubungan erat dengan kelahiran Materialisme Dialektik adalah Hegel dan Feuerbach. Hegel berjasa dalam mensistimatisir fikiran-fikiran dialektis yang terdapat sepanjang sejarah filsafat, ini yang menunjukkan bagian progresip dari filsafatnya, namun Dialektikanya Hegel lebih berdasarkan idealisme dimana filsafatnya menunjukkan segi yang reaksioner. Menurut Hegel, gejala alam dan sosial adalah perwujudan dari ‘ide absolut yang senantiasa bergerak dan berkembang. Marx berpendapat bahwa Dialektika Hegel itu berjalan dengan kaki di atas dan kepala di bawah. Filsafat Feuerbach adalah filsafat materialis mekanis yang pernah menjadi senjata ideologis kaum borjuis Perancis dalam revolusi abad 18. Sungguh pun demikian, adalah juga Feuerbach, yang berani menghidupkan kembali Materialisme dan mengibarkannya tinggi-tinggi di tengah lautan idealisme yng menguasai seluruh Eropah pada abad itu. Dengan pemikiran Materialisme yang terbatas, Feuerbach mengkritik agama Katholik yang berkuasa pada saat itu, karena mereka tak lebih dari kuroptor dan alat negara kerajaan pada saat itu. Dari pemikirannya itu pula muncul ide untuk mendirikan sebuah agama baru diatas bumi yang nyata, bukan di awang-awang. Ini justru menunjukkan ketidak konskwenan pandangan Materialisme Feuerbach. Marx secara kritis mengubah Dialektika Hegel yang idealis menjadi Materialis, dan Materialisme Feuerbach yang mekanis (non-dialektis) menjadi dialektis. Dengan demikian terciptalah suatu sistim filsafat Materialisme Dialektik. Berdasarkan sistim filsafat Materialisme Dialektik, Marx mengadakan penyelidikan dalam bidang sejarah, menelaah sejarah perkembangan masyarakat manusia sehingga lahirlah apa yang dikenal Materialime Historis atau pandangan tentang sejarah secara materialis. Menurut Materialisme Historisnya, Marx menggambarkan bahwa masyarakat berkembang menurut hukum-hukumnya dan tidak dapat ditentukan oleh ide atau kehendak seseorang atau golongan. Dan menurut hukum-hukum perkembangan masyarakat yang objektip ini, terutama hukum yang menguasai masyarakat kapitalis, Marx berkesimpulan bahwa masyarakat kapitalis pasti akan tumbang dan akan diganti oleh masyarakat yang lebih maju. Ini adalah suatu keharusan sejarah. Dan keharusan sejarah ini akan diwujudkan dan hanya dapat diwujudkan oleh klas pekerja, ksum proletar. Klas pekerja sebagai kelompok mayoritas dan paling tertindas itu telah mendapatkan filsafatnya sebagai senjata ideologis yaitu Materialisme Dialektika. Dan Materialisme Dialektika mendapatkan kekuatan realnya pada Klas pekerja. 2. Kenyataan Objektif di Dunia Adalah Material Sama seperti filsafat materialis lainnya, Materialisme Dialektik pertama-tama mengakui, bahwa materi atau kekeberdaan (being) adalah primer sementara idea atau pikiran adalah sekunder. Materi yang dimaksudkan disini tidak berarti hanya benda tapi segala sesuatu yang adanya secara nyata (riil), yang dapat ditangkap oleh indera, dilihat, dibaui, didengar, diraba dan dirasakan. Selain itu yang lebih penting lagi bahwa Materialisme Dialektik mengakui materi atau kenyataan objektip itu berada diluar kesadaran subjektif, artinya adanya suatu materi itu tidak ditentukan oleh kesadaran atau pengetahuan kita. Misalnya, kehidupan ekonomi kapitalis selalu di acam oleh penyebab-penyebab yang hadir tanpa peduli kita menyadarinya atau tidak. Atau, contoh kedua, atom-atom dalam kertas ini sudah ada, disadari atau tidak oleh kita. Hal ini bertolak belakang dengan filsafat idealisme yang hanya mau mengakui suatu hal sebagai suatu kenyataan apabila sudah ia sadari, dengan kata lain ada atau tidak adanya suatu kenyataan itu ditentukan oleh kesadaran subjektif. Contoh dari filsafat ini, kita baru mengetahui bahwa kita memiliki nafas kalau saat ini kita berhenti sebentar membaca… (silakan berhenti membaca). dan merasakan bahwa ternyata kita mengambil dan mengeluarkan udara lewat hidung. Nafas itu tidak ada kalau kita sadar menghentikan udara agar tidak masuk lagi ke dalam hidung. Nafas itu pun kembali ada , kalau kita menghirup dan mengeluarkan udara lagi. Dari contoh itu kita dapat menyatakan bahwa Inilah ciri dari pandangan idealisme subjektif. Sering secara tidak sadar tergelincir kedalam pandangan yang demikian, hingga jatuh dalam jurang subjektivisme. Berdasarkan contoh tersebut, kubu materialisme akan menjawab bahwa nafas tetap ada, entah kita sadari atau tidak, 5 menit yang lalu. Dasar material dari pendirian kita menyatakan bahwa idea atau fikiran itu sekunder. Secara khusus adalah sebagai berikut: a) Suatu ide atau pikiran mesti dilahirkan oleh suatu materi yang dinamakan otak, tanpa otak tak akan ada idea atau pikiran. b) Menurut isinya, suatu idea mesti merupakan suatu pencerminan dari suatu kenyatan objektip atau materi, sekalipun betapa abstraknya materi itu, misalnya ide masyarakat adil makmur, adalah pencerminan yang berpangkal dari suatu kenyataan masyarakat yang serba tidak adil dan miskin, hingga menimbulkan angan atau cita-cita akan sebuah masyarakat yang adil dan makmur. Dalam mencerminkan kenyataan objektif, ide atau pikiran tidak hanya seperti sebuah cermin atau alat pemotret yang dapat mencerminkan objek sebagaimana adanya, tapi dapat juga mengembangkannya lebih jauh; menghubungkan, membandingkan dengan kenyataan-kenyataan lain lalu menarik kesimpulan atau keputusan, hingga melahirkan suatu idea untuk merubah kenyataan itu. Peranan aktif ide ini mendapatkan tempat yang sangat penting dalam pandangan Materialisme Dialektik, karena motif berpikir kita pada umumnya untuk memecahkan persoalan atau mengubah kenyataan, dan tidak hanya sekedar mencerminkan kenyataan begitu saja. Meskipun demikian, ide itu sendiri tidak dapat secara langsung mengubah kenyataan atau keadaan, dan untuk dapat mewujudkannya ide memerlukan dukungan kekuatan material. Dan seterusnya kekuatan material inilah yang secara kongkrit mengubah kenyataan atau keadaan tersebut Gagasan Indonesia tidak akan dapat menjadi kenyataan apabila tak dapat menghimpun dan menggerakkan Rakyat Indonesia untuk me-wujudkannya. Kegunaaan praktis dari prinsip pertama filsafat Materialisme Dialektik adalah, bahwa dalam menghadapi suatu persoalan kita harus bertolak dari kenyataan objektif sebagaiman adanya, bukan dari dugaan atau pikiran subjektif kita. Dan dengan pengetahuan kita yang lengkap mengenai kenyataan itu kita baru dapat menyusun suatu ide atau cara yang tepat untuk pemecahannya. 