BUATLAH APA YANG BELUM DIFIKIRKAN ORANG LAIN,BERHENTI TIADA TEMPAT BAGIMU, LAMBAT BER ARTI MATI, KARENA ENGKAU AKAN TER INJAK INJAK OLEH MASA
ASSALAMU ALAIKUM
Kamis, 16 April 2015
KOMPARASI SISTEM PENDIDIKAN FINLANDIA DENGAN SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA.
KOMPARASI SISTEM PENDIDIKAN FINLANDIA DENGAN SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA.
Oleh : 1. NURVISKYATI .
2. SRI DAN YULIA NINGSIH,
MHS PAI SEMESTER 4 STAI MIFTAHUL ,ULUM TANJUNGPINANG.2015.
A. Pengertian Sistem Pendidikan
Kata sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu systema yang berarti adalah “cara atau strategi”. Dalam bahasa Inggris sistem berarti “system, jaringan, susunan, cara”. Sistem juga diartikan “suatu strategi atau cara berpikir”. Sedangkan kata pendidikan itu berasal dari kata “Pedagogi”, kata tersebut berasal dari bahasa yunani kuno, yang jika dieja menjadi 2 kata yaitu Paid yang artinya anak dan Agagos yang artinya membimbing. Dengan demikian Pendidikan bisa di artikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran dan suasana belajar agar para pelajar di didik secara aktif dalam mengembangkan potensi dirinya yang diperlukan untuk dirinya dan masyarakat. Jadi, bisa di simpulkan bahwa sistem pendidikan adalah suatu strategi atau cara yang akan di pakai untuk melakukan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan agar para pelajar tersebut dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya yang diperlukan untuk dirinya sendiri dan masyarakat.
B. Sistem Pendidikan di Finlandia
Finlandia, sebuah negara yang terletak di belahan utara bumi dengan wilayah seluas 338.000 km2 yang dihuni oleh 5,3 juta penduduk, merupakan salah satu negara industri maju dan modern dunia yang terkenal dengan tinggi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi dan komunikasi. Salah satu faktor yang mendorong keberhasilan Finlandia bertransformasi menjadi negara industri maju dan modern adalah tingginya kualitas dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang dimilikinya. Tingginya kualitas dan kompetensi SDM Finlandia merupakan hasil dari perjalanan panjang komitmen kuat pemerintah dan rakyat Finlandia dalam membangun dan mengembangkan sistem pendidikan nasionalnya. Pemerintah dan rakyat Finlandia menyadari bahwa komitmen kuat untuk membangun dan mengembangkan sistem pendidikan nasional merupakan kunci penentu keberhasilan negaranya untuk tetap eksis mempertahankan keberlangsungan hidupnya sebagai negara yang berpenduduk kecil, sumber daya alam yang sangat terbatas dan hidup di tengah kondisi alam yang ekstrim dan kurang bersahabat. Pembangunan negara dan bangsa Finlandia berdiri di atas pilar pendidikan dan penelitian yang berbasis inovasi dan disokong penuh oleh seluruh komponen bangsa.
Revolusi sistem pendidikan Finlandia dimulai sejak tahun 1968, ketika pemerintah memutuskan untuk menghapus sistem pendidikan berjenjang (parallel school system / PSS) dan menggantikannya dengan sistem pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun. PSS merupakan sistem pendidikan yang mengutamakan pendidikan berjenjang bagi seluruh siswa. Sistem ini dinilai tidak efektif karena pada kenyataannya terdapat perbedaan kemampuan murid dalam menerima dan mencerna ilmu yang diberikan. Hal tersebut menimbulkan fenomena pemberian peringkat dan labelisasi ”siswa berprestasi” dan ”siswa tidak berprestasi”, serta ”sekolah favorit” dan ”sekolah tidak favorit”. Kedua fenomena tersebut menimbulkan dampak buruk terhadap mentalitas murid, guru dan institusi pendidikan. Dengan fenomena tersebut, setiap murid tidak menerima kualitas pendidikan yang merata. Ada murid yang dapat mengikuti pendidikan percepatan, dan ada murid yang kerap kali terpaksa mengulang kelas. Oleh karena itu, pemerintah Finlandia beralih menggunakan sistem pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun, di mana seluruh anak pada usia 7-15 tahun menerima materi dan kualitas pendidikan yang sama dan seragam.
Siswa tidak lagi mengejar angka dan peringkat selama menjalani pendidikan wajib dasar 9 tahun, namun mengejar pemahaman dan penerapan ilmu yang diberikan sesuai dengan kurikulum pendidikan dasar nasional. Sistem peringkat (ranking), baik peringkat siswa maupun peringkat sekolah (sekolah favorit atau non-favorit), serta sistem evaluasi ujian nasional untuk kenaikan kelas di tiap jenjang pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun dihapus. Pendidikan dasar difokuskan pada upaya pembentukan karakter dan kapasitas dari setiap murid. Upaya ini ditempuh pemerintah Finlandia untuk memeratakan kemampuan seluruh murid tingkat pendidikan wajib dasar. Sudah tentu, hal ini menuntut kerja sama lebih erat antara pemerintah, pihak penyelenggara pendidikan, khususnya para guru, masyarakat, dan orang tua dalam memantau perkembangan pendidikan dan pembelajaran anak murid guna memastikan bahwa tiap-tiap murid tersebut dapat mengikuti dan memahami materi pelajaran yang diberikan di jenjang pendidikan dasar.
Untuk lebih memperjelas pembahasan tentang system pendidikan di FInlandia, Komponen-komponen yang terdapat pada sistem pendidikan yaitu tujuan, pendidik, peserta didik, dan alat pendidikan.
a. Tujuan Pendidikan di Finlandia
Tujuan utama sistem pendidikan Finlandia adalah mewujudkan high-level education for all. Tujuan tersebut mengupayakan agar seluruh rakyat Finlandia dapat mengenyam pendidikan hingga tingkatan tertinggi, secara merata, dengan kemampuan, keahlian dan kompetensi yang terbaik. Finlandia membangun sistem pendidikan dengan karakteristik yang dilaksanakan secara konsisten, yakni, free education, free school meals, dan special needs education dengan berpegang teguh pada prinsip inklusivitas. Pendidikan dasar Finlandia dikembangkan sedemikian rupa agar mampu menjamin kesetaraan kesempatan bagi seluruh rakyat untuk menikmati pendidikan terlepas dari faktor gender, strata sosial, latar belakang etnis dan golongan. Fokus utama sistem pendidikan adalah kemerataan pendidikan guna menunjang tingkat kompetensi rakyat dalam menyokong pembangunan nasional berdasarkan inovasi.