3. Dunia Kenyataan Objektip Merupakan Suatu Kesatuan Organik. Dunia materiil atau kenyataan objektip merupakan suatu kesatuan organik, artinya setiap gejala atau peristiwa yang terjadi di dunia sekeliling kita, tidak berdiri sendirian, tapi saling berhubungan satu dengan yang lainnya. seperti tubuh kita, setiap bagian badan mempunyai saling hubungan dengan bagian badan lainnya secara tak terpisah. Oleh karena itu, sebuah gejala dapat dimengerti dan diterangkan kalau dipandang dalam hubungannya dengan keadaan-keadaan yang tak terpisahkan dengan gejala-gejala disekelilingnya, sebagai gejala-gejala yang ditentukan oleh gejala-gejala disekitarnya. Pertumbuhan padi hanya dapat dimengerti hanya bila kita mengetahui saling hubungannya dengan keadaan tanah, air, dan matahari dsb. yang ada disekitarnya; disamping keadaan saling hubungan antara bagian-bagian dari pohon padi tadi yaitu, akar, batang, daun, dsb. Saling hubungan antara gejala-gejala di sekitar kita itu banyak corak dan ragamnya, ada yang langsung dan ada yang tak langsung; ada saling hubungan yang penting dan yang tak penting; ada saling hubungan keharusan dan kebetulan dsb. Semua harus dipelajari dan dapat dibedakan. Terutama saling hubungan keharusan dan yang kebetulan. Salah satu bentuk saling hubungan kausal atau sebab-akibat. Dan kita hanya dapat memahami sesuatu hal apabila kita mengetahui sebab dan syarat-syarat serta faktor yang melahirkan hal-hal tersebut. Dengan mengenal baik saling hubungan internal suatu hal-ikhawal, serta saling hubungannya dengan keadaan sekeliling (ekstern), kita tidak hanya dapat memahami sifat dan kualitasnya, tapi juga dapat mengetahui hukum-hukum yang menguasai perkembangannya. Dengan mengenal baik saling hubungan antar klas yang barada dalam masyarakat kita serta hubungannya dengan dunia sekitar sebagai keseluruhan, kita dapat memahaami watak masyarakat kita. Materialisme Dialektika memandang suatu hal ikhwal tidak secara terpisah dari hubungannya dengan keadaan sekitarnya. Supaya kita saling mengenal baik saling hubungan kenyataan disekitarnya. sehingga kita dapat mengetahui hukum yang menguasainya. Dan hanya berdasarkan hukum-hukum yang kita ketahui, kita dapat mengubah hal ikhwal tersebut. 4. Dunia Kenyataan Objektip Senantiasa Bergerak Dan Berkembang Materialisme dialektis selanjutnya menunjukkan bahwa, dunia materi atau kenyataan objektip itu senantiasa dalam keadaan bergerak dan berkembang terus menerus. Keadaan diam atau statis, hanya bersifat sementara atau relatif, disebabkan karena kekuatan didalamnya serta hubungannya dengan kekuatan-kekuatan yang ada di sekitarnya dalam keadaan seimbang. Misalnya air dalam satu panci, dalam keadaan temperatur dan tekanan udara yang bias, nampaknya diam, padahal molukel-molukel air itu dalam keadaan bergerak, hanya saja dalam kecepatan yang rendah dan stabil, dan tak dapat dilihat dengan mata telanjang. Demikian juga kekuatan-kekuatan antara air dengan dinding-dinding panci itu, tapi setelah panci dipanasi maka gerakan-gerakan molukel air makin cepat hingga makin nampak geraknya, akhirnya sampai pada 100 derajat celsius. Pecahlah keseimbangan mereka hingga air berubah menjadi uap dan meninggalkan panci tersebut. Materialisme dilalektika tidak hanya berpendapat, bahwa materi itu senantiasa dalam keadaan bergerak dan berkembang, tapi juga berpendapat bahwa gerak materi itu adalah gerak sendiri, bukan digerakkan oleh kekuatan diluarnya. Gerak bumi kita adalah gerak sendiri, bukan digerakkan oleh “gerak pertama”, sebagaimana yang dikemukakan Newton, Yang pada hakekatnyanya adalah pandangan idealisme — “gerak pertama” itu digerakkan Tuhan. Materialisme Dialektika lebih lanjut menjelaskan, bahwa gerak materi banyak ragamnya, tidak terbatas pada gerak mekanis saja, yang hanya membawa perubahan kuantitas, juga bukan gerak lingkaran setan atau gerak berulang-ulang yang tetap. Setiap materi mempunyai bentuk gerakan sendiri. Berpikirpun merupakan suatu gerak dari materi tertentu yang kita sebut otak. Sungguhpun gerak mempunyai banyak bentuk, mereka pada umumnya berada dalam proses perkembangan “tumbuh, hilang berganti” di mana sesuatu itu senantiasa timbul dan berkembang, dan sesuatu itu senantiasa rontok dan mati; senantiasa dalam ‘gerak yang maju dan naik’, sebagai peralihan dari keadaaan kualitatif yang lama ke kualitatif yang baru, perkembangan dari yang sederhana ke yang rumit, dari yang rendah ke yang lebih tinggi. Materialisme Dialektik juga menjelaskan bahwa gerak materi itu tidak tergantung atau ditentukan oleh keinginan atau kehendak subjektif manusia, melainkan menurut hukum-hukum yang menguasainya. Setiap hal yang khusus mempunyai hukum-hukum gerak yang khusus. Hukum perkembangan dunia tumbuhan berlainan dengan hewan; hukum perkembangan masyarakat desa berlainan dengan yang di kota. Hukum-hukum gerak itu disebut hukum Dialektika. Disamping hukum-hukum Dialektika yang berlaku khusus dari hal-hal yang khusus, sudah tentu juga ada hukum-hukum yang berlaku umum, yang berlaku buat semua hal. Prinsip-prinsip Dialektika secara praktis mengajar kita agar supaya selalu berpandangan ke depan, jangan selalu ke belakang, supaya selalu berorientasi pada hal-hal atau kekuatan yang sedang tumbuh dan berkembang, jangan pada sesuatu yang sedang lapuk atau mati. Dengan kata lain, supaya kita selalu berpandangan progresif revolusioner. B. DIALEKTIKA MATERIALISME 1. Hukum Dialektika dan Metode Dialektika Apakah metode Dialektika itu?, Metode ini memandang, menyelidiki dan menganalisa segala hal-hal yang kongkrit kita hadapi, dengan menggunakan dasar-dasar