Segenap rakyat Finlandia memiliki hak dasar untuk mengenyam pendidikan secara gratis. Pemerintah wajib menyediakan kesempatan yang setara bagi seluruh warga negara untuk menikmati layanan pendidikan gratis, di setiap jenjang pendidikan, sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya, terlepas dari latar belakang perekonomian mereka, guna pengembangan diri, keahlian, kompetensi dan kapasitas seluruh warganegaranya. Hak tersebut dijamin dan tertuang dalam Konstitusi Finlandia. Bab II Seksi 16 Konstitusi Finlandia secara tegas menyatakan bahwa,
“Everyone has the right to basic education free of charge. Provisions on the duty to receive education are laid down by an Act. The Public authorities shall, as provided in more detail by an Act, guarantee for everyone equal opportunity to receive other educational services in accordance with their ability and special needs, as well as the opportunity to develop themselves without being prevented by economic hardship. The freedom of science, the arts and higher education is guaranteed.”
"Setiap orang berhak untuk mendapatkan pendidikan dasar secara gratis. Ketentuan mengenai tugas untuk menerima pendidikan yang ditetapkan oleh Undang-undang. Pihak berwenang publik harus, sebagaimana diatur secara lebih rinci oleh Undang-undang, jaminan untuk semua orang kesempatan yang sama untuk menerima pelayanan pendidikan lainnya sesuai dengan kemampuan mereka dan kebutuhan khusus, serta kesempatan untuk mengembangkan diri tanpa dicegah oleh kesulitan ekonomi. Kebebasan ilmu pengetahuan, seni dan pendidikan tinggi dijamin. "
b. Pendidik di Finlandia
Pada tahun 1974, pemerintah memutuskan untuk meningkatkan kompetensi tenaga pengajar dan pendidik di seluruh jenjang pendidikan. Sebelum tahun 1974, persyaratan untuk menjadi seorang guru sekolah dasar adalah seseorang yang telah memperoleh ijasah sarjana strata-1 (Bachelor of Arts). Namun dimulai sejak tahun 1979, seorang guru untuk dapat mengajar di jenjang pendidikan wajib dasar 9 tahun haruslah seorang sarjana strata-2 (magister) di bidang pendidikan (Master of Arts on Education). Saringan seleksi para guru diperketat guna memperoleh guru dan tenaga pendidik yang handal dan berkompeten dalam memberikan ilmu kepada seluruh siswa. Guru dan tenaga pendidik serta pengajar diberikan kebebasan dan otonomi dalam menerapkan metoda pengajaran dalam menyampaikan materi pelajaran kepada murid. Selain itu, meskipun tidak menawarkan gaji yang tinggi, profesi guru merupakan profesi yang sangat diminati dan dihormati di Finlandia.
Guru-guru Finlandia boleh adalah guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka tidaklah terlalu besar. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan, dan hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima. Tingkat persaingan lebih ketat dibandingkan masuk ke fakultas bergengsi lain seperti fakultas hukum atau kedokteran! Bandingkan dengan Indonesia yang guru-gurunya hanya memiliki kualitas seadanya dan merupakan hasil didikan perguruan tinggi dengan kualitas seadanya pula. Dengan kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan pelatihan guru yang berkualitas, tak salah jika mereka menjadi guru-guru dengan kualitas luarbiasa. Dengan kualifikasi dan kompetensi tersebut mereka bebas untuk menggunakan metode kelas apapun yang mereka suka, dengan kurikulum yang mereka rancang sendiri, dan buku teks yang mereka pilih sendiri. Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, mereka justru percaya bahwa ujian dan test itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak test membuat guru cenderung mengajar siswa hanya untuk lolos ujian, ungkap seorang guru di Finlandia. Padahal banyak aspek dalam pendidikan yang tidak bisa diukur dengan ujian. Pada usia 18 th siswa mengambil ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi dan dua pertiga lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi.
Siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejak Pra-TK! Ini membantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri, kata Sundstrom, kepala sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia. Kalau siswa bertanggungjawab, mereka guru bekeja lebih bebas karena tidak harus selalu mengontrol mereka. Siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Siswa belajar lebih banyak jika mereka mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Kita tidak belajar apa-apa kalau kita hanya menuliskan apa yang dikatakan oleh guru. Di Finlandia guru tidak mengajar dengan metode ceramah. Suasana sekolah sangat santai dan fleksibel. Terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan dan belajar menjadi tidak menyenangkan. Siswa yang lambat mendapat dukungan secara intensif baik oleh guru maupun siswa lain. Hal ini juga yang membuat Finlandia sukses. Berdasarkan penemuan PISA, sekolah-sekolah di Finlandia sangat kecil perbedaannya antara siswa yang berprestasi baik dan yang buruk.
Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai kesempatan untuk memperbaiki. Seorang guru yang bertugas menangani masalah belajar danprilaku siswa membuat program individual bagi setiap siswa dengan penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai, umpamanya: Pertama, masuk kelas; kemudian datang tepat waktu; berikutnya, bawa buku, dll. Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak perlu untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha. Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan "Kamu salah" pada siswa, maka hal tersebut akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya. Jadi tidak ada sistem ranking-rankingan. Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya masing-masing. Ranking-rankingan hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir siswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya. Kehebatan dan keberhasilan sistem pendidikan di Finlandia adalah gabungan antara kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Kalau saya gagal dalam mengajar seorang siswa, kata seorang guru, maka itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya!.
Guru di Finlandia lebih mengedepankan proses pembelajaran dimana siswa dapat menyerap apa yang dipelajari di kelas ketimbang apa yang mereka dapat lakukan diluar kelas. bahkan didalam 1 kelas terdapat 2 guru untuk memberikan hak belajar yang sama pada setiap siswa. “homework doesn’t make you smart”
c. Peserta didik dan Alat Pendidikan (kurikulum) di Finlandia
Seluruh anak memiliki kesempatan yang setara untuk menimba ilmu dan mengembangkan dirinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan dan kompetensinya, terlepas dari perbedaan strata ekonomi, bahasa dan lingkungan tempat tinggalnya. Seluruh anak di Finlandia juga berhak untuk menikmati pendidikan berkualitas dan berkompeten di lingkungan pendidikan yang kondusif dan aman. Sistem pendidikan yang fleksibel dan kewajiban untuk mengenyam pendidikan dasar menghasilkan kesetaraan dan kualitas yang maksimal.
Sistem pendidikan di Finlandia memiliki 3 tingkatan, yakni:
1. Pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun (terdiri dari 6 tahun pendidikan dasar dan 3 tahun pendidikan menengah pertama);
2. Pendidikan menengah atas dan/atau sekolah kejuruan (vocational training); dan
3. Pendidikan tinggi (higher education).
Pendidikan pra-sekolah tersedia bagi anak-anak yang belum memasuki usia wajib sekolah (di bawah usia 7 tahun). Pendidikan dasar adalah tingkat pendidikan umum dasar yang diberikan secara komprehensif dalam periode 9 tahun. Pendidikan menengah atas terdiri dari pendidikan dan pelatihan kejuruan dan pendidikan dasar. Pendidikan tinggi diberikan di berbagai universitas dan politeknik. Pendidikan dan pelatihan kaum muda tersedia di setiap tingkatan jenjang pendidikan. Selain dari pada itu, pendidikan kaum dewasa menawarkan berbagai macam pendidikan dan pelajaran rekreasional yang diharapkan mampu membangun kompetensi dan keahlian penduduk. Di Finlandia, pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar dan pendidikan serta pelatihan menengah atas, dilengkapi dengan pendidikan anak di pagi dan sore hari (setelah sekolah), yang disajikan secara koheren dengan pembelajaran di sekolah guna mendukung perkembangan, pembangunan dan kemaslahatan anak didik.
Transisi siswa dari satu tingkat pendidikan ke tingkat lainnya diatur oleh peraturan perundang-undangan. Ijasah pendidikan umum dan menengah atas merupakan prasyarat yang harus dimiliki untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat universitas dan politeknik.
d. Pendidikan Pra Sekolah
Di Finlandia, anak dikenakan wajib belajar ketika ia memasuki usia yang ketujuh. Namun demikian, bagi anak yang belum mencapai usia 7 tahun, mereka dapat menikmati pendidikan pra-sekolah yang disediakan oleh Pemerintah Daerah di bawah pengawasan administratif Kementerian Sosial. Anak yang berusia di bawah 7 tahun yang mengikuti jenjang pendidikan pra-sekolah di sekolah umum/pemerintah tidak dipungut biaya pendidikan. Selain dari pada itu, siswa pra-sekolah juga disediakan makanan (school meals), pelayanan kesehatan, dan transportasi (apabila rumah mereka berada lebih dari 5 Km) secara gratis. Namun demikian, bagi anak berusia di bawah 7 tahun yang mengikuti jenjang pendidikan pra-sekolah di pusat penitipan anak akan dikenai biaya yang disesuaikan dengan pendapatan orang tuanya. Di jenjang pendidikan pra-sekolah terdapat konsep ”educational partnership” yang menekankan pentingnya peran orang tua dalam mendukung proses pembelajaran anak yang diberikan oleh gurunya di sekolah atau di pusat penitipan anak. Orang tua murid juga turut aktif dilibatkan dalam penyusunan kurikulum daerah yang tetap berpegang teguh dengan kurikulum inti nasional.
e. Pendidikan Dasar
Sistem pendidikan Finlandia tidak lagi mengenal sistem pendidikan menengah pertama, atau setara dengan pendidikan di tingkat Sekolah Menegah Pertama (SMP) di Indonesia. Sejak tahun 1968, Finlandia mengadopsi sistem pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun. Sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan Dasar No.628 Tahun 1998, seluruh anak yang tinggal menetap di Finlandia, dan telah memasuki usia 7 tahun, wajib mengenyam pendidikan wajib dasar 9 tahun dan berakhir ketika seluruh silabus pendidikan dasar 9 tahun telah diselesaikan, atau 10 tahun sejak dimulainya wajib belajar. Orang tua atau wali murid dalam usia wajib belajar wajib menyekolahkan anaknya untuk mengikuti program wajib belajar. Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan dasar tanpa dipungut biaya untuk seluruh anak yang tinggal di kekuasaan wilayah administratifnya. Setelah anak menyelesaikan seluruh silabus pendidikan dasar, maka anak tersebut akan menerima sebuah sertifikat yang menyatakan bahwa anak tersebut telah menyelesaikan pendidikan wajib dasar 9 tahun dan berhak untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan menegah atas (general upper secondary school) atau pendidikan kejuruan (vocational education and training). Dalam jenjang pendidikan dasar 9 tahun, tidak terdapat ujian nasional untuk kenaikan tingkat kelas, maupun ujian nasional untuk kelulusan pendidikan wajib dasar 9 tahun. Anak hanya akan memperoleh penilaian yang diberikan oleh guru di tiap akhir tahun ajaran dan di akhir jenjang pendidikan dasar.
f. Pendidikan Menengah Atas dan Kejuruan
Setelah seorang murid telah menerima seluruh kurikulum jenjang pendidikan wajib dasar 9 tahun, maka murid tersebut dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan lanjutan (upper secondary education level). Terdapat dua macam jenjang pendidikan lanjutan, yakni jenjang Pendidikan Menengah Atas dan jenjang Pendidikan Sekolah Kejuruan (vocational education and training). Jenjang pendidikan sekolah kejuruan dibagi ke dalam dua tingkat, yakni pendidikan kejuruan (initial vocational education and training) dan pendidikan kejuruan lanjutan (further vocational education and training). Murid dapat memilih jalur pendidikan mana yang akan mereka jalani. Kurikulum jenjang pendidikan menengah atas dan jenjang pendidikan sekolah kejuruan ditempuh selama 3 tahun. Namun demikian, setelah seorang murid menamatkan salah satu dari kedua jalur pendidikan tersebut, maka ia berhak untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi di Universitas atau Politeknik. Pendidikan menengah atas diselenggarakan berdasarkan mata pelajaran (course-based). Dan berakhir dengan suatu ujian matrikulasi nasional (national matriculation examination). Minimal 4 (empat) materi pelajaran yang diuji dalam ujian matrikulasi nasional, yakni satu materi pelajaran wajib, yakni ujian bahasa ibu (bahasa Finlandia, Swedia atau Sami), dan selebihnya materi opsional yang dipilih oleh siswa tersebut. Pilihan yang disediakan untuk materi ujian opsional adalah pelajaran bahasa kedua, bahasa asing, matematika dan sebuah mata pelajaran umum lainnya. Murid dimungkinkan untuk mengambil lebih dari 4 materi pelajaran untuk ujian matrikulasi nasional. Hasil ujian matrikulasi nasional akan diproses dan dinilai oleh suatu lembaga independen yang secara khusus ditentukan oleh Kementerian Pendidikan Finlandia, yakni Badan Ujian Matrikulasi Nasional (National Matriculation Examination Board). Badan Ujian Matrikulasi Nasional tersebut bertugas untuk selama 3 tahun, dan setelahnya akan dibuka proses penunjukan lembaga independen lain yang akan menggantikannya.