hukum-hukum Dialektika yang berlaku secara objektif, oleh karena, metode Dialektika itu sebetulnya tergantung oleh dua hal subjektif yaitu: a) Lengkap tidaknya, tepat tidaknya, pengetahuan seseorang tentang hukum Dialektika, b) Banyak atau sedikitnya pengalaman dia dalam praktek menggunakan metode tersebut, atau dengan perkataan lain sejauhmana ketrampilan dia menggunakannya. Dengan mengetahui secara jernih tentang perbedaan atau hukum Dialektika yang objektif dengan metode Dialektika yang subjektif, kita dapat memiliki kegunaan secara praktis sbb: a) Kita hendaknya terus melatih pandangan Dialektika materialis kita, selain dengan rajin mempelajari teori-teori revolusioner dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan umum secara cermat, juga dan terutama ikut terjun dalam praksis, terjun dalam kancah perjuangan massa rakyat revolusioner. b) Melatih cara pandang dengan menggunakan metode Dialektika, meneliti dan menganalisa, me-mecahkan setiap hal yang kita hadap, misalnya dengan jalan berusaha mengenal sesuatu hal seobjektif mungkin dan selengkap mungkin, mengumpulkan data dan mendiskusikannya dengan kawan-kawan, dengan mengadakan dialog dengan massa rakyat, memperhatikan pendapat orang lain, mempelajari tulisan, analisa atau karya-karya ilmiah orang lain, berusaha untuk mampu mengadakan penyimpulan atau analisa serta menguraikan secara sistimatis baik dengan lisan maupun tulisan. Orang menggunakan metode Dialektik berdasarkan hukum umum Dialektik, sebagai pedoman untuk mendekati, mengenal dan menganalisa hal-hal yang khusus dan kongkrit, dan untuk menemukan hukum-hukum Dialektik yang khusus untuk menguasai hal-hal tertentu tersebut. Sifat hukum Dialektik yang umum itu abstrak, ia merupakan abstraksi dari hukum-hukum Dialektika yang khusus dan kongkrit, dalam dunia kenyataan yang kongkrit. Hukum umum Dialektik itu sebenarnya tidak ada, yang ada hanyalah hukum-hukum Dialektik yang khusus dan kongkrit. Setiap hal atau soal mempunyai hukum Dialektiknya sendiri yang khusus dan kongkrit. Karena itu, memecahkan suatu persoalan tertentu berarti memecahkan atau menemukan dan memahami secara tepat hukum Dialektikanya yang khusus mengenai persoalan itu. Sedangkan hukum-hukum yang umum hanyalah pedoman. Seperti apa yang pernah dikatakan oleh orang-orang revolusioner sepanjang sejarah pergerakan rakyat: jangan banyak bicara umum dan abstrak, tapi pecahkan sesuatu hal secara khusus dan kongkrit. 2. Hukum Umum Dialektika Yang Pertama: Kesatuan Dari Segi-Segi Yang Berlawanan Dalam “anti duhring”, Engels mengemukakan tiga hukum umum Dialektika. Hukum Dialektika yang pertama, Kesatuan dari segi-segi yang belawanan atau kontradiksi, menunjukkan bahwa gerak dunia materiil atau dunia kenyataan objektip ada karena segi-segi, faktor-faktor yang berlawanan dalam dirinya. Oleh karena itu menurut arti sebenarnya, ‘Dialektika adalah studi tentang kontradiksi di dalam hakekat segala sesuatu itu sendiri’. Dengan kata lain hukum kontradiksi itu adalah jiwanya Dialektika. Tanpa adanya kontradiksi intern, berarti tidak ada gerak dan perkembangan. berarti tidak ada hal ikhwal itu sendiri. a) Pengertian tentang Kontradiksi. Dalam pengertian filsafat, sangatlah luas, tidak sebatas pada segi-segi yang saling berlawanan atau bertentangan, tapi segi yang berlainan dan berbeda sekalipun termasuk dalam kontradiksi. b) Keumuman Kontradiksi Ada dua pengertian: pertama, bahwa di dalam segala hal terdapat segi-segi yang berkontradiksi. Kedua, bahwa di dalam segala hal dalam seluruh proses perkembangannya, dari satu tingkat ke tingkat yang lain selalu terdapat kontradiksi di dalamnya. Setelah satu kontradiksi pada suatu tingkat perkembangan selesai, timbullah kontradiksi baru pada tingkat perkembangan yang baru. Begitu seterusnya tiada habis-habisnya. Arti praktis dari pengertian keumuman kontradiksi ini adalah bahwa kita tak boleh melarikan diri dari kontradiksi atau persoalan, bahwa kita tak boleh merasa jemu atau jera menghadapi dan memecahkan kontradiksi (persoalan). Di dunia ini tidak ada satu hal atau masalah yang dapat dengan satu kali diselesaikan untuk selama-lamanya, tanpa timbul persoalan baru. c) Kekhususan Kontradiksi Mempunyai dua pengertian, pertama bahwa di dalam setiap hal terdapat kontradiksinya sendiri secara khusus, yang berbeda dengan kontradiksi di dalam hal yang lain. Kedua, bahwa suatu hal dalam proses perkembangannya, maka di setiap tingkat perkembangannya terdapat kontradiksinya yang khusus, sehingga kita dapat membedakan tingkat perkembangannya yang satu dengan yang lain. Misalnya dalam proses perkembangan kupu-kupu, kontradiksi yang terkandung pada tingkat perkembangannya sebagai telur berbeda dengan yang pada tingkat perkembangannya sebagai ulat, dan seterusnya. Pengertian ini mempunyai arti praktis, bahwa sekali lagi kita dalam mengenal dan memecahkan persoalan harus secara kongkrit, tidak boleh secara umum dan garis besar saja, tidak boleh asal menjiplak saja. Cara pemecahan suatu persoalan tertentu tak dapat digunakan mentah-mentah untuk memecahkan persoalan yang lain. Demikian juga pemecahan untuk suatu tingkat perkembangan tertentu dari suatu persoalan tak dapat dipakai begitu saja untuk pemecahan tingkat perkembangannya yang lain. d) Kontradiksi Dasar. Dalam suatu materi atau kenyataan objektif terdapat lebih dari satu kontradiksi. Kontradiksi atau kontradiksi-kontradiksi yang menentukan kualitas suatu materi atau kenyataan objektif, atau dengan perkataan lain, yang menentukan adanya materi atau kenyataan objektif itu, disebut kontradiksi atau kontradiksi-kontradiksi dasar. Perubahan kontradiksi dasar berarti terjadi perubahan dari kualitas yang satu menjadi kualitas yang lain, berarti terjadinya suatu perubahan dari suatu materi pertama menjadi materi yang lain. Misalnya, Penghisapan kaum kapitais terhadap kaum buruh merupakan suatu kontradiksi dasar dari masyarakat kapitalis, dan dengan lenyapnya kontradiksi itu berarti lenyaplah pula masyarakat kapitalis yang berubah menjadi