g. Pendidikan Tinggi
Sistem pendidikan tinggi (dikti) Finlandia terdiri dari 2 sektor, yakni politeknik, dan universitas. Misi politeknik adalah untuk mencetak dan melatih para ahli untuk mendukung dunia kerja dan melaksanakan riset dan pembangunan yang mampu menyokong pendidikan serta pembangunan daerah. Universitas melaksanakan riset ilmiah dan menyediakan instruksi dan pendidikan paska sarjana. Tujuan inti kebijakan dikti Finlandia adalah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat dan mencetak para ahli terdidik guna memenuhi kebutuhan dunia kerja, khususnya di bidang bisnis dan industri. Untuk memperoleh gelar dari sebuah Universitas, siswa harus mengumpulkan 120 nilai kredit Eropa (ECTS) untuk gelar Sarjana, dan 180 ECTS untuk gelar Magister. Pada umumnya, siswa dapat memperoleh gelar sarjana dalam tempo 2-3 tahun atau 1-2 tahun untuk gelar magister. Di beberapa bidang kekhususan ilmu, seperti kedokteran, gelar kesarjanaan dapat diperoleh dalam tempo waktu yang lebih lama. Setiap siswa diharapkan untuk membuat rencana studi sebagai mekanisme monitoring perkembangan kuliah. Selain faktor pemenuhan nilai kredit kuliah, kelulusan siswa juga ditentukan dari keberhasilan siswa untuk menghasilkan sebuah karya tulis penelitian ilmiah (thesis), baik di tingkat sarjana, maupun magister, di akhir periode kuliah. Beberapa bidang studi sarjana dan magister, siswa juga dipersyaratkan untuk mempertahankan karya tulis penelitian ilmiahnya (thesis defense) di hadapan para dosen, pakar, maupun akademisi. Khusus jenjang doktoral, persyaratan thesis defense merupakan suatu hal yang harus dipenuhi.
Suasana belajar dan mengajar yang santai. murid-murid sekolah di finlandia tidak mengenakan seragam saat bersekolah. mereka diizinkan memakai pakaian kasual yang nyaman bagi mereka. hal ini juga berlaku pada guru-guru di sana. tidak ada istilah PR (pekerjaan rumah) dalam sisiem sekolah di negri ini. bahkan finlandia tercatat sebagai negara dengan waktu belajar terseingkat di dunia dibanding negara maju lainnya yaitu 4-5 jam per hari. selain itu , guru yang mendampingi dalam 1 kelas ada 3 orang . 2 guru pengampuh mata pelajaran dan 1 orang guru lagi untuk mendampingi anak secara individual apabila mengalami kendala saat proses belajar berlangsung.
h. Kurikulum Finlandia
Salah satu prinsip kurikulum di Finlandia adalah Non-discrimination and equal treatment yang berarti tidak ada diskriminasi dan mendapat perlakuan yang sama. di Finlandia semua anak punya hak sama dalam pendidikan, tidak dibedakan antara si kaya dan si miskin dan semua sekolah tidak dibedakan baik itu sekolah favorit atau tidak. jadi siswa bisa masuk ke sekolah mana saja karena semua sekolah sama. hal lain yang membuat sistem pendidikan di Finlandia berbeda adalah karena tidak ada assessment atau penilaian. siswa-siswa di Finlandia dibimbing untuk memiliki hak yang sama ketika belajar, maka tidak heran jika di dalam kelas mereka memiliki minimal dua guru untuk mengajar, 1 bertindak sebagai guru utama dan 1-nya sebagai asisten. di sisi lain berdasarkan hak dasar warga Finlandia, prinsip Receive understanding and have their say in accordance with their age and maturity yaitu menerima pemahaman dan pendapat sesuai umur dan kedewasaan. jadi mereka memiliki hak mendapatkan ilmu sesuai umur mereka tanpa diskriminasi. mereka juga mendapatakan dukungan spesial jika dibutuhkan seperti anak cacat dan anak-anak yang membutuhkan waktu ektra akan memiliki kelas tambahan untuk diajarkan secara khusus agar mereka mendapatkan hal yang sama seperti anak lainnya.
Dari segi mata pelajaran di Finlandia memiliki 6 mata pelajaran inti yang semuanya terbungkus dengan kata orientation. kenapa ada kata orientation? karena kurikulum di Finlandia memiliki konsep gagasan bahwa 6 mata pelajaran ini bukan mengharuskan siswa belajar isi dari seluruh pelajaran ini namun mengajak anak didik untuk mulai memperoleh kemampuan menjelajah dan memahami fenomena-fenomena alam yang ada disekitar mereka. maka jika anda melihat ada tiga kata yang dipakai disini yaitu examine, understand, & experience. jadi siswa melatih kemudian memahami dan mencoba. jadi pada hakikatnya siswa di Finlandia tidak belajar isi dari buku-buku tetapi berinteraksi dengan ilmu-ilmu tersebut. tentunya dengan fasilitas yang lengkap di setiap sekolah, baik desa maupun kota.
Hal menarik lainnya adalah bagaimana seorang guru mengajar di Finlandia tidak sebatas hanya di dalam kelas. siswa diajak mengekplorasi pengetahuan secara langsung di luar kelas ketika bahan ajar berkaitan dengan lingkungan. jadi dalam hal ini siswa tidak semata-mata belajar teori namun terjun ke lapangan untuk membuka wawasan mereka tentang alam demi mendapatkan pengetahuan dari pengalaman secara langsung. Jangan heran jika di Finlandia ada yang namanya Parental engagement, orang tua siswa juga terlibat dalam pendidikan anak jadi mereka juga secara tidak langsung memiliki ikatan kerjasama dengan sekolah. tujuannya adalah agar memungkinkan pihak sekolah tahu bakat anak secara akurat lebih dini jadi apa yang dibutuhkan si anak lebih tersalurkan di sekolah dengan informasi dari orangtuanya ke pihak sekolah. luar biasa bukan? dan ini mereka lakukan dalam bentuk diskusi bersama orangtua dan staff.
Tidak hanya itu, orang tua juga memiliki hak mengevaluasi kurikulum sehingga mereka punya hak memberikan saran untuk perkembangan si anak. ini adalah peran nyata orangtua dalam pendidikan. jadi orantua di Finlandia tidak sekedar mendaftarkan anak ke sekolah dan terus selesai, mereka punya tanggungjawab sebagai orangtua untuk memonitor kemajuan si anak dengan baik melalui keterlibatan memberikan saran dan pendapat untuk perbaikan kurikulum jika dibutuhkan.
C. Peran Pemerintah Finlandia
Pemerintahan di Finlandia adalah pemerintah yang peduli terhadap dunia pendidikan. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah di Finlandia untuk memajukan pendidikan di negaranya. Beberapa peran tersebut antara lain adalah:
1. Menyupply pendanaan pendidikan untuk pemerintah federal, sementara masalah akreditasi ditangani oleh pemerintah Provinsi, karena perguruan tinggi terdapat di Provinsi yang berbeda.
2. Adanya lembaga audit nasional yaitu bertugas untuk memeriksa sistem yang diterapkan di lembaga pendidikan dan badan akreditasi. Lembaga ini menerbitkan laporan pemeriksaan, termasuk rekomendasi.
3. Melakukan system penjaminan mutu. System penjaminan mutu dilakukan oleh pemerintah, lembaga audit, dan lembaga pendidikan itu sendiri. Pemerintah bertugas dalam pendanaan, lembaga audit berperan sebagai pemeriksa, sedangkan lembaga pendidikan bertugas untuk afirmasi (melakukan self review, menemukan masalah, kemudian menganalisa bagian yang akan dikembangkan/dibangun).
4. Kepedulian pemerintah. pemerintah finlandia mengeluarkan banyak biaya untuk kemajuan pendidikan negaranya dengan sekolah gratis 9 tahun . bahkan sekolah swasta diberika dana oleh pemerintah agar dapat menyelenggarakan pendidikan gratis. pemerintah juga turut andil dalam menumbuhkan minat baca pada rakyat nya dengan memberikan buku gambar gratis kepada pasangan orang tua baru. perpustakaan yang dapat diakses dengan mudah dan fasilitas pendidikan lainnya.
5. Merupakan kebijakan dari pemerintah setempat untuk menyediakan pendidikan gratis bagi semua pelajar dan mahasiswa di negara yang beriklim ekstrim di musim dingin ini. Selain terbebas dari tuition fee, institusi pendidikan tingkat tinggi juga sangat didukung oleh sistem fasilitas yang sangat memadai.
6. Perpustakaan, internet, laboratorium, online learning platform, hanya merupakan sebagian dari fasilitas-fasilitas yang disediakan secara cuma-cuma. Berbagai macam buku dapat diakses di berbagai perpusatakaan, baik perpustakaan institusi maupun kota. Setiap jurusan program selalu mendapat akses laboratori yang lengkap dan mudah diakses, dan setiap institusi selalu mempunyai online learning platform dimana para mahasiswa dapat mengakses berbagai materi pelajaran kelas secara online.
7. Leo Pahkin, konselor pendidikan dari Badan Pendidikan Nasional Finlandia terus menggenjot mutu pendidikan di Finlandia yang dipandangnya sebagai aset kemajuan bangsa. “Kami menanam investasi yang besar di bidang pendidikan dan pelatihan, agar kami bisa mencetak tenaga ahli dan terampil yang nantinya menghasilkan inovasi.
D. Persepsi Ujian Di Indonesia Dan Finlandia
Jika di Indonesia pemerintah menargetkan siswanya bisa mengikuti ujian akhir yang menentukan kelulusan dan tingkatan akademik setiap orang. Maka dari itulah system pendidikan di Indonesia rata-rata sekolah dan institusi pendidikan l perhatian pada siswa hanya untuk mengikuti ujian dan setelah mereka melewati ujian, maka dapat diperkirakan pelajaran akademik yang mereka pelajari selama ini hanya terpakai 30% nya saja. Dan setelah mereka lulus 60% bisa diperkirakan melupakan pelajaran akademik yang mereka dapatkan di jenjang pendidikan sebelumnya. Perlu dikaji ulang bahwa yang menjadi permasalahan ialah konsep dasar belajar dan pembelajaran yang diawali dengan pengkajian tentang paradigma alternatif pendidikan/pembelajaran.
Di Negara Finlandia, pemerintah selalu mengkaji system pendidikan dinegaranya sehingga Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, mereka justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa. Maka di Negara ini pelajar tidak dituntut untuk mengikuti ujian dan tidak ada yang namanya UN atau yang lainya , sehingga pelajar lebih nyaman belajar karena tidak dibebani pada ujian akhir. Namun mereka belajar secara kontinyu pada setiap jenjang pendidikanya sehingga mereka bisa terus belajar .
Dan terlalu banyak testing membuat kita cenderung mengajar siswa untuk lolos ujian, ungkap seorang guru di Finlandia. Padahal banyak aspek dalam pendidikan yang tidak bisa diukur dengan ujian.
E. Perbandingan Pendidikan Finlandia Dengan Indonesia
FINLANDIA INDONESIA
1) Besarnya anggaran pendidikan yang dialokasikan pemerintah Finlandia. Beasiswa diberikan pada warga sejak taman kanak-kanak hingga mereka menempu kuliah S3 (program doktoral). Keberanian Finlandia dalam pengucuran anggaran pendidikan yang besar ditopang oleh pendapatan perkapita penduduknya dari hasil hutan cukup tinggi, sekitar 37.460 dollar AS atau sekitar 342 juta rupiah pertahun. Sementara jumlah penduduk sedikit. Akan tetapi keberhasilan pendidikan di Finlandia juga didukung iklim politik yang bagus.
2) Kegemaran membaca aktif didorong. Finlandia menerbitkan lebih banyak buku anak-anak daripada negeri mana pun di dunia. Guru diberi kebebasan melaksanakan kurikulum pemerintah, bebas memilih metode dan buku teks. Stasiun TV menyiarkan program berbahasa asing dengan teks terjemahan dalam bahasa Finish sehingga anak-anak membaca waktu nonton TV.
3) Pendidikan di sekolah berlangsung rileks dan masuk kelas siswa harus melepas sepatu, hanya berkaus kaki. Belajar aktif diterapkan guru yang semuanya tamatan S2 dan dipilih dari the best ten lulusan universitas. Orang merasa lebih terhormat jadi guru daripada jadi dokter atau insinyur. Frekuensi tes benar-benar dikurangi. Ujian nasional hanyalah Matriculation Examination untuk masuk PT. Sekolah swasta mendapatkan dana sama besar dengan dana untuk sekolah negeri.
4) Sebesar 25% kenaikan pendapatan nasional Finlandia disumbangkan oleh meningkatnya mutu pendidikan. Dari negeri agraris yang tak terkenal kini Finlandia maju di bidang teknologi. Produk HP Nokia misalnya merajai pasar HP dunia. Itulah keajaiban pendidikan Finlandia.
5) Masalah kualitas guru di Finlandia kiranya tak perlu dipersoalkan mutunya. Sudah dipastikan guru-guru di Finladia adalah guru bermutu tinggi. Karena para guru dipilih yang paling berkualitas dan terlatih. Dan untuk bisa kuliah di jurusan pendidikan harus bersaing ketat, lebih ketat ketimbang persaingan di fakultas-fakultas bergengsi lainnya. Biasanya dari 7 peminat hanya 1 orang saja yang diterima. Padahal di Finlandia gaji guru tidak begitu besar. Tetapi negara dan rakyat Finladia menempatkan guru sebagai jabatan terhormat dan mereka yang menyandang jabatan itu pun juga merasa mendapat sebuah prestisius dan kebanggaan. Puncak kebanggaan mereka berhasil mendidik anak didik bukan berhasil memanipulasi nilai siswa.