masyarakat yang lain. Arti praktis dari pengertian ini ialah, kita hanya bisa mengambil sesuatu hal dengan baik, apabila kita mengetahui dengan jelas apa kontradiksi dasarnya. Hanya dengan demikian kita akan mengetahui dengan jelas pula suatu hal itu mengalami perubahan yang kualitatif ataukah tidak, juga dengan hanya demikian kita baru bisa mengusahakan untuk mengubahnya. e) Kontradiksi Pokok Atau Kontradiksi Utama Pada setiap tingkat perkembangan sesuatu hal, tidak semua kontradiksi yang terkandung memainkan peranan yang sama. Diantaranya pasti ada satu dan hanya satu kontrdiksi yang memainkan peranannya yang paling menonjol. Kontradiksi ini disebut kontradiksi pokok atau utama. Misalnya, kontradiksi antara rakyat Indonesia (terutama rakyat pekerja) dengan kaum penjajah kolonial sebelum kemerdekaan 45 merupakan kontradisi pokok dalam masyarakat Indonesia pada tahap itu. Arti praktis dari ini adakah bahwa kita harus dapat mengenal kunci persoalan atau kontradiksi pokok ini, maka kontradiksi-kontradiksi lainnya dapat diselesaikan dengan lebih mudah. Tanpa memecahkan kontradiksi antara rakyat Indonesia dengan penguasa kolonial, kita tidak akan dapat menyelesaikan kontradiksi antara kaum petani dengan tuan-tuan feodal, suatu klas yang dipertahankan oleh sistim kolonial. f) Mutasi Kontradiksi pokok itu tidak tetap kedudukannya. Dalam keadaan dan syarat tertentu bisa diambil alih oleh kontradiksi yang tadinya bukan pokok. Pergeseran atau pergantian ini disebut mutasi kontradiksi pokok. Misalnya kaum imperialis pernah berusaha agar kontradiksi antar daerah atau suku bermutasi menjadi kontradiksi pokok di Indonesia, hingga bangsa kita dapat dipecah belah dan tetap mereka kuasai. Arti praktisnya ialah, bahwa kita harus mengenal baik keadaan atau syarat-syarat yang dibutuhkan oleh suatu kontradiksi hingga dapat bermutasi menempati kedudukan sebagai kontradiksi pokok. Hanya dengan demikian kita baru dapat mendorong/mempercepat atau sebaliknya mencegah/menghambat terjadinya mutasi itu. Hanya dengan mengetahui dengan jelas dan tepat syarat-syarat yang diperlukan telor ayam untuk mendapat menetas menjadi anak ayam, maka manusia dapat menciptakan mesin penetas. g) Kedudukan Dua Segi Dalam Suatu Kontradiksi. Dua segi yang berkontradiksi itu tentu berbeda kualitasnya. diantaranya pasti akan ada yang mewakili kekuatan lama, yang tak mempunyai hari depan, dan segi lainnya mewakili kekuatan baru atau yang sedang tumbuh. Kedudukan mereka dalam proses perkembangan adalah tidak sama pula. Segi lama yang nampak besar dan kuat pada awal perkembangan kontradiksi itu menempati kedudukan yang menguasai dan yang memimpin. Sebaliknya segi yang baru yang semula nampak masih kecil dan lemah, berkedudukan sebagai yang dikuasai dan yang dipimpin. Tapi dalam perkembangan selanjutnya segi baru itu berkembang besar dan makin kuat. sedang segi lama makin lemah dan makin lapuk sehingga suatu saat segi baru yang berkedudukan dipimpin berkembang dan bermutasi menjadi yang memimpin. Ini berarti arah perkembangan kontradiksi itu mengalami perubahan. Kalau tadinya ke kanan misalnya, sekarang ke kiri. Lebih lanjut, segi baru yang tadinya dikuasai sekarang bermutasi ke tempat yang menguasai. Dengan perkataan lain, terjadi perubahan kwalitatip, hal yang lama berubah menjadi yang baru. Arti praktis dari pengertian itu adalah kita harus selalu berusaha mengenal sebaik-baiknya segi-segi yang berkontradiksi. Baik kualitasnya, maupun kedudukan atau posisinya dalam proses per-kembangannya. Jadi kalau kita mau mengalahkan musuh-musuh rakyat yang tertindas, kita harus mempelajari mendalam mengenai segi-segi dan keadaan musuh dan posisinya, dan dari pihak kita sendiri. Disamping itu, bagi kita yang menginginkan perubahan dan pembebasan, harus selalu berorientasi pada kekuatan-kekuatan yang sedang tumbuh, yang mempunyai hari depan dan syarat-syarat yang diperlukan bagi perkembangannya, agar kita membantu mempercepat pertumbuhannya. h) Kesatuannya Relatif, Pertentangannya Mutlak Apabila kita memperhatikan dua segi dalam suatu kontradiksi maka kita dapat melihat, bahwa dua segi itu sejak dari awal sampai akhir proses perkembangannya selalu bertentangan satu sama lainnya, selalu dalam perjuangan mengenyahkan lawannya tanpa syarat. Artinya pertentangan dua segi itu adalah mutlak, tak peduli dalam keadaan bagaimanapun juga. Kesatuannya bisa terjadi karena kedua segi itu berbeda kualitasnya, dan menempati kedudukan yang berbeda pula dalam kesatuan itu, ada yang menguasai dan ada yang dikuasai. Dan hal ini dikatakan bersifat sementara karena dalam perkembangannya kedua segi itu akan terjadi mutasi, yang semula dikuasai akan menguasai, sehingga terjadi perubahan kualitatif, kesatuan yang lama diganti dengan kesatuan yang baru. Pengertian ini berarti, sikap kompromi dengan musuh itu relatif sementara (taktis), sedangkan perjuangan melawan musuh itu mutlak (strategis), tetap berlangsung terus, bervariasi dalam bentuk dan bidangnya. i) Antagonisme Dalam kontradiksi hal ini mempunyai dua pengertian: pertama, menurut wataknya ada yang antagonistik, misalnya kaum buruh dan kaum kapitalis, buruh tani lawan tuan-tuan feodal, yang langsung berlawanan kepentingannya. Ada pula kontradiksi yang non-antagonistik. Kedua, menurut bentuknya perjuangan dari kedua segi yang berkontradiksi ada yang bersifat antagonistik dan ada yang non-antagonistik. Yang dimaksud dengan perjuangan yang non-antagonistik itu adalah perjuangan yang terbuka dan dengan kekerasan. Misalnya perjuangan kaum buruh melawan majikan selama masih dalam bentuk pernyataan protes dan berunding di meja perundingan, atau bahkan merupakan pemogokkan dengan tata tertib, masih dapat digolongkan dalam bentuk perjuangan yang antagonistik. Tetapi kalau sudah terjadi pengambil alihan pabrik atau penindas dan dari majikan dengan kekerasan sehingga terjadi perkelahian, maka perjuangan tersebut disebut perjuangan yang antagonistik. Kontradiksi yang menurut wataknya antagonis belum tentu harus