6) para guru di Finlandia akan selalu mengatakan “Kalau saya gagal dalam mengajar seorang siswa, itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya.”
7) Guru Finlandia sangat bertanggungjawab, minimal pada kelangsungan masa depan anak didiknya termasuk pendidikan lanjutan yang akan ditempuh anak didik itu. Sementara nilai siswa sama sekali tidak dianggap penting
8) Guru-guru di Finlandia dibebaskan untuk menggunakan metode kelas apapun, dengan kurikulum yang mereka rancang sendiri dan buku teks yang mereka pilih sendiri. Ujian bukan hal utama dan sakral, tetapi ujian hanya digunakan untuk mengetahui kualifikasi siswa di sebuah universitas.
9) Kewibawaan guru demikian tinggi di mata murid, karena mereka sangat menghindari kritikan pada pekerjaan murid, tetapi mereka mengajak murid tersebut membandingkan dengan nilai sebelumnya. Lebih-lebih mengatakan “kamu salah” pada murid adalah sangat dihindari oleh guru-guru Finlandia. Para guru melihat sebagai hal biasa jika siswa melakukan kesalahan, termasuk dalam hal mengerjakan soal-soal.
10) Siswa di Finlandia juga diarahkan mampu mengevaluasi secara mandiri akan hasil belajarnya. Dan itu diterapkan sejak dini/pra TK. Mereka didorong bekerja secara individu tak peduli apapun hasilnya. “Ini akan membantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri,” kata Sundstrom, seorang Kepala Sekolah Dasar di Poikkilaakso, Finlandia.
Sampsa Vourio, seorang guru di Torpparinmaki Comprehensive School, Finlandia menjelaskan kalau sistem pendidikan di negaranya dijalankan sangat demokratis.
11) Prestasi siswa, terletak pada prosesnya, bukan pada hasil akhirnya. Artinya, jika ada PR, mereka tidak harus mengerjakannya secara sempurna. Yang penting murid sudah menunjukkan hasil usahanya, itu sudah dianggap cukup.
12) Dalam hal alokasi waktu belajar di sekolah, sebenarnya tidak banyak waktu yang dibebankan pada murid, rata-rata cuma 30 jam per-minggu. Usia masuk sekolah juga tergolong lambat, yaitu usia 7 tahun. 1) Pemerintah cenderung memprioritaskan anggaran hanya untuk cenderung yang tidak penting, anggaran untuk pendidikan hanya kecil yang diberikan pemerintah. Sehingga banyak institusi pendidikan yang kurang memadai dari segi fasilitas maupun tenaga pengajarnya.
2) Kita masih asyik memborbardir siswa dengan sekian banyak tes (ulangan harian, ulangan blok, ulangan mid-semester, ulangan umum / kenaikan kelas, dan ujian nasional). Finlandia menganut kebijakan mengurangi tes jadi sesedikit mungkin. Tak ada ujian nasional sampai siswa yang menyelesaikan pendidikan SMA mengikutimatriculation examination untuk masuk PT.
3) Kita masih menerapkan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) sehingga siswa yang gagal tes harus mengikuti tes remidial dan masih ada tinggal kelas. Sebaliknya, Finlandia menganut kebijakan automatic promotion, naik kelas otomatis. Guru siap membantu siswa yang tertinggal sehingga semua naik kelas.
4) Kita masih berpikir bahwa PR amat penting untuk membiasakan siswa disiplin belajar. Bahkan, di sekolah tertentu, tiada hari tanpa PR. Sebaliknya, di Finlandia PR masih bisa ditolerir tapi maksimum hanya menyita waktu setengah jam waktu anak belajar di rumah.
5) Kita masih pusing meningkatkan kualifikasi guru SD agar setara dengan S1, di Finlandia semua guru harus tamatan S2.
6) Kita masih menerima calon guru yang lulus dengan nilai pas-pasan, sedangkan di Finlandia the best tenlulusan universitas yang diterima menjadi guru.
7) Kita masih sibuk memaksa guru membuat silabus dan RPP mengikuti model dari Pusat dan memaksa guru memakai buku pelajaran BSE (Buku Sekolah Elektronik), di Finlandia para guru bebas memilih bentuk atau model persiapan mengajar dan memilih metode serta buku pelajaran sesuai dengan pertimbangannya.
8) Hanya segelintir guru di tanah air yang membuat proses belajar-mengajar itu menyenangkan (learning is fun) melalui penerapan belajar aktif. Terbanyak guru masih mengajar satu arah dengan metode ceramah amat dominan. Sedangkan, di Finlandia terbanyak guru menciptakan suasana belajar yang menyenangkan melalui implementasi belajar aktif dan para siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil. Motivasi intrinsik siswa adalah kata kunci keberhasilan dalam belajar.
9) Di tanah air kita terseret arus mengkotak-kotakkan siswa dalam kelas reguler dan kelas anak pintar, kelas anak lamban berbahasa Indonesia dan kelas bilingual (bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar) dan membuat pengkastaan sekolah (sekolah berstandar nasional, sekolah nasional plus, sekolah berstandar internasional, sekolah negeri yang dianakemaskan dan sekolah swasta yang dianaktirikan). Sebaliknya di Finlandia, tidak ada pengkotakan siswa dan pengkastaan sekolah. Sekolah swasta mendapatkan besaran dana yang sama dengan sekolah negeri.
10) Di Indonesia bahasa Inggris wajib diajarkan sejak kelas I SMP, di Finlandia bahasa Inggris mulai diajarkan dari kelas III SD. Alasan kebijakan ini adalah memenangkan persaingan ekonomi di Eropa, membuka kesempatan kerja lebih luas bagi lulusan, mengembangkan wawasan menghargai keanekaragaman kultural.
11) Di Indonesia siswa-siswa kita ke sekolah sebanyak 220 hari dalam setahun (termasuk negara yang menerapkan jumlah hari belajar efektif dalam setahun yang tertinggi di dunia). Sebaliknya, siswa-siswa Finlandia ke sekolah hanya sebanyak 190 hari dalam satu tahun. Jumlah hari liburnya 30 hari lebih banyak daripada di Indonesia. Kita masih menganut pandangan bahwa semakin sering ke sekolah anak makin pintar, mereka malah berpandangan semakin banyak hari libur anak makin pintar.
12) Sistem pendidikan saat ini seperti lingkaran setan, jika ada yang mengatakan bahwa tidak perlu UN karena yang mengetahui karakteristik siswa di sekolah adalah guru, pernyataan tersebut betul sekali, namun pada kenyataannya di lapangan, sering kali saya lihat nilai raport yang dimanipulasi, jarang bahkan mungkin tidak ada guru yang tidak memanipulasi nilainya dengan berbagai macam alasan, kasihan siswanya, supaya terlihat guru tersebut berhasil dalam mengajar, karena tidak boleh ada nilai 4
Bab III
Analisis SWOT (Sistem Pendidikan Finlandia dan Indonesia)
A. Finlandia
1. Strengths (Kekuatan)
1) Hanya mereka yang memiliki gelar master dan merupakan orang-orang terbaik di universitasnya sajalah yang dapat menjadi guru di Finlandia. Karenanya, pekerjaan sebagai guru adalah pekerjaan terhormat dan bergengsi di sana, sama halnya dengan menjadi pengacara ataupun dokter. Negeri itu pun begitu menghargai pekerjaan sebagai guru.
2) Dukungan penuh dari pemerintahnya. Orang Finlandia dapat memperoleh pendidikan gratis hingga jenjang setinggi-tingginya. Bukan hanya di sekolah negeri saja, sekolah swasta pun mendapatkan perlakuan yang sama melalui kebijakan subsidi pendidikan dari pemerintah. Pemerintah Finlandia bahkan menganggap mengambil dana pendidikan dari siswanya adalah hal yang tidak terpuji, karena pendidikan adalah hak bagi semua warga negara dan jadi kewajiban bagi pemerintah untuk memenuhinya.
3) Di Finlandia guru tidak hanya sebatas pengajar tapi mereka pakar kurikulum, kurikulum di Finlandia sangat berbeda di setiap sekolah namun tetap berjalan dibawah panduan resmi pemerintah. guru-guru di Finlandia adalah lulusan terbaik di berbagai universitas dengan ijazah minimal master/S2.
4) “No competition”, pendidikan di Finlandia tidak mengajarkan siswa untuk menjadi siapa yang terpandai namun lebih menekankan bagaimana membentuk “community” yaitu mengabungkan guru sebagai pendidik, siswa sebagai anak didik, dan masyarakat sebagai bagian dari pendidikan, sehingga kolaborasi ini yang membuat pendidikan lebih unggul karena semua merasa bertanggung jawab akan proses pendidikan.
5) Di Finlandia, tak ada pengkotakan siswa dan pengkastaan sekolah. Sekolah swasta dapat bantuan dana yang sama dengan sekolah negeri.
6) Pendidik diberi kebebasan melaksanakan kurikulum pemerintah, bebas memilih metode dan buku teks.
7) Stasiun TV menyiarkan program berbahasa asing dengan teks terjemahan dalam bahasa Finish sehingga anak-anak bahkan membaca waktu nonton TV.
2. Weaknesses (Kelemahan)
1) Siswa-siswa terbaiklah yang selalu melamar ke program pendidikan guru, dan yang diterima hanya 10%.
2) Sistem Pendidikan terkesan main-main dan tidak formal atau resmi. Contoh, di Sekolah anak-anak tidak memiliki seragam resmi hanya menggunakan baju bebas rapi senyaman mungkin bagi peserta didik.
3) Dalam 1 kelas memiliki 2 guru namun berbeda fungsi dan cara pengajaran yang berbeda-beda metode pula.Sehingga siswa tidak fokus pada 1 Guru pendidik.
3. Opportunities (Peluang)
1) Biaya sekolah gratis dan beasiswa dari TK sampai perguruan tinggi S3 yang di jamin pemerintah merupakan peluang besar bagi meratanya pendidikan di Finlandia.
2) Terciptanya generasi-generasi yang melek huruf dan berpendidikan tinggi yang berkualitas.
3) Kesejahteraan dalam bidang pendidikan, dan tentunya akan menular pada seluruh aspek kehidupan yang mampu mempengaruhi kehidupan sosial yang layak bagi seluruh rakyat Finlandia.
4. Threats (Ancaman)
1. Guru-guru di Finlandia harus menjalani penyeleksian yang ketat dalam melamar suatu pekerjaan.
2. Anak-anak yang memiliki kualitas kurang baik, akan tertinggal dan kalah bersaing dengan yang berkualitas dan berpengetahuan tinggi.
Analisis SWOT (Sistem Pendidikan Indonesia)
B. Indonesia
1. Strengths (Kekuatan)
1) Pertama sumber daya manusia di Indonesia sangat melimpah. Dengan kenyataan ini maka harusnya Indonesia memiliki sebuah kegiatan pembelajaran yang baik karena banyak manusia yang berpotensi untuk mengembangkannya.
2) Selain SDM yang banyak, Indonesia juga kaya akan sumber daya alam dan juga kekayaan budaya yang tidak ternilai. Dari SDA dan juga kebudayaan inilah yang sebenarnya dapat kita maksimalkan untuk membuat sebuah pembelajaran yang berkualitas dan baik untuk anak negeri. Dan bahkan jika kita bisa mengolah budaya dan SDA tersebut dengan baik maka segala hal yang berkaitan dengan pembelajaran akan berlangsung dengan baik pula.
2. Weaknesses (Kelemahan)
1) Pemerintah cenderung memprioritaskan anggaran hanya untuk cenderung yang tidak penting, anggaran untuk pendidikan hanya kecil yang diberikan pemerintah. Sehingga banyak institusi pendidikan yang kurang memadai dari segi fasilitas maupun tenaga pengajarnya.
2) Indonesia masih asyik memborbardir siswa dengan sekian banyak tes (ulangan harian, ulangan blok, ulangan mid-semester, ulangan umum / kenaikan kelas, dan ujian nasional).
3) menerapkan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) sehingga siswa yang gagal tes harus mengikuti tes remidial dan masih ada tinggal kelas
4) Kita masih pusing meningkatkan kualifikasi guru SD agar setara dengan S1.
5) Kita masih sibuk memaksa guru membuat silabus dan RPP mengikuti model dari Pusat dan memaksa guru memakai buku pelajaran BSE (Buku Sekolah Elektronik).
6) Hanya segelintir guru di tanah air yang membuat proses belajar-mengajar itu menyenangkan (learning is fun) melalui penerapan belajar aktif. Terbanyak guru masih mengajar satu arah dengan metode ceramah amat dominan.
3. Opportunities (Peluang)
1) Ditinjau dari sisi pengembangan pendidikan didaerah, kebijakan otonomi pendidikan tersebut sangat berpengaruh positif terhadap berkembangnya sekolah sebagai lembaga pendidikan yang berbasis kepada kebutuhan dan tantangan yang dihadapi.
2) Keberadaan satuan pendidikan baik secara jenjang dan jenis di Indonesia yang tersebar di seluruh Negara kesatuan Republik Indonesia memiliki keragaman layanan proses, sarana dan prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, serta mutunya.