sudah mengambil bentuk perjuangan yang antagonistik, dapat jua masih mengambil bentuk perjuangan yang non antagonistik. Misalnya kontradiksi antara rakyat dan musuh-musuh rakyat, menurut wataknya adalah antagonistik. Namun bentuk perjuangannya dalam proses perkembangan masih bisa bersifat non-antagnistik misalnya aksi-aksi reform. jadi tidak mutlak sudah harus angkat senjata atau dengan kekerasan. Semua tergantung pada kondisi dan situasi serta syarat-syarat kongkrit yang ada. Akan tetapi pada tingkat terakhir di tingkat perkembangannya, pada pokoknya secara mutlak mengambil perjuangan antagonistik. Karena tidak ada penguasa yang rela menyerahkan kekuasaannya dengan suka rela, malah mereka akan mempertahankan dengan kekerasan. Pengertian ini mengingatkan kita supaya kita pada satu pilihan memperkuat persatuan kita dengan kelompok progresif lainnya dengan menciptakan dan mempertahankan syarat-syarat yang diperlukan. Dipihak lain kita harus berusaha supaya musuh terus terpencil dari sekutunya dan memperlemah persatuan mereka. Disamping itu kita harus melihat dengan cermat, bahwa pada keadaan yang bagaimana kita akan mengambil bentuk perjuangan yang antagonistik atau non-antagonistik dalam menghadapi musuh. 3. Hukum Umum Dialektika ke dua: a) Perubahan Kuantitatif Ke Perubahan Kualitatif Hukum umum Dialektika yang kedua ini menyatakan, bahwa proses perkembangan dunia material atau dunia kenyataan objektip terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah perubahan kuantitatif yang berlangsung secara perlahan, berangsur atau evolusioner. Kemudian meningkat ketahap kedua, yaitu perubahan kualitatif yang berlangsung dengan cepat, mendadak dalam bentuk lompatan dari satu keadaan ke keadaan lain, atau revolusioner. Perubahan kuantitatif dan perubahan kualitatif merupakan dua macam bentuk dasar dari segala perubahan. Segala perubahan yang terjadi dalam dunia kenyataan objektif itu kalau bukan dalam bentuk perubahan kuantitatif, maka dalam bentuk kualitatif. 1 Pengertian Tentang Kuantitas Adalah jumlah dalam arti seluas-luasnya tidak terbatas mengenai ruang (banyak-sedikit, besar-kecil, panjang-pendek, tebal-tipis) dan waktu (lama-sebentar, cepat-lambat) saja tapi juga mengenai pikiran dan perasaan (tinggi-rendahnya kesadaraan politik, kuat-lemahnya keyakinan atau ke-percayaan, dalam-dang-kalnya pengetahuan, besar-kecilnya minat atau pengetahuan) sebagai contoh: Kuantitas-kuantitas tertentu yang dimiliki seorang juara bulu tangkis, selain kuat keadaan fisiknya, stamina, cepatnya gerak, pengalaman bertanding dan latihan dll. Demikian pula bagi seorang kader revolusioner, selain ketentuan-ketentuan formal dalam konstitusi organisasi, seperti umur dan masa calon anggota, maka yang terpenting lainnya ialah kesadaran klas dan kesadaran politik, yang hal itu terbentuk dari aktivitasnya dalam keterlibatan dalam perjuangan massa rakyat pekerja, dan semangat juangnya yang tinggi. Dari uraian diatas maka dapat dilihat bahwa kuantitas dan kualitas itu tak dapat dipisahkan satu sama lain, kuantitas tertentu membentuk kualitas tertentu pula. 2 Pengertian Tentang Kualitas Adalah ciri yang membedakan hal yang satu dengan yang lain. Kita dapat membedakan minyak dari air, demikian jua kita dapat membedakan antara kaum buruh dan kaum tani, antara desa dan kota, karena kualitas mereka berbeda satu dan lainnya. Telah dinyatakan, bahwa kuantitas-kuantitas tertentu yang dimiliki oleh sesuatu hal membentuk dan menunjukkan kualitas tertentu dalam sesuatu hal itu. misalnya, antara ormas kaum buruh dan partai politik klas buruh, mempunyai ketentuan susunan intern yang berlainan, antara lain adalah keterikatan para anggota dari organisasi massa kaum buruh itu berdasarkan terutama pada kepentingan sosial ekonominya, sedangkan dalam partai buruh, sangat berdasarkan pada cita-cita politiknya. Ketentuan susunan intern mereka secara praktis dinyatakan selengkapnya dalam anggaran dasar organisasi mereka masing-masing dan aktivitas mereka sehari-hari dalam mewujudkan program mereka masing-masing. Jelas kiranya bahwa kualitas yang mencirikan sesuatu hal itu adalah pernyataan dari ketentuan susunan internnya. 3 Perubahan Kuantitatif Perubahan kuantitatif seperti telah dikemukakan berlangsung secara perlahan-lahan dan tidak menyolok. selama dalam proses perubahan kuantitatif tersebut, kualitasnya nampak tidak berubah. Keadaan itu disebut kemantapan relatif kualitas. Keadaan kemantapan relatip kualitas tersebut mempunyai batas tertentu. Bila perubahan kuantitatif melampaui batas itu maka rusaklah kemantapan relatip kualitas itu yang berarti kualitasnya mengalami perubahan. Misal, seceret air dibawah tekanan udara biasa, apabila penambahan suhunya tidak melampaui batas 100 derajat celcius, cirinya sebagai cairan masih dapat dipertahankan, tapi bila perubahan suhu melampaui batas itu, maka kualitas cairan mengalami perubahan menjadi uap. Demikian pula perkembangan rakyat revolusioner bila melampaui batas tertentu, akan menjadi suatu revolusi sosial, hingga kualitas masyarakat lama akan disingkirkan oleh masyarakat baru. Oleh karena itu dalam proses perubahan kuantitatif, kualitas nampaknya tidak mengalami perubahan apa-apa, maka seakan-akan perubahan kuantitatif itu tak ada hubungannya dengan kualitas. Dari uraian singkat diatas kita dapat melihat bahwa perubahan kuantitatif adalah persiapan untuk perubahan kualitatif, atau dengan kata lain, bahwa perubahan kualitatif menyelesaikan atau mengakhiri perubahan kuantitatif yang sedang berlangsung, dan menimbulkan atau melahirkan perubahan-perubahan kuantitatif yang baru. Hal yang sangat sederhana ini perlu ditandaskan karena ada sebagian orang hanya mau mengakui perubahan kuantitatif saja tetapi tidak mengakui adanya perubahan kualitatif. Mereka berpendapat di dunia ini tak ada perubahan yang melahirkan hal yang baru, karena menurut mereka anak ayam itu sejak semula telah berada di dalam telur hanya saja masih terlalu kecil dan tersembunyi di dalam telur hingga tak dapat kita lihat. Kemudian setelah mengalami perubahan kuantitatif, ia tumbuh semakin besar hingga pada saat ia mampu memecahkan kulit dinding telur yang melindunginya dan menampakkan dirinya di dunia ini. Demikian juga kata mereka, bahwa penindasan dan penghisapan oleh manusia atas manusia sudah ada sejak adanya manusia di bumi ini. Kalau semula penindasan dan penghisapan itu dilakukan dengan cara primitif, sederhana, terbuka dan tidak intensif, tepi setelah mengalami perubahan-perubahan kuantitatif maka penghisapan mengambil bentuk yang terselubung, halus dan makin intensif. Pandangan metafisik (non-dialektis) semacam ini dapat menyesatkan kita. Dia merupakann basis filosofis kesalahan-kesalahan reformis di dalam bidang politik, hingga membuat orang merasa puas dengan hanya perubahan-perubahan reformis atau perbaikkan tambal sulam rakyat pekerja, tanpa menghendaki adanya pembebasan rakyat pekerja dari penghisapan manusia lainnya, tidak menghendaki adanya perubahan revolusioner untuk mengubah sistim masyarakat penindasan. Sudah tentu pandangan filosofis semacam ini menguntungkan dan dipelukan oleh klas-klas penghisap dalam mempertahankan kekuasaan dan penghisapannya. Padahal, satu abad yang lalu Hegel telah mengemukakan dengan tepat, bahwa peralihan dari alam yang tak berperasaan ke alam berperasaan, dari alam an-organik ke alam kehidupan organik, merupakan lompatan keadaan yang baru sama sekali. Pernyataan Hegel ini bukanlah spekulatif, melainkan berdasarkan pada hasil-hasil pengembangan ilmu pengetahuan pada waktu itu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial. Masyarakat komune primitif waktu itu belum mengenal penghisapan manusia oleh manusia dan masyarakat penghisapan ini baru lahir setelah komune primitif ini mengalami keruntuhannya, dimana kerja seseorang dengan alat-alat kerja yang relatif lebih maju dapat menghasilkan hasil lebih, sehingga memungkinkan terjadinya penghisapan atas manusia oleh manusia dan melahirkan sistim pemilikan budak. Dengan memiliki pengertian, bahwa perubahan-perubahan kuantitatif menyiapkan suatu perubahan kualitatif yang revolusioner, maka kita tak akan mudah terjebak oleh teori-teori seperti: kapitalisme kerakyatan, negara kapitalis yang berorientasi sosialis, perkembangan kapitalisme ke sosialisme secara damai, memperjuangkan masyarakat industri yang non-kapitalis dan non-sosialis dan sebagainya, yang dijajakan oleh teoritikus-teoritikus borjuis dan revisionis. Sebagaimana selalu diingatkan oleh pejuang-pejuang besar revolusi, bahwa klas penghisap yang berkuasa tak akan pernah dengan sukarela menyerahkan kekuasaannya, bahwa rakyat tertindas harus melakukan perjuangan revolusioner untuk membebaskan dirinya. 4 Perubahan Kualitatif Sebagaimana telah dikemukan sebelumnya bahwa perubahan kualitatif itu terjadi secara mendadak, cepat dalam bentuk lompatan dari satu keadaan ke satu keadaan lainnya. Sedikit mengulangi tentang telur ayam selama dalam proses perubahan kualitatif dalam masa pengeraman, cirinya yang berbentuk telur itu nampak tepat tak berubah, masih tetap bertahan, atau masih dalam kemantapan relatif. Tetapi begitu perubahan kuantitatif melampaui batas relatif kualitasnya, terjadilah perubahan kualitatif dengan mendadak. Perubahan kuantitatif yang berlangsung dalam telur itu segera berhenti atau terputus, kemantapan relatif kualitasnya sebagai telur tak dapat dipertahankan lagi dan lenyap seketika itu juga. Sebagai gantinya muncullah anak ayam yang ciri atau kualitasnya berlainan dengan telur tadi. Demikianlah kita melihat perubahan dari telur ke anak ayam itu merupakan suatu lompatan yang disebut keterputusan kesinambungan. Artinya terputusnya keadaan kesinambungan perubahan kuantitatif atau kemantapan relatif kualitasnya. Mengenai perubahan kualitatif ini, Engels di dalam bukunya “Dialektika alam” mengemukan bahwa “kimia boleh dikatakan ilmu tentang perubahan kualitatif yang terjadi dalam benda sebagai akibat perubahan kuantitatif komposisinya. Contohnya oksigen atau zat asam apabila molekul itu terdiri dari 3 atom dan bukan 2 sebagaimana biasanya maka kita mendapatkan ozon yaitu suatu benda yang dalam hal bau dan reaksi kimianya sangat berlainan dengan zat asam biasa.” Kelanjutannya, oleh karena perubahan kualitatif itu terjadi secara mendadak, merupakan lompatan dari suatu lompatan keadaan ke keadaan lainnya, atau terputus sama sekali ke-sinambungannya dengan keadaan sebelumnya, maka ada sementara orang mengira bahwa perubahan kualitatif itu terlepas dari perubahan kuantitatif, tak ada hubungan sama sekali dengan kuantitas atau perubahan kuantitatif. Mereka tak mau mengeakui perubahan kuantitatif, dan hanya mengakui perubahan kualitatif saja. Meletusnya gunung krakatau satu abad yang lampau hingga gunung tenggelam ke dasar laut, menurut mereka, merupakan perubahan kualitatif yang mendadak tanpa melalui perubahan kuantitatif. Demikian juga mereka menganggap, misalnya meletusnya revolusi ’45 terjadi secara mendadak dalam momentum yang kebetulan, sama sekali tak ada hubungannya dengan perubahan-perubahan kuantitatif sebelumnya, yang berupa gerakan massa rakyat. Katanya lagi, ibarat meletusnya sebuah petasan, yang hanya dengan menyulut sumbunya saja (maksudnya, cukup dengan agitasi atau menghasut massa rakyat) Pandangan ini juga suatu jenis metafisik, yang dapat menyesatkan kita dengan melakukan kesalahan-kesalahan avonturis dibidang politik, misalnya kendak menyelesaikan suatu revolusi sosial dengan kudeta militer atau avonturisme militer. Padahal pejuang-pejuang besar revolusi, selalu mengingatkan kita bahwa revolusi adalah urusan dan karya rakyat, merupakan puncak dari perjuangan rakyat untuk membebaskan dirinya. Rakyat pekerja tak akan dapat dibebaskan oleh siapapun, kecuali oleh perjuangan mereka sendiri. Kesadaran politik dan organisasional pada rakyat sangat menentukan sebuah revolusi rakyat. Telah diketahui, bahwa setiap perubahan yang terjadi dalam kuantitas dengan sendirinya menimbulkan perubahan juga dalam kualitas. Sebagai contoh, air yang dipanasi sehingga suhunya meningkat, perubahan kuantitatif ini dengan sendirinya menimbulkan perubahan dalam kualitas atau cirinya. Sebagaimana dapat kita saksikan, misalnya gerak molukel makin cepat, daya kohesi antar molukel makin longgar, hingga kita dapat membedakan air panas dan air dingin. Akan tetapi perubahan semacam ini tidak termasuk dalam pengertian perubahan kualitatif. b) Materialisme Dialektika Berbarengan dengan cara pandang materialis dan pengetahuan ilmiah bergerak maju dan menjadi penting pada waktu kebangkitan kapitalisme (abad 17 dan 18) Materialisme mengambil bentuk Materialisme mekanis. Yakni, bahwa alam dan masyarakat dilihat sebagai sebuah mesin raksasa dimana bagian-bagiannnya bekerja secara mekanis. Pandangan ini memudahkan orang memahami bagian-bagian dari sesuatu hal dan bagaimana mereka “bekerja”, tetapi hal ini tidak mampu menjelaskan asal-usul dan perkembangan sesuatu hal. Namun demikian, akibat perkembangan masyarakat yang cepat pada saat itu, perubahan sesuatu hal tidak bisa diabaikan begitu saja. Ilmu Alam pada jamannya Marx dan Engels membuat lompatan besar dalam memahami perkembangan, memahami perubahan dan transformasi dalam tubuh alam. satu contoh kunci soal ini adalah teori Evolusi Darwin, yang memperlihatkan bagaimana bentuk-bentuk kehidupan bergerak, berubah secara kualitatif sepanjang beberapa tahun. Ilmu Alam kemudian mulai menggunakan konsep Dialektika (paling kurag secara implisit), menegaskan kembali perkembangan, kontradiksi dan transformasi dalam memahami materi dan kehidupan. Seperti yang ditulis oleh Engels, “alam adalah batu uji Dialektika, dan harus dikatakan bahwa ilmu pengetahuan modern sudah melampaui ujian ini dengan bahan-bahan yng sangat kaya dan melimpah, dan dengan demikian memperlihatkan bahwa pada bagian yang menentukan alam bekerja secara Dialektik…” (anti-duhring). Namun demikian, perubahan dan perkembangan bukan saja konsep yang penting untuk me-mahami alam, tetapi konsep-konsep ini secara sadar bisa diterapkan atas seluruh area kenyataan, khususnya, perkembangan masyarakat. Marx dan Engels mewarisi periode kamajuan-kemajuan ilmu pengetahuan dan dari filsafat Dialektik Hegel (yang secara berat dipengaruhi oleh idelisme) dan merumuskan pandangan Dialektika materislis secara sistematik. Prinsip Dialektika dijabarkan dari analisa bagaimana dunia sebenarnya berkembang; jadi bukan sekadar jatuh dari pikiran orang. Jadi Dialektika bukanlah skema yang dipaksakan atas kenyataan, tapi ia merupakan seperangkat prinsip-prinsip ilmiah untuk memudahkan orang memahami kompleksitas perubahan dan perkembangan. Metode Dialektika hanya dapat dipahami dalam pertentangannya dengan cara pandang metafisik. berikut ini diringkaskan ciri-ciri pokok Dialektika dan melawankannya dengan cara pandang metafisik. 1 Inter-Koneksi Atau Saling Hubungan. Dunia merupakan kesatuan, keseluruhan yang saling berhubngan dimana semua hal saling berkaitan dan bergantung. Sebaliknya, metafisika melihat bahwa dunia sebagai kumpulan hal yang berdikari, independent, terpisah. Seorang MD dan metafisika, seabagai misal akan mengambil pendekatan yang berbeda dalam memahami seorang individu. Seorang metafisika akan bertanya apa yang dipirkan orang itu, apa aktivitas mereka, bagaimana penampilannya, apa yang mereka sukai dan apa yang tidak disukai, dan seterusnya. tetapi seorang MD akan berusaha memahami orang tersebut dengan memeriksa hubungannya dengan orang lain dan dunia sekitarnya dan memperlihatkan pengalaman orang tersebut sebagai bagian dari keluarga tertentu, klas tertentu, ras dan masyarakat tertentu. Arti penting pendekatan yang berbeda-beda ini adalah bahwa jika metode MD memudahkan menemukan mengapa sesuatu itu dengan menganalisa konteks darimana mereka muncul dan saling hubungan dengan sesuatu yang lain; sementara itu seorang pendekatan metafisika hanya menjelaskannya pada tingkat menggambarkan sesuatu sebatas dari dirinya sendiri. 2 Materi Materi selalu dan terus-menerus dalam gerak. Dunia ini ada dalam keadaan gerak dari dia ada, berkembang, berubah dan lenyap. Metafisika memandang bahwa dunia ada dalam keadaan diam, segala sesuatu statik, diam, tetap dan tak berubah. Jadi MD dan metafisika memiliki pandangan yang berlawanan mengenai kapitalisme yang permanen. Perbedan ini jelas menunjukkan pendirian konsevatif metafisika dan pendirian revolusioner dari Dialektika. Pendekatan metafisika secara implisit mempertahankan bahwa “tak ada sesuatu pun yang berubah di dunia ini” dan “ini adalah dunia yang terbaik dari semua kemungkinan yang ada” dalam pandangannya atas kapitalisme sebagai sistem yang permanen. Ini semua menyatakan bahwa pemilikan pribadi dan persaingan bebas sebagai kebal-nilai (tak dapat dibantah), dan bahwa nilai-nilai ini berasal dari kualitas sifat manusia seperti persaingan, ketamakan dan sebagainya. MD mempunyai pandangan yang panjang dan obyektif atas bentangan sejarah dan mengakui bahwa kapitalisme tidak selalu ada, dan bahwa ia telah mendominasi dunia selama ratusan tahun, dan selanjutnya ia dalam proses digantikan oleh sosialisme. Tidak ada satupun sistem sosial yang permanen, apa yang tetap adalah perkembangan dan transformasi masyarakat secara terus menerus. 3 Kontradiksi Kontradiksi internallah yang secara mendasar menentukan pertumbuhan dan perkmbangannya. faktor-faktor ekternal dan kekuatan-kekuatan luar meletakkan kondisi material bagi sesuatu hingga ia berkembang, tetapi tidak menentukan watak mendasar sesuatu, dan bukan merupakan penyebab pokok geraknya. Menegaskan kontradiksi internal sebagai dasar perkembangannya berarti melihat sesuatu sebagai “persatuan dari aspek-aspek yang berlawanan” dimana keduanya saling berlawanan dan bersatu, dan pertarungan adalah sumber dari gerak sesuatu. Jadi kapitalisme terdiri dari kesatuan dari hal-hal yang berlawanan, yakni kaum borjuis dan kelas pekerja. Di bawah kapitalisme, dua klas ini adalah tergantung satu sama lain, yaitu memiliki kepentingan yang berlawanan dan karena itu terlibat dalam perjuangan klas yang terus-menerus. Pertarungan antara klas dalam masyarakat kapitalis ini yang menyebabkan perkembangan dan transformasinya. Hanya dengan memahami persatuan dan perjuangan dari aspek-aspek internal yang saling berlawanan ini barulah kita bisa paham mengapa sesuatu terus berubah. Ini akan jadi jelas jika kita kontraskan dengan metafisika yang melihat sesuatu sebagai kesatuan dalam dirinya sendiri dan menjelaskan terjadinya perubahan sebagai akibat faktor-faktor luar. Misalnya, kaum borjuis menggunakan metafisika untuk menjelaskan revolusi di dunia tertindas sebagai akibat “Iblis kekaisaran Soviet”, atau akibat campur tangan luar komunis subversif. Tentu saja, ini adalah penolakan menyeluruh atas kontradiksi internal dalam masyarakat-masyarakat tersebut yang menyebabkan revolusi. 4 Kuantitas ke dalam kualitas Sesuatu (barang atau peristiwa) berkembang melalui perubahan secara kuantitatif yang pada umumnya bertahap dan secara halus; dan secara kualitatif berubah secara sekonyong-konyong yang merubah menjadi sesuatu yang baru. Perubahan kualitatif merupakan hasil akumulasi/penumpukkan perubahan kuantitatif dan membawa perkembangan progresif dari sesuatu yang lama/tua menjadi baru, dan dari sederhana menjadi kompleks. Metafisika, pada tingkat tertentu mengakui perubahan, hanya melihat perubahan kuantitatif dimana sesuatu tumbuh menjadi lebih besar, lebih kecil, lebih kuat, lebih lemah dsb, dan masa lalu mengulangi dirinya sendiri. pandangan metafisika menolak perubahan kualitatif yang merubah sesuatu dan mendorong maju menjadi sesuatu yang baru. Perubahan Dialektik yang bergerak dari kuantitas ke kualitas niscaya terjadi dalam banyak bidang. Esai Stalin menyebutkan hal ini, termasuk contoh yang menyolok mata adalah evolusi. melewati adaptasi dan perkembangan selama ratusan tahun, spesies awal berubah secara kualitatif menjadi spesies baru, homo sapiens atau manusia. Dalam kehidupan sehari-hari dari perubahan kuantitas ke kualitas, contohnya adalah bagaimana air, secara bertahap berubah menjadi lebih panas atau lebih dingin (perubahan kuantitas) berubah menjadi uap atau es (berubahan secara kualitas). Dan dalam soal masyarakat juga terdapat jurang perbedaan yang memisahkan pandanagan metafisika yang konservatif dengan pandanagn Dialektika yang revolusioner mengenai bagaimana dunia berubah. Sudah tentu, dalam dunia sosial perubahan terjadi tidak secara otomatis sifatnya, sebagaimana terjadi dalam alam. Perubahan sosial disebabkan oleh rakyat melalui aksi dan saling aksi. Jadi, pandangan rakyat yang menentukan apa jenis perubahan dan bagaimana dilakukan, dibentuk oleh kondisi sosial mereka dan kedudukan klasnya. Cara pandang metafisika klas berkuasa perubahan revolusioner dan kualitatif dalam perubahan masyarakat dan berpendirian bahwa perubahan secara bertahap, gradual, perubahan kuantitaif lah yang diperlukan untuk mengembangkan dan menyempurnakan masyarakat kapitalis sekarang ini. Pandangan MD dari klas pekerja, dipihak lain, memandang perubahan kualitatif, revolusioner sebagai puncak perjuangan untuk mengembangkan medan memajukan masyarakat. Kehendak revolusi bukan untuk menyempurnakan kapitalisme, melainkan untuk menggantikannya dengan sosialisme. MD (16) Relevansi pertarungan antara Dilektika dan Metafisika dengan Perjuangan kelas. Contoh-contoh sebelumnya sudah mnggambarkan bagaimana pandangan metafisika atas masyarakat mewakili kepentingan kaum borjuis. Hal ini tidak mengejutkan karena keinginannya (dan juga klas-klas berkuasa sebelumnya) untuk mamamerkan kepentingan klasnya sebagai permanen dan tak berubah. Klas borjuis tak pernah henti-hentinya menganjurkan cara berpikir metafisika kepada klas pekerja, sebagai usaha untuk membuktikan bahwa sistem kapitalis berharga dan permanen dan menyingkirkan adanya pertentangan klas. Cara berpikir metafisika juga menyusup ke dalam gerakan revolusioner sendiri, dalam bentuk pikiran yang menganjurkan jalan damai, reformis dan evolusioner dari kapitalisme ke sosialisme. Mereka ini gagal dan tidak mengakui bahwa revolusi sosialis sebagai perubahan kualitatif bagi masyarakat kapitalis. Bagi kelas pekerja, Dialektika merupakan alat penting untukmemahami mengapa dunia seperti sekarang ini, menganlisanya bagaimana ia berubah dan mengerti bagaimana rakyat yang sadar bisa merubahnya. C. KESIMPULAN Sebelum pendirian MD oleh Marx, bentuk materialis yang ada adalah pandangan yang mekanis, non-Dialektika, dan Hegel, seorang Dialektikus, menganjurkan versi idealis dari Dialektika. Kaum filsuf tidak mampu mengembangkan materislisme yang konsisiten dan meneyeluruh karena pada analisa akhir, mereka menerima pandangan borjuis yang ada. Mereka tidak sudi melihat secara lengkap, termasuk privelese klas, hak milik perorangan dan ketimpangan sosial sebagai faktor bagi perubahan sosial. Marx dan Engels akhirnya berhasil mengembangkan sintesis Materialisme dan Dialektika sebab mereka mendasarkan filsafatnya pada aspirasi revolusioner dan cara pandang klas pekerja. kelas pekerja memiliki kepentingan dalam memahami masyarakat sebagaimana adanya “tanpa terkecuali” dan sebuah klas untuk perubahan, termasuk perubahan revolusioner, dapat menjadi kekuatan pembebas. MD adalah filsafat revolusioner klas pekerja. Ia memberikan arah umum bagi dunia dan peranan manusia dan menyediakan seperangkat prinsip-prinsip ilmiah untuk menjawab masalah-masalah politik dan parktis; namun demikian ia menyediakan kerangka yang pasti untuk memperoleh jawaban. Juga MD merupakan dasar-dasar dari semua teori Marxis dan pandangan khusus terhadap sejarah, ekonomi dan politik. Studi kita yang singkat sudah meletakkan garis besar MD, arti petingnya filsafat Marxis dalam memahami dunia, perjuangan klas dan kerja politik dimana kita terlibat. Untuk bisa paham sepenuhnya sudah tentu harus dilanjutkan dalam proses yang akan terus berjalan, dan mendalaminya dalam studi dan praktek. sumber : http://kuliahfilsafat.blogspot.com/2009/04/ .html