3) Threats (Ancaman)
1) Pendidikan Indonesia saat ini mengalami stagnan, tidak dinamis. Sehingga lulusan sekolah dan perguruan tinggi tidak mendapatkan tempat yang sesuai dengan kebutuhan jurusan mereka. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pengangguran, kemudian sumber daya manusia yang tidak berkapasitas disebabkan oleh metode dan tujuan pembelajaran pada praktek kehidupan sehari-harinya.
2) Pemerintah hanya sebatas menambah anggaran pendidikan menjadi 20%, setelah itu tindak lanjutnya tidak ada.
Bab IV
Penutup
A. Kesimpulan
Finlandia berhasil menjadikan dirinya sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik nomor satu di dunia. Hal ini tentu tidak terlepas dari kerja keras dan keseriusan pemerintah untuk melakukan komitmen demi mensukseskan pendidikan nasional. Ada beberapa cara/prosedur dalam sistem pendidikan di Finlandia yang berbeda dengan sistem pendidikan negara lainnya di dunia termasuk Indonesia.
Finlandia tidak menerapkan sistem stratifikasi sekolah, tidak ada istilah sekolah favorit atau pun sekolah rakyat. Semua sekolah di negara ini adalah sama, namun yang menjadi pembeda adalah opsi pelajaran bahasa dan olah raga. Sehingga setiap orang di sana menentukan pilihan sekolahnya bukan berdasarkan cluster sekolah terfavorit atau termahal, tetapi berdasarkan jenis bahasa dan olah raga yang ingin ia pelajari. Hampir semua sekolah merupakan milik pemerintah. Pemerintah tidak membeda-bedakan antar sekolah, karena setiap orang berhak mendapatkan pendidikan yang sama mapan.
Finlandia menerapkan konsep testless dalam kegiatan pembelajaran. Artinya, siswa tidak terlalu banyak dibebani oleh tes atau ujian, bahkan tidak ada UTS, UAS, atau ujian nasional seperti yang dilakukan di Indonesia. Siswa menempuh tes hanya ketika ia akan memasuki perguruan tinggi saja. Ujian tidak banyak dilakukan karena ujian adalah alat evaluasi yang sifatnya mengukur kemampuan secara generik dan tidak mampu melihat kecerdasan setiap siswa secara spesifik–karena setiap siswa memiliki tingkat kecerdasan berbeda-beda. Guru di finlandia hanya berfokus pada upaya-upaya untuk mengoptimalkan kecerdasan siswa melalui bimbingan aktivitas pembelajaran di kelas.
Kualifikasi guru S2 (Master) dan sudah mengikuti pelatihan keguruan berdasarkan waktu yang telah ditetapkan. Dengan adanya standardisasi pendidikan yang tinggi bagi guru-guru di Finlandia, maka pengelolaan pendidikan akan semakin baik, karena guru adalah subjek yang paling berpengaruh di dalam kelas–sekalipun ketika menerapkan metode student centered.
Kurikulum bersifat fleksibel. Artinya, kurikulum didesain dan diserahkan kewenangannya pada pemerintah daerah berlandaskan budaya dan kearifan lokal–karena potensi dan karakteristik setiap daerah tidaklah sama. Sehingga masing-masing daerah dapat mengoptimalkan setiap potensinya.
Pendidikan di Finlandia tidak menerapkan sistem ranking. Karena pendidikan diciptakan sebagai alat untuk bekerja sama, bukan sebagai alat untuk bersaing dan berkompetisi. Sistem ranking dianggap dapat melumpuhkan motivasi siswa untuk belajar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masih banyaknya kekurangan system pendidikan di Indonesia jika dibandingkan dengan system pendidikan Finlandia.
B. Saran
Indonesia bisa meninjau dan merevisi kembali system pendidikan yang telah lama dipakai di Indonesia, dengan tujuan bisa memperbaiki kekurangan yang ada pada system pendidikan Indonesia. Dengan begitu maka otomatis kualitas pendidikan dan siswa usia sekolah bisa menjadi kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia, sekaligus sebagai tolak ukur tingkat kemajuan Negara Indonesia khususnya dalam bidang pendidikan .
Daftar Pustaka
http://rusmant0.blogspot.com/2013/11/pendidikan-finlandia-no1-dunia.html
http://sejutamimpiku.blogspot.com/2013/02/makalah-indonesia.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Finlandia
Darling-Hammond, L. (2012, November). What we can learn from Finland’s successful school reform. Diambil kembali dari National Education Association Today:http://www.nea.org/home/40991.htm
Lopez, A. (2012, May 21). How Finnish schools shine. Dipetik October 3, 2012, dari The Guardian Teacher Network Blog: http://www.guardian.co.uk/teacher-network/teacher-blog/2012/apr/09/finish-school-system
Organisation for Economic Co-operation and Development. (2009). PISA 2009 ranking. Diambil kembali dari PISA 2009 key findings: http://www.oecd.org/pisa/46643496.pdf
Organisation for Economic Co-operation and Development. (2012). About Pisa. Dipetik October 3, 2012, dari PISA: http://www.oecd.org/pisa/aboutpisa/
Siina , V. (2012, January 25). News & Events. Dipetik October 3, 2012, dari University of Helsinki: http://www.helsinki.fi/news/archive/1-2012/25-16-58-02.html
Snider, J. (2011, April 17). Keys To Finnish Educational Success: Intensive Teacher-Training, Union Collaboration. Dipetik October 2012, 2012, dari Huffington Post Blog:http://www.huffingtonpost.com/justin-snider/keys-to-finnish-education_b_836802.html
Mulyasa. 2009. Menjadi Guru Professional. Bandung : Remaja Rosda.
Marquardt, M. J. (2002). Building the learning organization. New York : McGraw-Hill
Goldsmith, M. Morgan, H. & Ogg, A.J. (eds). (2004). Leading organizational learning: Harneshing the power of knowledge. San Fransisco: Jossey-Bass.
Shelton, K. (ed). (1997). A new paradigm of leaership: Visions of excellence for 21 st century organizations. Provo: Executive Excellence Publishing.
Nanus, B. and Stepehen M. D. (1999). Leaders who make a difference : Essential strategies for meeting the nonprofit challenge. San Francisco : Jossey-Bass Publishers.
Law, S and Glower,D. (2000). Educational leadership and learning. Buckingham : Open University Press.
Fulmer, R. M. and Goldsmith,M. (2001). The Leadership investment. New York : Amacom.
Cunningham, W. G. & Cordeiro, P. A. (2003). Educational leadership : A problem based approach. Boston,MA : Allyn & Bacon.
Guns, B. (1996). The faster learning organization : Gain and sustain the competitive edge. London; Pfeiffer & Co.
Kasali, R. (2006). Change. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.
Mudjono dan Dimyati. (2002). Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Ali, Mohammad dan Rekan. (2007). Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press.
http://sejutamimpiku.blogspot.com/2013/02/makalah-indonesia.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus