BUATLAH APA YANG BELUM DIFIKIRKAN ORANG LAIN,BERHENTI TIADA TEMPAT BAGIMU, LAMBAT BER ARTI MATI, KARENA ENGKAU AKAN TER INJAK INJAK OLEH MASA
ASSALAMU ALAIKUM
Jumat, 17 April 2015
MENYIAPKAN PENDIDIKAN BERKUALITAS MENGHADAPI AFTA 2015
A.PENDAHULUAN
Konsep utama dari ASEAN Economic Community adalah menciptakan ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi dimana terjadi free flow atas barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN yang kemudian diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara negara-negara anggotanya melalui sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan.
Kehadiran ASEAN Economic Community bisa membantu ketidak berdayaan negara-negara ASEAN dalam persaingan global ekonomi dunia yaitu dengan membentuk pasar tunggal yang berbasis di kawasan Asia Tenggara. Liberalisasi di bidang jasa yang menyangkut sumber daya manusia mungkin akan tampak terlihat jelas karena menyangkut tentang penempatan tenaga terampil dan tenaga tidak terampil dalam mendukung perekonomian negara. Namun, yang paling banyak berpengaruh dan sangat ditekan dalam ASEAN Economic Community adalah tenaga kerja terampil
Munculnya model pasar ini bisa ditebak adalah dampak dari globalisasi, dimana dengan adanya gelombang globalisasi akan terjadi perdagangan bebas dan terbentuknya penguatan masing-masing kawasan untuk bersama-sama menghadapi situasi yang serba kompleks di dunia internasional dalam bentuk regionalisme. Regionalisme adalah paham atau kecenderungan untuk mengadakan kerjasama yang erat antarnegara di satu kawasan. ASEAN adalah suatu bentuk regionalisme yang mulai diperhitungkan di percaturan politik internasional (Depdiknas: 2000, 940).
Regionalisme memiliki banyak tujuan, salah satunya terbentuknya single market dalam kawasan regional tersebut. Pasar tunggal merupakan pasar bersama dalam suatu kawasan yang mana aturan dan kebijakannya dibentuk bersama, ekspor impor pun dilakukan bersama-sama. Meski sebenarnya sejauh pelacakan yang penulis lakukan, tidak ditemukan istilah “pasar tunggal”, yang ada adalah pasar; amal, apung, atom, bebas, bebas terbuka, derma, induk, gelap, jengek, kaget, konvensi, lesu, malam, modal, modern, penjual, swalayan, tahunan, dan uang (Depdiknas: 2000, 833). Selain itu yang ada adalah pasar; monopoli, monopolistik, oligopoli, perdana, perdana internasional, persaingan sempurna, dan sekunder (Achmad Fanani: 2009, 313), sehingga pasar tunggal ini bisa dibilang adalah istilah baru dalam nomenklatur perekonomian.
Dalam pasar tunggal ini semua arus barang, manusia, jasa, investasi dan modal bebas bergerak di kawasan ini tanpa ada protect. Namun, untuk mencapai tahapan ini tidak mudah, suatu regionalism harus sudah benar-benar kokoh dan kuat serta masing-masing negara rela mengorbankan sedikit kedaulatannya dan kompak dalam menjalankannya.
Pasar tunggal Asean direncanakan akan terbentuk pada tahun 2015, namun masih muncul pro dan kontra dalam isu ini (ninafadilla.blogspot.com: 2010). Bagi yang pro, sedikitnya ada empat alasan yang mendasarinya. Pertama, dengan adanya pasar tunggal Asean, perusahaan dalam negeri dan masyarakat regional akan lebih mampu berkompetisi dengan pasar internasional. Dengan begitu, tingkat kesejahteraan penduduk diprediksi akan meningkat karena persaingan dalam perekonomian dengan terpacunya setiap individu yang ingin memperoleh kehidupan yang layak. Kedua, terbukanya lapangan pekerjaaan yang berarti mengurangi penggangguran negara. Banyaknya perdagangan dan perusahaan internasional yang masuk maka akan sangat membutuhkan tenaga kerja.
Ketiga, setiap individu dan barang-barang yang masuk dan keluar akan lebih mudah dan bebas hambatan untuk mengembangkan pasar internasional di negara lain.
Keempat, ada suatu kebijakan dalam sistem ini yang mana semua keunggulan dari barang-barang perdagangan setiap negara di kawasan ditampung dalam suatu wadah pasar tunggal. Sehingga, disini akan menguntungkan masing-masing Negara karena bergabung menjadi satu dan sesama anggota Asean tidak bersaing dalam ekspor impor barang yang sama. Bilapun sama maka akan dapat bekerjasama. Sedangkan bagi masyarakat yang kontra, setidaknya ada tiga alasan yang melatarinya.
Pertama, belum siapnya beberapa negara Asean untuk mengadakan infrasrtuktur dengan segala kebijakannya yang akan berdampak pada keterpurukan rakyat miskin dan tidak berpendidikan.
Kedua, dengan semakin bebasnya sistem ini, maka pengusaha kecil dan pengusaha tradisional yang belum kuat akan dengan mudah tergusur dan gulung tikar akibat persaingan dari pengusaha kelas kakap negara luar.
Ketiga, masing-masing negara anggota Asean tidak mustahil bersaing tidak sehat sehingga sulit untuk menyatukan prinsip dan pemikiran.
Hal ini juga disebabkan karena masih banyak ketimpangan dan kesenjangan ekonomi antar negara-negara Asia Tenggara. Namun demikian, paham tidak paham, sepakat tidak sepakat, gong pasar tunggal ini telah ditabuh dan pementasannya akan dimulai pada tahun 2015.
B.PENDIDIKAN
Pendidikan adalah proses pemanusiaan manusia seutuhnya yang telah melembaga dalam konteks budaya. Dalam konteks ini, pendidikan adalah gua garba yang melahirkan subyek sosial yang memiliki mandat memimpin dan mengelola sumber daya alam semesta menjadi bermanfaat bagi kemanusiaan. Untuk itu, manusia sudah semestinya melakukan integrasi dengan lingkungan dimana dia berada. Integrasi dengan lingkungan berbeda dengan adaptasi adalah ciri khas aktifitas manusia. Integrasi muncul dari kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan realitas, ditambah kemampuan kritis untuk membuat pilihan dan mengubahnya (Paulo Freire, terj. Martin Eran: 2003, 3). Manusia sempurna adalah manusia sebagai subyek. Sebaliknya, manusia yang hanya beradaptasi adalah manusia sebagai obyek.
Adaptasi merupakan bentuk pertahanan diri yang paling rapuh. Seseorang menyesuaikan diri karena dia tidak mampu mengubah realitas. Konsep manusia sebagai subyek adalah manusia yang “hidup” dan “ada”. Istilah “hidup” (to live) dan “ada” (to exist) mengandung makna berbeda. Di sini, to exist lebih dari sekedar to live, “mengada” atau “bereksistensi” lebih dari sekedar “hidup” melainkan juga “bersama dengan dunia”. Manusia sebagai eksistensi mampu berkomunikasi dengan dunia obyektif sehingga memiliki kemampuan kritis. Kemampuan kritis tidak dimiliki bila hanya sekedar hidup (Paulo Freire, terj: 2003, 77).
Dalam konteks budaya pula, sudah semestinya pendidikan adalah praktik yang mencerdaskan, mencerahkan dan membebaskan. Cerdas, cerah, dan bebas dari penindasan, pembodohan, dan pemiskinan. Seorang cendekiawan muslim, Nurcholis Madjid, mengatakan bahwa “Allah menciptakan manusia dengan suatu fitrah (nature); bebas untuk memilih, menyatakan pendapat, dan melakukan sesuatu berdasarkan pilihan dan pendapatnya itu” (Nurcholis Madjid: 1992, 560).
Ini berarti, bebas dari ketertindasan, kebodohan dan kemiskinan adalah hak asasi manusia yang bersifat given, manusia yang lain tidak bisa merampasnya. Sama artinya bahwa pemerataan kecerdasan, peningkatan kesejahteraan hidup dan pengakuan eksistensi diri adalah mutlak milik setiap orang, setiap warga negara. Untuk itu, agar memiliki kecerdasan yang berefek pada peningkatan kesejahteraan hidup dan pengakuan eksistensi diri, setiap warga negara harus dididik. Manusia terdidik pada akhirnya mewujud menjadi manusia yang berpartisipasi aktif dan siap menghadapi realitas secara kritis.
Kecakapan dan kompetensi yang dimiliki akan menjadi pisau analisis sekaligus jalan keluar terhadap problematika yang dihadapi. Manusia terdidik adalah problem solver, bukan problem maker.
C.FAKTA LAPANGAN
Melihat realitas, sumber daya manusia kita belum mampu bersaing secara optimal di pasar. Ini bisa dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia dibandingkan dengan Negara anggota Asean lainnya. Dalam indeks pembangunan manusia tahun 2010, Indonesia menempati urutan keenam di antara 10 negara anggota Asean dan urutan ke-111 dari 182 negara di dunia. Sementara itu, angka partisipasi kasar (APK) pendidikan dasar Indonesia berada di urutan keenam di Asean dan ke-69 di dunia. Hal ini menunjukkan masih rendahnya partisipasi pendidikan dan tingkat kesesuaian pendidikan dengan kebutuhan pasarkerja. Dari total angkatan kerja sebesar 116,53 juta jiwa,\ sekitar 50,38% maksimal hanya berpendidikan sekolah dasar. Fakta ini menunjukkan rendahnya kualitas tenaga kerja Indonesia. Rendahnya pendidikan juga menyebabkan banyak lowongan kerja yang tak terisi. Tahun lalu, sedikitnya terdapat 2,38 juta lowongan kerja, namun hanya terisi 1,62 juta orang. Artinya, ada 32% lowongan kerja yang tidak dapat terisi. Umumnya, ketidakterisian itu akibat rendahnya tingkat pendidikan dan tidak sesuainya keahlian pencari kerja.Mobilitas tenaga kerja terampil takkan terbendung pada 2015, saat komunitas Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) berlaku efektif.
Indonesia tidak bisa lagi menutup pasar tenaga kerja bagi negara Asean lainnya. Tanpa akselerasi dalam peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan serta kesungguhan dalam menjalankan konsep link and match antara dunia pendidikan dan dunia usaha, bukan mustahil, pasar tenaga kerja di sektor usaha yang menjanjikan pendapatan tinggi diisi oleh pekerja asing.
Tenaga kerja Indonesia bisa jadi bakal terpinggirkan dan hanya akan menjadi pesuruh bangsa lain.Sejatinya Indonesia menjadi pasar tenaga kerja potensial melihat jumlah penduduk yang sangat melimpah. Sayangnya tidak dibarengi dengan keterampilan yang memadai.
Salah satu sebabnya adalah produk pendidikan Indonesia saat ini kurang relevan dengan kebutuhan pasar kerja di masa depan.
Pendidikan Indonesia lebih mengarah kepada pendidikan akademis daripada pendidikan vokasional yang menghasilkan tenaga kerja terampil. Kondisi ini kontras dengan negara maju seperti Jepang, Australia, dimana pendidikan vokasional jauh lebih banyak dibandingkan dengan pendidikan akademik.
Inilah yang mengakibatkan banyak sarjana Perguruan Tinggi (PT) kita tidak menguasai aspek keahlian yang diharapkan oleh lapangan kerja. Selain itu program keahlian selalu dianggap program sekunder dari program akademik, sehingga kualitas peserta didik seringkali tidak memenuhi persyaratan minimal yang diperlukan bagi pendidikan keahliannya. Agar semakin tak tertindas persaingan, perlu rekonstruksi terhadap dunia pendidikan kita agar misi mencetak manusia Indonesia yang kompetitif di era globalisasi bisa tercapai. Pemerintah mesti terus menambah porsi pendidikan kejuruan yang fokus pada pelatihan kerja atau pengalaman kerja. Pengakuan terhadap lulusan pendidikan kejuruan juga perlu didorong kepada perusahaan, bahkan pemerintah ketika berlangsung proses rekrutmen tenaga kerja/PNS. Saat ini proses rekrutmen tenaga kerja masih banyak berdasarkan ijazah yang dimiliki dan bukan kompetensi. Hingga kini, dunia pendidikan Indonesia memiliki kendala yang sangat serius pada keterbatasan akses, jumlah guru yang belum merata, serta kualitas guru itu sendiri yang masih kurang.
Untuk menghadapi AFTA, pemerintah mesti meningkatkan pemerataan dan kualitas pendidikan. Akses pendidikan harus dibuka seluas-luasnya untuk seluruh masyarakat. Pendidikan Indonesia harus bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat, bahkan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Pemerintah juga mesti mendistribusikan guru-guru kompeten di daerah-daerah supaya merata.
Caranya mungkin bekerja sama dengan pemerintah daerah. Kemudian dalam hal meningkatkan kualifikasi guru, Kemendikbud mesti terus memberikan fasilitas beasiswa. Guru yang sesuai dengan kualifikasi saat ini masih belum merata. Banyak sekolah dasar dan menengah di daerah kekurangan tenaga guru. Menurut data Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, jumlahnya diperkirakan 112 ribu guru.
Di Pendidikan Tinggi juga sangat jomplang. Saat ini terdapat 3.500 PT di seluruh Indonesia, namun lebih separuh berada di pulau Jawa. Di luar pulau Jawa, banyak PT berjalan tidak sehat. Dalam mengatasi ini, pemerintah mesti melakukan redistribusi pendidikan secepatnya, sehingga orang-orang tak perlu urbanisasi ke kota besar demi mendapatkan pendidikan yang layak
D.Dunia Pendidikan Menghadapi Pasar Tunggal Asean 2015
Ketika pendidikan terlibat menyambut datangnya pasar tunggal Asean 2015, sejatinya adalah mempersiapkan sumber daya manusia yang terampil, peka dan kritis. Terampil bekerja, peka permasalahan dan kritis dalam berperan.Ketiga kecakapan ini mutlak hadir dalam pasar tunggal Asean. Pasar tunggal tidak bisa dipahami dari aspek ekonomi saja, melainkan juga dari aspek non-ekonomi yaitu ideologi, sosial, politik, budaya, dan sebagainya. Pemahaman ini perlu dibangun dan diinternalisasikan agar Indonesia menjadi Negara yang mandiri dan bermartabat. Mandiri berarti bebas dari intervensi bangsa lain dalam menentukan arah kebijakannya, termasuk kebijakan mencerdaskan dan menyejahterakan rakyatnya.
Bermartabat berarti bekerjasama dengan bangsa lain tanpa harus kehilangan (karena menjual) harga diri. Tampaknya dari ilustrasi di atas, konsep pendidikan link and match, yang digagas oleh Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro, mantan Mendiknas tahun 1993-1998, telah menemukan momentumnya.
Wardiman mengatakan bahwa “era globalisasi menuntut sumber daya manusia tangguh. Pendidikan yang berorientasi aspek kompetensi menjadi kuncinya. Mengingat pentingnya aspek kompetensi, prinsip linkage and matching harus dikembangkan. Paradigma pendidikan harus mulai berubah dari supply minded (orientasi jumlah) menjadi demand minded (orientasi kebutuhan) ke dunia kerja”(archive.web.dikti.go.id: 11 Juli 2011). Namun konsep pendidikan ini bukan tanpa tantangan, bahkan tentangan.
Konsep link and match memang bisa menjawab tantangan pasar tunggal, demi mengatasi persoalan pengangguran terdidik di ranah ekonomi. Akan tetapi, tentangan terhadap konsep ini juga tidak perlu buru-buru ditolak. Bagi yang pro, ada dua alasan yang mendasarinya.
Pertama, pendidikan link and match bisa menjadi jalan keluar bagi para lulusan sekolah memasuki pasar kerja.
Kedua, dengan para lulusan sekolah bisa memasuki pasar kerja, berarti beban pemerintah tentang pengangguran bisa teratasi. Sedangkan yang kontra, sedikitnya ada tiga alasan yang melatarinya.
Pertama, jika pendidikan link and match mengajarkan keterampilan fisik saja, itu berarti pendidikan tidak lebih dari proses pembuatan robot-robot yang siap dipabrikasi, dan ini berarti pendidikan adalah proses dehumanisasi, dan dehumanisasi adalah pelanggaran hak asasi manusia. Kedua, pendidikan nampak sebagai alat melahirkan pekerja-pekerja pabrik dan manusia menjadi komoditi.
Ketiga, tidak mungkin lulusan sekolah siap 100% kerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan (ririsatria40.wordpress.com: 11 Juli 2011). Alasannya, setiap perusahaan itu unik dan tidak ada yang persis sama mulai dari aspek strategi bisnisnya, struktur organisasinya, sistem dan prosedur kerjanya, budaya organisasinya, bahkan sampai sistem nilai perusahaannya. Pro kontra ini semestinya tidak ditempatkan secara berhadap-hadapan, melainkan sinergis untuk menemukan model pendidikan yang baik; pendidikan yang berefek pada pembangunan warga Negara yang berkarakter dan menjamin tercapainya peningkatan taraf hidup, sekaligus berkontribusi pada kemajuan bangsa. Suatu negara akan menjadi maju, tidak ditentukan oleh lama dan luas wilayahnya, tetapi lebih ditentukan oleh sumber daya manusia yang ada didalamnya.
Dengan asumsi ini, problem-posing education (pendidikan hadap-masalah) bisa menjadi salah satu pilihan. Pendidikan hadap-masalah adalah sebentuk pendidikan yang kritis dalam keaksaraan fungsional, dalam melihat realitas. Pendidikan ini mengkaitkan teks dan konteks secara kritis. Belajar adalah bersikap pada dunia. Pendidikan adalah pembebasan; bebas dari penindasan, pembodohan dan pemiskinan (Paulo Freire, terj: 2000, 31). Proses problematisasi pada dasarnya adalah refleksi atas isi problem yang muncul dari suatu tindakan, atau refleksi atas tindakan itu sendiri untuk dapat bertindak lebih baik lagi. Jadi, pada dasarnya pendidikan adalah “keberlangsungan” dalam ketegangan antara permanensi dan perubahan.
Di sinilah alasan mengapa pendidikan harus selalu diposisikan sebagai “proses menjadi” bukan sesuatu yang selesai. Adapun ciri pendidikan hadap-masalah adalah:
1) memilih tugas berdasarkan realitas,
2) dialog sebagai prasyarat sebagai laku pemahaman untuk menguak realitas,
3) murid diarahkan sebagai pemikir yang kritis,
4) mendasari atas kreatifitas, sehingga mendorong refleksi dan tindakan yang benar atas realitas,
5) manusia menjadi makhluq yang berada dan selalu dalam pembelajaran.
Pasar tunggal ASEAN sebagai realitas sudah semestinya diterima dan dihadapi secara kritis, bukan nrimo ing pandum. Artinya, Indonesia ikut aturan main pasar kawasan regional tersebut, tetapi Indonesia tidak boleh dipermainkan negara-negara lainnya, lebih-lebih jika mengorbankan rakyatnya sebagai komoditas.
E.KESIMPULAN
1. Pendidikan memiliki peran penting, dan tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menyiapkan manusia Indonesia yang kualified dan marketable, sehingga tidak terpinggirkan dalam arus pasar tunggal.
2. Dalam menghadapi pasar tunggal, pendidikan bisa menjalankan konsep link and match, yaitu mengkaitkan lulusan sekolah dengan kebutuhan pasar kerja.
3. Agar pendidikan tidak terjebak praktek dehumanisasi dan robotisasi, maka bisa diatasi dengan menerapkan konsep problem posing education, yaitu mendasarkan teks (teori) pada konteks dengan mengangkat problem yang ada.
4. Pendidikan harus diintegrasikan dengan lingkungan, bukan hanya beradaptasi. Integrasi berbeda dengan adaptasi. Integrasi muncul dari kemampuan menyesuaikan diri dengan realitas, ditambah kemampuan kritis untuk membuat pilihan dan mengubahnya.
5. Harus dipahami bahwa mendidik rakyat menjadi cerdas dan kritis, merupakan sebuah investasi dan esensi yang sesungguhnya dari konsep human capital.
DAFTAR PUSTAKA
Adiministrator, 2008. Wardiman Kembali Ingatkan Link and Match., http://archive.web.dikti.go.id(11 Juli 2011)
Althaf, 2010. IPM Indonesia Jauh Di Bawah Malaysia. http://arrahmah.com (14 Juli 2011)
Depdiknas, 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi III. Balai Pustaka. Jakarta.
Fadilla. Nina, 2010. Pasar Tunggal ASEAN 2015. http://ninafadilla.blogspot.com (7 Juli 2011)
Fanani. Achmad, 2009. Kamus Istilah Populer. Cetakan I. Mitra Pelajar. Jogjakarta.
Freire. Paulo, 2001. Pendidikan Yang Membebaskan. Cet.akanI. Terjemahan Martin Eran.: MediaLintas Batas. Jakarta.
Freire. Paulo, 2000. Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan. Cetakan I.Terjemahan Agung Prihantoro dan Fuad Arif Fudiyartanto. ReaD. Yogyakarta.
Madjid. Nurcholis, 1992. Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan. Cetakan II. Yayasan Wakaf Paramadina. Jakarta.
Yafie. Ali dkk, 2003. Fiqih Perdagangan Bebas. Cetakan I. Teraju. Jakarta.
Kamis, 16 April 2015
KOMPARASI SISTEM PENDIDIKAN FINLANDIA DENGAN SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA.
KOMPARASI SISTEM PENDIDIKAN FINLANDIA DENGAN SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA.
Oleh : 1. NURVISKYATI .
2. SRI DAN YULIA NINGSIH,
MHS PAI SEMESTER 4 STAI MIFTAHUL ,ULUM TANJUNGPINANG.2015.
A. Pengertian Sistem Pendidikan
Kata sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu systema yang berarti adalah “cara atau strategi”. Dalam bahasa Inggris sistem berarti “system, jaringan, susunan, cara”. Sistem juga diartikan “suatu strategi atau cara berpikir”. Sedangkan kata pendidikan itu berasal dari kata “Pedagogi”, kata tersebut berasal dari bahasa yunani kuno, yang jika dieja menjadi 2 kata yaitu Paid yang artinya anak dan Agagos yang artinya membimbing. Dengan demikian Pendidikan bisa di artikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran dan suasana belajar agar para pelajar di didik secara aktif dalam mengembangkan potensi dirinya yang diperlukan untuk dirinya dan masyarakat. Jadi, bisa di simpulkan bahwa sistem pendidikan adalah suatu strategi atau cara yang akan di pakai untuk melakukan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan agar para pelajar tersebut dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya yang diperlukan untuk dirinya sendiri dan masyarakat.
B. Sistem Pendidikan di Finlandia
Finlandia, sebuah negara yang terletak di belahan utara bumi dengan wilayah seluas 338.000 km2 yang dihuni oleh 5,3 juta penduduk, merupakan salah satu negara industri maju dan modern dunia yang terkenal dengan tinggi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi dan komunikasi. Salah satu faktor yang mendorong keberhasilan Finlandia bertransformasi menjadi negara industri maju dan modern adalah tingginya kualitas dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang dimilikinya. Tingginya kualitas dan kompetensi SDM Finlandia merupakan hasil dari perjalanan panjang komitmen kuat pemerintah dan rakyat Finlandia dalam membangun dan mengembangkan sistem pendidikan nasionalnya. Pemerintah dan rakyat Finlandia menyadari bahwa komitmen kuat untuk membangun dan mengembangkan sistem pendidikan nasional merupakan kunci penentu keberhasilan negaranya untuk tetap eksis mempertahankan keberlangsungan hidupnya sebagai negara yang berpenduduk kecil, sumber daya alam yang sangat terbatas dan hidup di tengah kondisi alam yang ekstrim dan kurang bersahabat. Pembangunan negara dan bangsa Finlandia berdiri di atas pilar pendidikan dan penelitian yang berbasis inovasi dan disokong penuh oleh seluruh komponen bangsa.
Revolusi sistem pendidikan Finlandia dimulai sejak tahun 1968, ketika pemerintah memutuskan untuk menghapus sistem pendidikan berjenjang (parallel school system / PSS) dan menggantikannya dengan sistem pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun. PSS merupakan sistem pendidikan yang mengutamakan pendidikan berjenjang bagi seluruh siswa. Sistem ini dinilai tidak efektif karena pada kenyataannya terdapat perbedaan kemampuan murid dalam menerima dan mencerna ilmu yang diberikan. Hal tersebut menimbulkan fenomena pemberian peringkat dan labelisasi ”siswa berprestasi” dan ”siswa tidak berprestasi”, serta ”sekolah favorit” dan ”sekolah tidak favorit”. Kedua fenomena tersebut menimbulkan dampak buruk terhadap mentalitas murid, guru dan institusi pendidikan. Dengan fenomena tersebut, setiap murid tidak menerima kualitas pendidikan yang merata. Ada murid yang dapat mengikuti pendidikan percepatan, dan ada murid yang kerap kali terpaksa mengulang kelas. Oleh karena itu, pemerintah Finlandia beralih menggunakan sistem pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun, di mana seluruh anak pada usia 7-15 tahun menerima materi dan kualitas pendidikan yang sama dan seragam.
Siswa tidak lagi mengejar angka dan peringkat selama menjalani pendidikan wajib dasar 9 tahun, namun mengejar pemahaman dan penerapan ilmu yang diberikan sesuai dengan kurikulum pendidikan dasar nasional. Sistem peringkat (ranking), baik peringkat siswa maupun peringkat sekolah (sekolah favorit atau non-favorit), serta sistem evaluasi ujian nasional untuk kenaikan kelas di tiap jenjang pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun dihapus. Pendidikan dasar difokuskan pada upaya pembentukan karakter dan kapasitas dari setiap murid. Upaya ini ditempuh pemerintah Finlandia untuk memeratakan kemampuan seluruh murid tingkat pendidikan wajib dasar. Sudah tentu, hal ini menuntut kerja sama lebih erat antara pemerintah, pihak penyelenggara pendidikan, khususnya para guru, masyarakat, dan orang tua dalam memantau perkembangan pendidikan dan pembelajaran anak murid guna memastikan bahwa tiap-tiap murid tersebut dapat mengikuti dan memahami materi pelajaran yang diberikan di jenjang pendidikan dasar.
Untuk lebih memperjelas pembahasan tentang system pendidikan di FInlandia, Komponen-komponen yang terdapat pada sistem pendidikan yaitu tujuan, pendidik, peserta didik, dan alat pendidikan.
a. Tujuan Pendidikan di Finlandia
Tujuan utama sistem pendidikan Finlandia adalah mewujudkan high-level education for all. Tujuan tersebut mengupayakan agar seluruh rakyat Finlandia dapat mengenyam pendidikan hingga tingkatan tertinggi, secara merata, dengan kemampuan, keahlian dan kompetensi yang terbaik. Finlandia membangun sistem pendidikan dengan karakteristik yang dilaksanakan secara konsisten, yakni, free education, free school meals, dan special needs education dengan berpegang teguh pada prinsip inklusivitas. Pendidikan dasar Finlandia dikembangkan sedemikian rupa agar mampu menjamin kesetaraan kesempatan bagi seluruh rakyat untuk menikmati pendidikan terlepas dari faktor gender, strata sosial, latar belakang etnis dan golongan. Fokus utama sistem pendidikan adalah kemerataan pendidikan guna menunjang tingkat kompetensi rakyat dalam menyokong pembangunan nasional berdasarkan inovasi.
Segenap rakyat Finlandia memiliki hak dasar untuk mengenyam pendidikan secara gratis. Pemerintah wajib menyediakan kesempatan yang setara bagi seluruh warga negara untuk menikmati layanan pendidikan gratis, di setiap jenjang pendidikan, sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya, terlepas dari latar belakang perekonomian mereka, guna pengembangan diri, keahlian, kompetensi dan kapasitas seluruh warganegaranya. Hak tersebut dijamin dan tertuang dalam Konstitusi Finlandia. Bab II Seksi 16 Konstitusi Finlandia secara tegas menyatakan bahwa,
“Everyone has the right to basic education free of charge. Provisions on the duty to receive education are laid down by an Act. The Public authorities shall, as provided in more detail by an Act, guarantee for everyone equal opportunity to receive other educational services in accordance with their ability and special needs, as well as the opportunity to develop themselves without being prevented by economic hardship. The freedom of science, the arts and higher education is guaranteed.”
"Setiap orang berhak untuk mendapatkan pendidikan dasar secara gratis. Ketentuan mengenai tugas untuk menerima pendidikan yang ditetapkan oleh Undang-undang. Pihak berwenang publik harus, sebagaimana diatur secara lebih rinci oleh Undang-undang, jaminan untuk semua orang kesempatan yang sama untuk menerima pelayanan pendidikan lainnya sesuai dengan kemampuan mereka dan kebutuhan khusus, serta kesempatan untuk mengembangkan diri tanpa dicegah oleh kesulitan ekonomi. Kebebasan ilmu pengetahuan, seni dan pendidikan tinggi dijamin. "
b. Pendidik di Finlandia
Pada tahun 1974, pemerintah memutuskan untuk meningkatkan kompetensi tenaga pengajar dan pendidik di seluruh jenjang pendidikan. Sebelum tahun 1974, persyaratan untuk menjadi seorang guru sekolah dasar adalah seseorang yang telah memperoleh ijasah sarjana strata-1 (Bachelor of Arts). Namun dimulai sejak tahun 1979, seorang guru untuk dapat mengajar di jenjang pendidikan wajib dasar 9 tahun haruslah seorang sarjana strata-2 (magister) di bidang pendidikan (Master of Arts on Education). Saringan seleksi para guru diperketat guna memperoleh guru dan tenaga pendidik yang handal dan berkompeten dalam memberikan ilmu kepada seluruh siswa. Guru dan tenaga pendidik serta pengajar diberikan kebebasan dan otonomi dalam menerapkan metoda pengajaran dalam menyampaikan materi pelajaran kepada murid. Selain itu, meskipun tidak menawarkan gaji yang tinggi, profesi guru merupakan profesi yang sangat diminati dan dihormati di Finlandia.
Guru-guru Finlandia boleh adalah guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka tidaklah terlalu besar. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan, dan hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima. Tingkat persaingan lebih ketat dibandingkan masuk ke fakultas bergengsi lain seperti fakultas hukum atau kedokteran! Bandingkan dengan Indonesia yang guru-gurunya hanya memiliki kualitas seadanya dan merupakan hasil didikan perguruan tinggi dengan kualitas seadanya pula. Dengan kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan pelatihan guru yang berkualitas, tak salah jika mereka menjadi guru-guru dengan kualitas luarbiasa. Dengan kualifikasi dan kompetensi tersebut mereka bebas untuk menggunakan metode kelas apapun yang mereka suka, dengan kurikulum yang mereka rancang sendiri, dan buku teks yang mereka pilih sendiri. Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, mereka justru percaya bahwa ujian dan test itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak test membuat guru cenderung mengajar siswa hanya untuk lolos ujian, ungkap seorang guru di Finlandia. Padahal banyak aspek dalam pendidikan yang tidak bisa diukur dengan ujian. Pada usia 18 th siswa mengambil ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi dan dua pertiga lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi.
Siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejak Pra-TK! Ini membantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri, kata Sundstrom, kepala sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia. Kalau siswa bertanggungjawab, mereka guru bekeja lebih bebas karena tidak harus selalu mengontrol mereka. Siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Siswa belajar lebih banyak jika mereka mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Kita tidak belajar apa-apa kalau kita hanya menuliskan apa yang dikatakan oleh guru. Di Finlandia guru tidak mengajar dengan metode ceramah. Suasana sekolah sangat santai dan fleksibel. Terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan dan belajar menjadi tidak menyenangkan. Siswa yang lambat mendapat dukungan secara intensif baik oleh guru maupun siswa lain. Hal ini juga yang membuat Finlandia sukses. Berdasarkan penemuan PISA, sekolah-sekolah di Finlandia sangat kecil perbedaannya antara siswa yang berprestasi baik dan yang buruk.
Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai kesempatan untuk memperbaiki. Seorang guru yang bertugas menangani masalah belajar danprilaku siswa membuat program individual bagi setiap siswa dengan penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai, umpamanya: Pertama, masuk kelas; kemudian datang tepat waktu; berikutnya, bawa buku, dll. Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak perlu untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha. Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan "Kamu salah" pada siswa, maka hal tersebut akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya. Jadi tidak ada sistem ranking-rankingan. Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya masing-masing. Ranking-rankingan hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir siswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya. Kehebatan dan keberhasilan sistem pendidikan di Finlandia adalah gabungan antara kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Kalau saya gagal dalam mengajar seorang siswa, kata seorang guru, maka itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya!.
Guru di Finlandia lebih mengedepankan proses pembelajaran dimana siswa dapat menyerap apa yang dipelajari di kelas ketimbang apa yang mereka dapat lakukan diluar kelas. bahkan didalam 1 kelas terdapat 2 guru untuk memberikan hak belajar yang sama pada setiap siswa. “homework doesn’t make you smart”
c. Peserta didik dan Alat Pendidikan (kurikulum) di Finlandia
Seluruh anak memiliki kesempatan yang setara untuk menimba ilmu dan mengembangkan dirinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan dan kompetensinya, terlepas dari perbedaan strata ekonomi, bahasa dan lingkungan tempat tinggalnya. Seluruh anak di Finlandia juga berhak untuk menikmati pendidikan berkualitas dan berkompeten di lingkungan pendidikan yang kondusif dan aman. Sistem pendidikan yang fleksibel dan kewajiban untuk mengenyam pendidikan dasar menghasilkan kesetaraan dan kualitas yang maksimal.
Sistem pendidikan di Finlandia memiliki 3 tingkatan, yakni:
1. Pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun (terdiri dari 6 tahun pendidikan dasar dan 3 tahun pendidikan menengah pertama);
2. Pendidikan menengah atas dan/atau sekolah kejuruan (vocational training); dan
3. Pendidikan tinggi (higher education).
Pendidikan pra-sekolah tersedia bagi anak-anak yang belum memasuki usia wajib sekolah (di bawah usia 7 tahun). Pendidikan dasar adalah tingkat pendidikan umum dasar yang diberikan secara komprehensif dalam periode 9 tahun. Pendidikan menengah atas terdiri dari pendidikan dan pelatihan kejuruan dan pendidikan dasar. Pendidikan tinggi diberikan di berbagai universitas dan politeknik. Pendidikan dan pelatihan kaum muda tersedia di setiap tingkatan jenjang pendidikan. Selain dari pada itu, pendidikan kaum dewasa menawarkan berbagai macam pendidikan dan pelajaran rekreasional yang diharapkan mampu membangun kompetensi dan keahlian penduduk. Di Finlandia, pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar dan pendidikan serta pelatihan menengah atas, dilengkapi dengan pendidikan anak di pagi dan sore hari (setelah sekolah), yang disajikan secara koheren dengan pembelajaran di sekolah guna mendukung perkembangan, pembangunan dan kemaslahatan anak didik.
Transisi siswa dari satu tingkat pendidikan ke tingkat lainnya diatur oleh peraturan perundang-undangan. Ijasah pendidikan umum dan menengah atas merupakan prasyarat yang harus dimiliki untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat universitas dan politeknik.
d. Pendidikan Pra Sekolah
Di Finlandia, anak dikenakan wajib belajar ketika ia memasuki usia yang ketujuh. Namun demikian, bagi anak yang belum mencapai usia 7 tahun, mereka dapat menikmati pendidikan pra-sekolah yang disediakan oleh Pemerintah Daerah di bawah pengawasan administratif Kementerian Sosial. Anak yang berusia di bawah 7 tahun yang mengikuti jenjang pendidikan pra-sekolah di sekolah umum/pemerintah tidak dipungut biaya pendidikan. Selain dari pada itu, siswa pra-sekolah juga disediakan makanan (school meals), pelayanan kesehatan, dan transportasi (apabila rumah mereka berada lebih dari 5 Km) secara gratis. Namun demikian, bagi anak berusia di bawah 7 tahun yang mengikuti jenjang pendidikan pra-sekolah di pusat penitipan anak akan dikenai biaya yang disesuaikan dengan pendapatan orang tuanya. Di jenjang pendidikan pra-sekolah terdapat konsep ”educational partnership” yang menekankan pentingnya peran orang tua dalam mendukung proses pembelajaran anak yang diberikan oleh gurunya di sekolah atau di pusat penitipan anak. Orang tua murid juga turut aktif dilibatkan dalam penyusunan kurikulum daerah yang tetap berpegang teguh dengan kurikulum inti nasional.
e. Pendidikan Dasar
Sistem pendidikan Finlandia tidak lagi mengenal sistem pendidikan menengah pertama, atau setara dengan pendidikan di tingkat Sekolah Menegah Pertama (SMP) di Indonesia. Sejak tahun 1968, Finlandia mengadopsi sistem pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun. Sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan Dasar No.628 Tahun 1998, seluruh anak yang tinggal menetap di Finlandia, dan telah memasuki usia 7 tahun, wajib mengenyam pendidikan wajib dasar 9 tahun dan berakhir ketika seluruh silabus pendidikan dasar 9 tahun telah diselesaikan, atau 10 tahun sejak dimulainya wajib belajar. Orang tua atau wali murid dalam usia wajib belajar wajib menyekolahkan anaknya untuk mengikuti program wajib belajar. Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan dasar tanpa dipungut biaya untuk seluruh anak yang tinggal di kekuasaan wilayah administratifnya. Setelah anak menyelesaikan seluruh silabus pendidikan dasar, maka anak tersebut akan menerima sebuah sertifikat yang menyatakan bahwa anak tersebut telah menyelesaikan pendidikan wajib dasar 9 tahun dan berhak untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan menegah atas (general upper secondary school) atau pendidikan kejuruan (vocational education and training). Dalam jenjang pendidikan dasar 9 tahun, tidak terdapat ujian nasional untuk kenaikan tingkat kelas, maupun ujian nasional untuk kelulusan pendidikan wajib dasar 9 tahun. Anak hanya akan memperoleh penilaian yang diberikan oleh guru di tiap akhir tahun ajaran dan di akhir jenjang pendidikan dasar.
f. Pendidikan Menengah Atas dan Kejuruan
Setelah seorang murid telah menerima seluruh kurikulum jenjang pendidikan wajib dasar 9 tahun, maka murid tersebut dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan lanjutan (upper secondary education level). Terdapat dua macam jenjang pendidikan lanjutan, yakni jenjang Pendidikan Menengah Atas dan jenjang Pendidikan Sekolah Kejuruan (vocational education and training). Jenjang pendidikan sekolah kejuruan dibagi ke dalam dua tingkat, yakni pendidikan kejuruan (initial vocational education and training) dan pendidikan kejuruan lanjutan (further vocational education and training). Murid dapat memilih jalur pendidikan mana yang akan mereka jalani. Kurikulum jenjang pendidikan menengah atas dan jenjang pendidikan sekolah kejuruan ditempuh selama 3 tahun. Namun demikian, setelah seorang murid menamatkan salah satu dari kedua jalur pendidikan tersebut, maka ia berhak untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi di Universitas atau Politeknik. Pendidikan menengah atas diselenggarakan berdasarkan mata pelajaran (course-based). Dan berakhir dengan suatu ujian matrikulasi nasional (national matriculation examination). Minimal 4 (empat) materi pelajaran yang diuji dalam ujian matrikulasi nasional, yakni satu materi pelajaran wajib, yakni ujian bahasa ibu (bahasa Finlandia, Swedia atau Sami), dan selebihnya materi opsional yang dipilih oleh siswa tersebut. Pilihan yang disediakan untuk materi ujian opsional adalah pelajaran bahasa kedua, bahasa asing, matematika dan sebuah mata pelajaran umum lainnya. Murid dimungkinkan untuk mengambil lebih dari 4 materi pelajaran untuk ujian matrikulasi nasional. Hasil ujian matrikulasi nasional akan diproses dan dinilai oleh suatu lembaga independen yang secara khusus ditentukan oleh Kementerian Pendidikan Finlandia, yakni Badan Ujian Matrikulasi Nasional (National Matriculation Examination Board). Badan Ujian Matrikulasi Nasional tersebut bertugas untuk selama 3 tahun, dan setelahnya akan dibuka proses penunjukan lembaga independen lain yang akan menggantikannya.
g. Pendidikan Tinggi
Sistem pendidikan tinggi (dikti) Finlandia terdiri dari 2 sektor, yakni politeknik, dan universitas. Misi politeknik adalah untuk mencetak dan melatih para ahli untuk mendukung dunia kerja dan melaksanakan riset dan pembangunan yang mampu menyokong pendidikan serta pembangunan daerah. Universitas melaksanakan riset ilmiah dan menyediakan instruksi dan pendidikan paska sarjana. Tujuan inti kebijakan dikti Finlandia adalah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat dan mencetak para ahli terdidik guna memenuhi kebutuhan dunia kerja, khususnya di bidang bisnis dan industri. Untuk memperoleh gelar dari sebuah Universitas, siswa harus mengumpulkan 120 nilai kredit Eropa (ECTS) untuk gelar Sarjana, dan 180 ECTS untuk gelar Magister. Pada umumnya, siswa dapat memperoleh gelar sarjana dalam tempo 2-3 tahun atau 1-2 tahun untuk gelar magister. Di beberapa bidang kekhususan ilmu, seperti kedokteran, gelar kesarjanaan dapat diperoleh dalam tempo waktu yang lebih lama. Setiap siswa diharapkan untuk membuat rencana studi sebagai mekanisme monitoring perkembangan kuliah. Selain faktor pemenuhan nilai kredit kuliah, kelulusan siswa juga ditentukan dari keberhasilan siswa untuk menghasilkan sebuah karya tulis penelitian ilmiah (thesis), baik di tingkat sarjana, maupun magister, di akhir periode kuliah. Beberapa bidang studi sarjana dan magister, siswa juga dipersyaratkan untuk mempertahankan karya tulis penelitian ilmiahnya (thesis defense) di hadapan para dosen, pakar, maupun akademisi. Khusus jenjang doktoral, persyaratan thesis defense merupakan suatu hal yang harus dipenuhi.
Suasana belajar dan mengajar yang santai. murid-murid sekolah di finlandia tidak mengenakan seragam saat bersekolah. mereka diizinkan memakai pakaian kasual yang nyaman bagi mereka. hal ini juga berlaku pada guru-guru di sana. tidak ada istilah PR (pekerjaan rumah) dalam sisiem sekolah di negri ini. bahkan finlandia tercatat sebagai negara dengan waktu belajar terseingkat di dunia dibanding negara maju lainnya yaitu 4-5 jam per hari. selain itu , guru yang mendampingi dalam 1 kelas ada 3 orang . 2 guru pengampuh mata pelajaran dan 1 orang guru lagi untuk mendampingi anak secara individual apabila mengalami kendala saat proses belajar berlangsung.
h. Kurikulum Finlandia
Salah satu prinsip kurikulum di Finlandia adalah Non-discrimination and equal treatment yang berarti tidak ada diskriminasi dan mendapat perlakuan yang sama. di Finlandia semua anak punya hak sama dalam pendidikan, tidak dibedakan antara si kaya dan si miskin dan semua sekolah tidak dibedakan baik itu sekolah favorit atau tidak. jadi siswa bisa masuk ke sekolah mana saja karena semua sekolah sama. hal lain yang membuat sistem pendidikan di Finlandia berbeda adalah karena tidak ada assessment atau penilaian. siswa-siswa di Finlandia dibimbing untuk memiliki hak yang sama ketika belajar, maka tidak heran jika di dalam kelas mereka memiliki minimal dua guru untuk mengajar, 1 bertindak sebagai guru utama dan 1-nya sebagai asisten. di sisi lain berdasarkan hak dasar warga Finlandia, prinsip Receive understanding and have their say in accordance with their age and maturity yaitu menerima pemahaman dan pendapat sesuai umur dan kedewasaan. jadi mereka memiliki hak mendapatkan ilmu sesuai umur mereka tanpa diskriminasi. mereka juga mendapatakan dukungan spesial jika dibutuhkan seperti anak cacat dan anak-anak yang membutuhkan waktu ektra akan memiliki kelas tambahan untuk diajarkan secara khusus agar mereka mendapatkan hal yang sama seperti anak lainnya.
Dari segi mata pelajaran di Finlandia memiliki 6 mata pelajaran inti yang semuanya terbungkus dengan kata orientation. kenapa ada kata orientation? karena kurikulum di Finlandia memiliki konsep gagasan bahwa 6 mata pelajaran ini bukan mengharuskan siswa belajar isi dari seluruh pelajaran ini namun mengajak anak didik untuk mulai memperoleh kemampuan menjelajah dan memahami fenomena-fenomena alam yang ada disekitar mereka. maka jika anda melihat ada tiga kata yang dipakai disini yaitu examine, understand, & experience. jadi siswa melatih kemudian memahami dan mencoba. jadi pada hakikatnya siswa di Finlandia tidak belajar isi dari buku-buku tetapi berinteraksi dengan ilmu-ilmu tersebut. tentunya dengan fasilitas yang lengkap di setiap sekolah, baik desa maupun kota.
Hal menarik lainnya adalah bagaimana seorang guru mengajar di Finlandia tidak sebatas hanya di dalam kelas. siswa diajak mengekplorasi pengetahuan secara langsung di luar kelas ketika bahan ajar berkaitan dengan lingkungan. jadi dalam hal ini siswa tidak semata-mata belajar teori namun terjun ke lapangan untuk membuka wawasan mereka tentang alam demi mendapatkan pengetahuan dari pengalaman secara langsung. Jangan heran jika di Finlandia ada yang namanya Parental engagement, orang tua siswa juga terlibat dalam pendidikan anak jadi mereka juga secara tidak langsung memiliki ikatan kerjasama dengan sekolah. tujuannya adalah agar memungkinkan pihak sekolah tahu bakat anak secara akurat lebih dini jadi apa yang dibutuhkan si anak lebih tersalurkan di sekolah dengan informasi dari orangtuanya ke pihak sekolah. luar biasa bukan? dan ini mereka lakukan dalam bentuk diskusi bersama orangtua dan staff.
Tidak hanya itu, orang tua juga memiliki hak mengevaluasi kurikulum sehingga mereka punya hak memberikan saran untuk perkembangan si anak. ini adalah peran nyata orangtua dalam pendidikan. jadi orantua di Finlandia tidak sekedar mendaftarkan anak ke sekolah dan terus selesai, mereka punya tanggungjawab sebagai orangtua untuk memonitor kemajuan si anak dengan baik melalui keterlibatan memberikan saran dan pendapat untuk perbaikan kurikulum jika dibutuhkan.
C. Peran Pemerintah Finlandia
Pemerintahan di Finlandia adalah pemerintah yang peduli terhadap dunia pendidikan. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah di Finlandia untuk memajukan pendidikan di negaranya. Beberapa peran tersebut antara lain adalah:
1. Menyupply pendanaan pendidikan untuk pemerintah federal, sementara masalah akreditasi ditangani oleh pemerintah Provinsi, karena perguruan tinggi terdapat di Provinsi yang berbeda.
2. Adanya lembaga audit nasional yaitu bertugas untuk memeriksa sistem yang diterapkan di lembaga pendidikan dan badan akreditasi. Lembaga ini menerbitkan laporan pemeriksaan, termasuk rekomendasi.
3. Melakukan system penjaminan mutu. System penjaminan mutu dilakukan oleh pemerintah, lembaga audit, dan lembaga pendidikan itu sendiri. Pemerintah bertugas dalam pendanaan, lembaga audit berperan sebagai pemeriksa, sedangkan lembaga pendidikan bertugas untuk afirmasi (melakukan self review, menemukan masalah, kemudian menganalisa bagian yang akan dikembangkan/dibangun).
4. Kepedulian pemerintah. pemerintah finlandia mengeluarkan banyak biaya untuk kemajuan pendidikan negaranya dengan sekolah gratis 9 tahun . bahkan sekolah swasta diberika dana oleh pemerintah agar dapat menyelenggarakan pendidikan gratis. pemerintah juga turut andil dalam menumbuhkan minat baca pada rakyat nya dengan memberikan buku gambar gratis kepada pasangan orang tua baru. perpustakaan yang dapat diakses dengan mudah dan fasilitas pendidikan lainnya.
5. Merupakan kebijakan dari pemerintah setempat untuk menyediakan pendidikan gratis bagi semua pelajar dan mahasiswa di negara yang beriklim ekstrim di musim dingin ini. Selain terbebas dari tuition fee, institusi pendidikan tingkat tinggi juga sangat didukung oleh sistem fasilitas yang sangat memadai.
6. Perpustakaan, internet, laboratorium, online learning platform, hanya merupakan sebagian dari fasilitas-fasilitas yang disediakan secara cuma-cuma. Berbagai macam buku dapat diakses di berbagai perpusatakaan, baik perpustakaan institusi maupun kota. Setiap jurusan program selalu mendapat akses laboratori yang lengkap dan mudah diakses, dan setiap institusi selalu mempunyai online learning platform dimana para mahasiswa dapat mengakses berbagai materi pelajaran kelas secara online.
7. Leo Pahkin, konselor pendidikan dari Badan Pendidikan Nasional Finlandia terus menggenjot mutu pendidikan di Finlandia yang dipandangnya sebagai aset kemajuan bangsa. “Kami menanam investasi yang besar di bidang pendidikan dan pelatihan, agar kami bisa mencetak tenaga ahli dan terampil yang nantinya menghasilkan inovasi.
D. Persepsi Ujian Di Indonesia Dan Finlandia
Jika di Indonesia pemerintah menargetkan siswanya bisa mengikuti ujian akhir yang menentukan kelulusan dan tingkatan akademik setiap orang. Maka dari itulah system pendidikan di Indonesia rata-rata sekolah dan institusi pendidikan l perhatian pada siswa hanya untuk mengikuti ujian dan setelah mereka melewati ujian, maka dapat diperkirakan pelajaran akademik yang mereka pelajari selama ini hanya terpakai 30% nya saja. Dan setelah mereka lulus 60% bisa diperkirakan melupakan pelajaran akademik yang mereka dapatkan di jenjang pendidikan sebelumnya. Perlu dikaji ulang bahwa yang menjadi permasalahan ialah konsep dasar belajar dan pembelajaran yang diawali dengan pengkajian tentang paradigma alternatif pendidikan/pembelajaran.
Di Negara Finlandia, pemerintah selalu mengkaji system pendidikan dinegaranya sehingga Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, mereka justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa. Maka di Negara ini pelajar tidak dituntut untuk mengikuti ujian dan tidak ada yang namanya UN atau yang lainya , sehingga pelajar lebih nyaman belajar karena tidak dibebani pada ujian akhir. Namun mereka belajar secara kontinyu pada setiap jenjang pendidikanya sehingga mereka bisa terus belajar .
Dan terlalu banyak testing membuat kita cenderung mengajar siswa untuk lolos ujian, ungkap seorang guru di Finlandia. Padahal banyak aspek dalam pendidikan yang tidak bisa diukur dengan ujian.
E. Perbandingan Pendidikan Finlandia Dengan Indonesia
FINLANDIA INDONESIA
1) Besarnya anggaran pendidikan yang dialokasikan pemerintah Finlandia. Beasiswa diberikan pada warga sejak taman kanak-kanak hingga mereka menempu kuliah S3 (program doktoral). Keberanian Finlandia dalam pengucuran anggaran pendidikan yang besar ditopang oleh pendapatan perkapita penduduknya dari hasil hutan cukup tinggi, sekitar 37.460 dollar AS atau sekitar 342 juta rupiah pertahun. Sementara jumlah penduduk sedikit. Akan tetapi keberhasilan pendidikan di Finlandia juga didukung iklim politik yang bagus.
2) Kegemaran membaca aktif didorong. Finlandia menerbitkan lebih banyak buku anak-anak daripada negeri mana pun di dunia. Guru diberi kebebasan melaksanakan kurikulum pemerintah, bebas memilih metode dan buku teks. Stasiun TV menyiarkan program berbahasa asing dengan teks terjemahan dalam bahasa Finish sehingga anak-anak membaca waktu nonton TV.
3) Pendidikan di sekolah berlangsung rileks dan masuk kelas siswa harus melepas sepatu, hanya berkaus kaki. Belajar aktif diterapkan guru yang semuanya tamatan S2 dan dipilih dari the best ten lulusan universitas. Orang merasa lebih terhormat jadi guru daripada jadi dokter atau insinyur. Frekuensi tes benar-benar dikurangi. Ujian nasional hanyalah Matriculation Examination untuk masuk PT. Sekolah swasta mendapatkan dana sama besar dengan dana untuk sekolah negeri.
4) Sebesar 25% kenaikan pendapatan nasional Finlandia disumbangkan oleh meningkatnya mutu pendidikan. Dari negeri agraris yang tak terkenal kini Finlandia maju di bidang teknologi. Produk HP Nokia misalnya merajai pasar HP dunia. Itulah keajaiban pendidikan Finlandia.
5) Masalah kualitas guru di Finlandia kiranya tak perlu dipersoalkan mutunya. Sudah dipastikan guru-guru di Finladia adalah guru bermutu tinggi. Karena para guru dipilih yang paling berkualitas dan terlatih. Dan untuk bisa kuliah di jurusan pendidikan harus bersaing ketat, lebih ketat ketimbang persaingan di fakultas-fakultas bergengsi lainnya. Biasanya dari 7 peminat hanya 1 orang saja yang diterima. Padahal di Finlandia gaji guru tidak begitu besar. Tetapi negara dan rakyat Finladia menempatkan guru sebagai jabatan terhormat dan mereka yang menyandang jabatan itu pun juga merasa mendapat sebuah prestisius dan kebanggaan. Puncak kebanggaan mereka berhasil mendidik anak didik bukan berhasil memanipulasi nilai siswa.
6) para guru di Finlandia akan selalu mengatakan “Kalau saya gagal dalam mengajar seorang siswa, itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya.”
7) Guru Finlandia sangat bertanggungjawab, minimal pada kelangsungan masa depan anak didiknya termasuk pendidikan lanjutan yang akan ditempuh anak didik itu. Sementara nilai siswa sama sekali tidak dianggap penting
8) Guru-guru di Finlandia dibebaskan untuk menggunakan metode kelas apapun, dengan kurikulum yang mereka rancang sendiri dan buku teks yang mereka pilih sendiri. Ujian bukan hal utama dan sakral, tetapi ujian hanya digunakan untuk mengetahui kualifikasi siswa di sebuah universitas.
9) Kewibawaan guru demikian tinggi di mata murid, karena mereka sangat menghindari kritikan pada pekerjaan murid, tetapi mereka mengajak murid tersebut membandingkan dengan nilai sebelumnya. Lebih-lebih mengatakan “kamu salah” pada murid adalah sangat dihindari oleh guru-guru Finlandia. Para guru melihat sebagai hal biasa jika siswa melakukan kesalahan, termasuk dalam hal mengerjakan soal-soal.
10) Siswa di Finlandia juga diarahkan mampu mengevaluasi secara mandiri akan hasil belajarnya. Dan itu diterapkan sejak dini/pra TK. Mereka didorong bekerja secara individu tak peduli apapun hasilnya. “Ini akan membantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri,” kata Sundstrom, seorang Kepala Sekolah Dasar di Poikkilaakso, Finlandia.
Sampsa Vourio, seorang guru di Torpparinmaki Comprehensive School, Finlandia menjelaskan kalau sistem pendidikan di negaranya dijalankan sangat demokratis.
11) Prestasi siswa, terletak pada prosesnya, bukan pada hasil akhirnya. Artinya, jika ada PR, mereka tidak harus mengerjakannya secara sempurna. Yang penting murid sudah menunjukkan hasil usahanya, itu sudah dianggap cukup.
12) Dalam hal alokasi waktu belajar di sekolah, sebenarnya tidak banyak waktu yang dibebankan pada murid, rata-rata cuma 30 jam per-minggu. Usia masuk sekolah juga tergolong lambat, yaitu usia 7 tahun. 1) Pemerintah cenderung memprioritaskan anggaran hanya untuk cenderung yang tidak penting, anggaran untuk pendidikan hanya kecil yang diberikan pemerintah. Sehingga banyak institusi pendidikan yang kurang memadai dari segi fasilitas maupun tenaga pengajarnya.
2) Kita masih asyik memborbardir siswa dengan sekian banyak tes (ulangan harian, ulangan blok, ulangan mid-semester, ulangan umum / kenaikan kelas, dan ujian nasional). Finlandia menganut kebijakan mengurangi tes jadi sesedikit mungkin. Tak ada ujian nasional sampai siswa yang menyelesaikan pendidikan SMA mengikutimatriculation examination untuk masuk PT.
3) Kita masih menerapkan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) sehingga siswa yang gagal tes harus mengikuti tes remidial dan masih ada tinggal kelas. Sebaliknya, Finlandia menganut kebijakan automatic promotion, naik kelas otomatis. Guru siap membantu siswa yang tertinggal sehingga semua naik kelas.
4) Kita masih berpikir bahwa PR amat penting untuk membiasakan siswa disiplin belajar. Bahkan, di sekolah tertentu, tiada hari tanpa PR. Sebaliknya, di Finlandia PR masih bisa ditolerir tapi maksimum hanya menyita waktu setengah jam waktu anak belajar di rumah.
5) Kita masih pusing meningkatkan kualifikasi guru SD agar setara dengan S1, di Finlandia semua guru harus tamatan S2.
6) Kita masih menerima calon guru yang lulus dengan nilai pas-pasan, sedangkan di Finlandia the best tenlulusan universitas yang diterima menjadi guru.
7) Kita masih sibuk memaksa guru membuat silabus dan RPP mengikuti model dari Pusat dan memaksa guru memakai buku pelajaran BSE (Buku Sekolah Elektronik), di Finlandia para guru bebas memilih bentuk atau model persiapan mengajar dan memilih metode serta buku pelajaran sesuai dengan pertimbangannya.
8) Hanya segelintir guru di tanah air yang membuat proses belajar-mengajar itu menyenangkan (learning is fun) melalui penerapan belajar aktif. Terbanyak guru masih mengajar satu arah dengan metode ceramah amat dominan. Sedangkan, di Finlandia terbanyak guru menciptakan suasana belajar yang menyenangkan melalui implementasi belajar aktif dan para siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil. Motivasi intrinsik siswa adalah kata kunci keberhasilan dalam belajar.
9) Di tanah air kita terseret arus mengkotak-kotakkan siswa dalam kelas reguler dan kelas anak pintar, kelas anak lamban berbahasa Indonesia dan kelas bilingual (bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar) dan membuat pengkastaan sekolah (sekolah berstandar nasional, sekolah nasional plus, sekolah berstandar internasional, sekolah negeri yang dianakemaskan dan sekolah swasta yang dianaktirikan). Sebaliknya di Finlandia, tidak ada pengkotakan siswa dan pengkastaan sekolah. Sekolah swasta mendapatkan besaran dana yang sama dengan sekolah negeri.
10) Di Indonesia bahasa Inggris wajib diajarkan sejak kelas I SMP, di Finlandia bahasa Inggris mulai diajarkan dari kelas III SD. Alasan kebijakan ini adalah memenangkan persaingan ekonomi di Eropa, membuka kesempatan kerja lebih luas bagi lulusan, mengembangkan wawasan menghargai keanekaragaman kultural.
11) Di Indonesia siswa-siswa kita ke sekolah sebanyak 220 hari dalam setahun (termasuk negara yang menerapkan jumlah hari belajar efektif dalam setahun yang tertinggi di dunia). Sebaliknya, siswa-siswa Finlandia ke sekolah hanya sebanyak 190 hari dalam satu tahun. Jumlah hari liburnya 30 hari lebih banyak daripada di Indonesia. Kita masih menganut pandangan bahwa semakin sering ke sekolah anak makin pintar, mereka malah berpandangan semakin banyak hari libur anak makin pintar.
12) Sistem pendidikan saat ini seperti lingkaran setan, jika ada yang mengatakan bahwa tidak perlu UN karena yang mengetahui karakteristik siswa di sekolah adalah guru, pernyataan tersebut betul sekali, namun pada kenyataannya di lapangan, sering kali saya lihat nilai raport yang dimanipulasi, jarang bahkan mungkin tidak ada guru yang tidak memanipulasi nilainya dengan berbagai macam alasan, kasihan siswanya, supaya terlihat guru tersebut berhasil dalam mengajar, karena tidak boleh ada nilai 4
Bab III
Analisis SWOT (Sistem Pendidikan Finlandia dan Indonesia)
A. Finlandia
1. Strengths (Kekuatan)
1) Hanya mereka yang memiliki gelar master dan merupakan orang-orang terbaik di universitasnya sajalah yang dapat menjadi guru di Finlandia. Karenanya, pekerjaan sebagai guru adalah pekerjaan terhormat dan bergengsi di sana, sama halnya dengan menjadi pengacara ataupun dokter. Negeri itu pun begitu menghargai pekerjaan sebagai guru.
2) Dukungan penuh dari pemerintahnya. Orang Finlandia dapat memperoleh pendidikan gratis hingga jenjang setinggi-tingginya. Bukan hanya di sekolah negeri saja, sekolah swasta pun mendapatkan perlakuan yang sama melalui kebijakan subsidi pendidikan dari pemerintah. Pemerintah Finlandia bahkan menganggap mengambil dana pendidikan dari siswanya adalah hal yang tidak terpuji, karena pendidikan adalah hak bagi semua warga negara dan jadi kewajiban bagi pemerintah untuk memenuhinya.
3) Di Finlandia guru tidak hanya sebatas pengajar tapi mereka pakar kurikulum, kurikulum di Finlandia sangat berbeda di setiap sekolah namun tetap berjalan dibawah panduan resmi pemerintah. guru-guru di Finlandia adalah lulusan terbaik di berbagai universitas dengan ijazah minimal master/S2.
4) “No competition”, pendidikan di Finlandia tidak mengajarkan siswa untuk menjadi siapa yang terpandai namun lebih menekankan bagaimana membentuk “community” yaitu mengabungkan guru sebagai pendidik, siswa sebagai anak didik, dan masyarakat sebagai bagian dari pendidikan, sehingga kolaborasi ini yang membuat pendidikan lebih unggul karena semua merasa bertanggung jawab akan proses pendidikan.
5) Di Finlandia, tak ada pengkotakan siswa dan pengkastaan sekolah. Sekolah swasta dapat bantuan dana yang sama dengan sekolah negeri.
6) Pendidik diberi kebebasan melaksanakan kurikulum pemerintah, bebas memilih metode dan buku teks.
7) Stasiun TV menyiarkan program berbahasa asing dengan teks terjemahan dalam bahasa Finish sehingga anak-anak bahkan membaca waktu nonton TV.
2. Weaknesses (Kelemahan)
1) Siswa-siswa terbaiklah yang selalu melamar ke program pendidikan guru, dan yang diterima hanya 10%.
2) Sistem Pendidikan terkesan main-main dan tidak formal atau resmi. Contoh, di Sekolah anak-anak tidak memiliki seragam resmi hanya menggunakan baju bebas rapi senyaman mungkin bagi peserta didik.
3) Dalam 1 kelas memiliki 2 guru namun berbeda fungsi dan cara pengajaran yang berbeda-beda metode pula.Sehingga siswa tidak fokus pada 1 Guru pendidik.
3. Opportunities (Peluang)
1) Biaya sekolah gratis dan beasiswa dari TK sampai perguruan tinggi S3 yang di jamin pemerintah merupakan peluang besar bagi meratanya pendidikan di Finlandia.
2) Terciptanya generasi-generasi yang melek huruf dan berpendidikan tinggi yang berkualitas.
3) Kesejahteraan dalam bidang pendidikan, dan tentunya akan menular pada seluruh aspek kehidupan yang mampu mempengaruhi kehidupan sosial yang layak bagi seluruh rakyat Finlandia.
4. Threats (Ancaman)
1. Guru-guru di Finlandia harus menjalani penyeleksian yang ketat dalam melamar suatu pekerjaan.
2. Anak-anak yang memiliki kualitas kurang baik, akan tertinggal dan kalah bersaing dengan yang berkualitas dan berpengetahuan tinggi.
Analisis SWOT (Sistem Pendidikan Indonesia)
B. Indonesia
1. Strengths (Kekuatan)
1) Pertama sumber daya manusia di Indonesia sangat melimpah. Dengan kenyataan ini maka harusnya Indonesia memiliki sebuah kegiatan pembelajaran yang baik karena banyak manusia yang berpotensi untuk mengembangkannya.
2) Selain SDM yang banyak, Indonesia juga kaya akan sumber daya alam dan juga kekayaan budaya yang tidak ternilai. Dari SDA dan juga kebudayaan inilah yang sebenarnya dapat kita maksimalkan untuk membuat sebuah pembelajaran yang berkualitas dan baik untuk anak negeri. Dan bahkan jika kita bisa mengolah budaya dan SDA tersebut dengan baik maka segala hal yang berkaitan dengan pembelajaran akan berlangsung dengan baik pula.
2. Weaknesses (Kelemahan)
1) Pemerintah cenderung memprioritaskan anggaran hanya untuk cenderung yang tidak penting, anggaran untuk pendidikan hanya kecil yang diberikan pemerintah. Sehingga banyak institusi pendidikan yang kurang memadai dari segi fasilitas maupun tenaga pengajarnya.
2) Indonesia masih asyik memborbardir siswa dengan sekian banyak tes (ulangan harian, ulangan blok, ulangan mid-semester, ulangan umum / kenaikan kelas, dan ujian nasional).
3) menerapkan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) sehingga siswa yang gagal tes harus mengikuti tes remidial dan masih ada tinggal kelas
4) Kita masih pusing meningkatkan kualifikasi guru SD agar setara dengan S1.
5) Kita masih sibuk memaksa guru membuat silabus dan RPP mengikuti model dari Pusat dan memaksa guru memakai buku pelajaran BSE (Buku Sekolah Elektronik).
6) Hanya segelintir guru di tanah air yang membuat proses belajar-mengajar itu menyenangkan (learning is fun) melalui penerapan belajar aktif. Terbanyak guru masih mengajar satu arah dengan metode ceramah amat dominan.
3. Opportunities (Peluang)
1) Ditinjau dari sisi pengembangan pendidikan didaerah, kebijakan otonomi pendidikan tersebut sangat berpengaruh positif terhadap berkembangnya sekolah sebagai lembaga pendidikan yang berbasis kepada kebutuhan dan tantangan yang dihadapi.
2) Keberadaan satuan pendidikan baik secara jenjang dan jenis di Indonesia yang tersebar di seluruh Negara kesatuan Republik Indonesia memiliki keragaman layanan proses, sarana dan prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, serta mutunya.
3) Threats (Ancaman)
1) Pendidikan Indonesia saat ini mengalami stagnan, tidak dinamis. Sehingga lulusan sekolah dan perguruan tinggi tidak mendapatkan tempat yang sesuai dengan kebutuhan jurusan mereka. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pengangguran, kemudian sumber daya manusia yang tidak berkapasitas disebabkan oleh metode dan tujuan pembelajaran pada praktek kehidupan sehari-harinya.
2) Pemerintah hanya sebatas menambah anggaran pendidikan menjadi 20%, setelah itu tindak lanjutnya tidak ada.
Bab IV
Penutup
A. Kesimpulan
Finlandia berhasil menjadikan dirinya sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik nomor satu di dunia. Hal ini tentu tidak terlepas dari kerja keras dan keseriusan pemerintah untuk melakukan komitmen demi mensukseskan pendidikan nasional. Ada beberapa cara/prosedur dalam sistem pendidikan di Finlandia yang berbeda dengan sistem pendidikan negara lainnya di dunia termasuk Indonesia.
Finlandia tidak menerapkan sistem stratifikasi sekolah, tidak ada istilah sekolah favorit atau pun sekolah rakyat. Semua sekolah di negara ini adalah sama, namun yang menjadi pembeda adalah opsi pelajaran bahasa dan olah raga. Sehingga setiap orang di sana menentukan pilihan sekolahnya bukan berdasarkan cluster sekolah terfavorit atau termahal, tetapi berdasarkan jenis bahasa dan olah raga yang ingin ia pelajari. Hampir semua sekolah merupakan milik pemerintah. Pemerintah tidak membeda-bedakan antar sekolah, karena setiap orang berhak mendapatkan pendidikan yang sama mapan.
Finlandia menerapkan konsep testless dalam kegiatan pembelajaran. Artinya, siswa tidak terlalu banyak dibebani oleh tes atau ujian, bahkan tidak ada UTS, UAS, atau ujian nasional seperti yang dilakukan di Indonesia. Siswa menempuh tes hanya ketika ia akan memasuki perguruan tinggi saja. Ujian tidak banyak dilakukan karena ujian adalah alat evaluasi yang sifatnya mengukur kemampuan secara generik dan tidak mampu melihat kecerdasan setiap siswa secara spesifik–karena setiap siswa memiliki tingkat kecerdasan berbeda-beda. Guru di finlandia hanya berfokus pada upaya-upaya untuk mengoptimalkan kecerdasan siswa melalui bimbingan aktivitas pembelajaran di kelas.
Kualifikasi guru S2 (Master) dan sudah mengikuti pelatihan keguruan berdasarkan waktu yang telah ditetapkan. Dengan adanya standardisasi pendidikan yang tinggi bagi guru-guru di Finlandia, maka pengelolaan pendidikan akan semakin baik, karena guru adalah subjek yang paling berpengaruh di dalam kelas–sekalipun ketika menerapkan metode student centered.
Kurikulum bersifat fleksibel. Artinya, kurikulum didesain dan diserahkan kewenangannya pada pemerintah daerah berlandaskan budaya dan kearifan lokal–karena potensi dan karakteristik setiap daerah tidaklah sama. Sehingga masing-masing daerah dapat mengoptimalkan setiap potensinya.
Pendidikan di Finlandia tidak menerapkan sistem ranking. Karena pendidikan diciptakan sebagai alat untuk bekerja sama, bukan sebagai alat untuk bersaing dan berkompetisi. Sistem ranking dianggap dapat melumpuhkan motivasi siswa untuk belajar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masih banyaknya kekurangan system pendidikan di Indonesia jika dibandingkan dengan system pendidikan Finlandia.
B. Saran
Indonesia bisa meninjau dan merevisi kembali system pendidikan yang telah lama dipakai di Indonesia, dengan tujuan bisa memperbaiki kekurangan yang ada pada system pendidikan Indonesia. Dengan begitu maka otomatis kualitas pendidikan dan siswa usia sekolah bisa menjadi kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia, sekaligus sebagai tolak ukur tingkat kemajuan Negara Indonesia khususnya dalam bidang pendidikan .
Daftar Pustaka
http://rusmant0.blogspot.com/2013/11/pendidikan-finlandia-no1-dunia.html
http://sejutamimpiku.blogspot.com/2013/02/makalah-indonesia.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Finlandia
Darling-Hammond, L. (2012, November). What we can learn from Finland’s successful school reform. Diambil kembali dari National Education Association Today:http://www.nea.org/home/40991.htm
Lopez, A. (2012, May 21). How Finnish schools shine. Dipetik October 3, 2012, dari The Guardian Teacher Network Blog: http://www.guardian.co.uk/teacher-network/teacher-blog/2012/apr/09/finish-school-system
Organisation for Economic Co-operation and Development. (2009). PISA 2009 ranking. Diambil kembali dari PISA 2009 key findings: http://www.oecd.org/pisa/46643496.pdf
Organisation for Economic Co-operation and Development. (2012). About Pisa. Dipetik October 3, 2012, dari PISA: http://www.oecd.org/pisa/aboutpisa/
Siina , V. (2012, January 25). News & Events. Dipetik October 3, 2012, dari University of Helsinki: http://www.helsinki.fi/news/archive/1-2012/25-16-58-02.html
Snider, J. (2011, April 17). Keys To Finnish Educational Success: Intensive Teacher-Training, Union Collaboration. Dipetik October 2012, 2012, dari Huffington Post Blog:http://www.huffingtonpost.com/justin-snider/keys-to-finnish-education_b_836802.html
Mulyasa. 2009. Menjadi Guru Professional. Bandung : Remaja Rosda.
Marquardt, M. J. (2002). Building the learning organization. New York : McGraw-Hill
Goldsmith, M. Morgan, H. & Ogg, A.J. (eds). (2004). Leading organizational learning: Harneshing the power of knowledge. San Fransisco: Jossey-Bass.
Shelton, K. (ed). (1997). A new paradigm of leaership: Visions of excellence for 21 st century organizations. Provo: Executive Excellence Publishing.
Nanus, B. and Stepehen M. D. (1999). Leaders who make a difference : Essential strategies for meeting the nonprofit challenge. San Francisco : Jossey-Bass Publishers.
Law, S and Glower,D. (2000). Educational leadership and learning. Buckingham : Open University Press.
Fulmer, R. M. and Goldsmith,M. (2001). The Leadership investment. New York : Amacom.
Cunningham, W. G. & Cordeiro, P. A. (2003). Educational leadership : A problem based approach. Boston,MA : Allyn & Bacon.
Guns, B. (1996). The faster learning organization : Gain and sustain the competitive edge. London; Pfeiffer & Co.
Kasali, R. (2006). Change. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.
Mudjono dan Dimyati. (2002). Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Ali, Mohammad dan Rekan. (2007). Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press.
http://sejutamimpiku.blogspot.com/2013/02/makalah-indonesia.html
Jumat, 20 Februari 2015
DIVUSI INOVASI PENDIDIKAN
DIVUSI INOVASI PENDIDIKAN
A. Pendidikan merupakan salah satu penentu dalam meningkatkan kemajuan suatu bangsa. Pendidikan memiliki peran yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan sumber daya manusia, suatu bangsa berpengaruh pada produktivitas dan kreativitas masyarakat. Melalui pendidikan dapat menjadikan masyarakat yang cerdas memiliki keterampilan dan keahlian serta mampu menghadapi tantangan, perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan akhirnya masyarakat suatu bangsa akan mampu bersaing dengan bangsa lain dalam era globalisasi. Dalam memenuhi tuntutan yang kuat untuk meningkatkan kualitas pendidikan maka diperlukan perubahan atau inovasi dalam pendidikan seperti dalam bidang garapan dari sudut siswa, kurikulum, proses belajar mengajar, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, keuangan kemitraan dengan masyarakat, bimbingan dan pelayanan khusus, maupun dalam manajerial sekolah. Inovasi perlu dilakukan karena melalui program inovasi dalam bidang pendidikan, diharapkan kualitas pendidikan dapat terwujud dan memiliki kesesuaian dengan perubahan yang ada di masyarakat, sehingga tercipta masyarakat yang madani. Program inovasi pendidikan akan dapat mencapai hasil yang diharapkan apabila sistem inovasi yang dilaksanakan efektif dan efisien. Sistem inovasi pada dasaranya merupakan sistem atau suatu satu kesatuan yang terdiri dari sehimpunan pemeran, kelembagaan, jaringan, kemitraan, hubungan interaksi dan proses produktif yang mempengaruhi arah perkembangan dan kecepatan inovasi dan difusinya serta proses pembelajaran. Dengan demikian sistem inovasi sebenarnya mencakup basis ilmu pengetahuan dan teknologi (termasuk didalamnya aktivitas pendidikan, aktivitas penelitian dan pengembangan dan rekayasa), basis produksi, dan pemanfaatan dan difusinya dalam masyarakat serta proses pembelajaran yang berkembang. Salah satu sektor yang mempengaruhi lancarnya sistem inovasi yaitu proses difusinya. Proses difusi yang dilaksanakan dengan baik akan menentukan keberhasilan program inovasi. Inovasi pendidikan merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena menyangkut pengelolaan sumber daya manusia.
Pelaksanaan inovasi pendidikan akan terkait dengan masalah-masalah inovasi seperti masalah program inovasi, karakteristik inovasi, hakekat perubahan, sistem inovasi, proses difusi inovasi, faktor pendukung dan faktor penghambat inovasi. Dalam hal ini penulis akan memfokuskan pada masalah proses difusi dalam dunia pendidikan.
B. DIVUSI INOVASI PENDIDIKAN
Beberapa tokoh inovasi dan manajemen mengemukakan, difusi inovasi berdasarkan sudut pandangnya. Konsep itu adalah sebagai berikut:
Menurut Rogers. E. Miller, 1997 “Innovation is on idea, practice, or object perceived as new by relevant unit of adoption, whether it is an individual or an organization”. (Suherli, 2010 : 1)Artinya, Inovasi adalah sebuah pemikiran, praktek, atau objek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru melalui proses adopsi yang dilakukan baik oleh seorang individu atau organisasi. White, 1997 : 211 “Innovation is more than change, olthough all innovation involve change”. (Suherli, 2010 : 2)Artinya, Bahwa tidak semua perubahan adalah inovasi tetapi inovasi adalah perubahan.Ibrahim, 1989. “Inovasi merupakan suatu usaha menemukan benda, ide, kajian, metode yang diamati sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang dengan jalan melakukan innovation dan discovery”. (Suherli, 2010 : 2).George Freedman, 1989 mengemukakan bahwa inovasi adalah sebagai suatu proses pengimplementasian ide-ide baru dengan mengubah konsef kreatif menjadi suatu kenyataan. Dengan demikian inovasi efektif adalah pengimplementasian ide-ide baru yang tepat waktu dan efisien, sehingga menghasilkan keuntungan-keuntungan dan profil yang berarti. Alwi Suparman (1997) menyebutkan inovasi sebagai objek, ide, gagasan, atau yang dianggap baru oleh individu-individu atau kelompok yang mengadopsi. Kebaruan itu mungkin menyangkut pengetahuan, sikap atau pengadopsian atau penolakan terhadap ide tersebut.
Berdasarkan pendapat para tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa inovasi adalah cara untuk menemukan sesuatu yang baru melalui gagasaan, benda, tindakan, dan metode yang dapat dilakukan dengan menciptakan hal yang baru (invition) atau penemuan yang sudah ada sebelumnya (discovery) yang bertujuan memecahkan permaslahan yang dihadapi.
Udin Saefudin Sa’ud (2008 : 6), inovasi pendidikan adalah suatu perubahan yang baru, dan kwalitatif berbeda dari hal (yang ada sebelumnya), serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan, ini berarti inovasi di bidang pendidikan adalah usaha mengadakan perubahan dengan tujuan untuk memperoleh hal yang lebih baik dalam bidang pendidikan
Inovasi adalah sesuatu yang dipandang baru baik berupa ide, pelaksanaan/praktek ataupun sebuah objek/benda yang baik untuk kepentingan individu atau organisasi seperti dikemukakan oleh (Rogers E. Miller, 1971)Berdasarkan pengertian di atas, maka kita dapat melihat tujuan yang dapat disiratkan dari sebuah inovasi, yaitu sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas pendidikan
2. Menciptakan proses baru
3. Memperluas jangkauan produk
4. Mengurangi biaya tenaga kerja
5. Meningkatkan proses produksi
6. Mengurangi bahan baku
7. Mengurangi kerusakan lingkungan
8. Mengganti produk/pelayanan
9. Mengurangi konsumsi energi
10. Menyesuaikan diri dengan undang-undang.
Difusi Inovasi
Beberapa pengertian difusi inovasi dikemukakan oleh para tokoh inovasi sebagai berikut : Suherli, 2010. Difusi inovasi adalah penerimaan dan pengembangan program inovasi.W.R. Spence (1982), difusi inovasi sebagai berikut “The means whereby an innovation spreads”, artinya difusi inovasi adalah sebuah cara-cara penyebaran hasil inovasi (esales job). Menurut Rogers. M, 2003, difusi inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan, (esales job). Udin Saefudin Sa’ud, 2008 : 28.
Difusi inovasi adalah proses komunikasi inovasi antara warga masyarakat/anggota sistem sosial, dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu tertentu. Komunikasi dalam definisi ini ditekankan dalam arti terjadinya saling tukar informasi (hubungan timbal balik), antara beberapa individu baik secara memusat (konvergen) maupun memencar (divergen) yang berlangsung secara spontan. Dengan adanya komunikasi ini akan terjadi kesamaan pendapat antar warga masyarakat tentang inovasi.
Dari beberapa pendapat di atas maka penulis menyimpulkan bahwa difusi inovasi adal;ah sebagai suatu proses dimana suatu inovasi di komunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem sosial.
Sistem Difusi
Sistem difusi sangat penting karena bukan semata menyangkut kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri termasuk misalnya pendidikan, penilaian, pengembangan dan kerekayasaan, tetapi juga bagaimana iptek dapat didayagunakan secara maksimal bagi kepentingan nasional dalam pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan lainnya. Demikian sebaliknya, perkembangan ekonomi, sosial, budaya dan lainnya menjadi bagian yang tidak dapat diabaikan dan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi arah dan kecepatan kemajuan iptek.
Menurut Roggers, (1983) membedakan antara sistem difusi sentralisasi dan desentralisasi. Dalam sistem difusi sentralisasi, penentuan tentang berbagai hal seperti : kapan dimulainya difusi, dengan saluran apa, siapa saja yang akan menilai hasilnya, dan sebagainya. Juga dilakukan oleh sekelompok kecil orang tertentu dan agen pembaharu. Sedangkan dalam sistem difusi desentralisasi, penentuan itu dilakukan oleh klien (warga masyarakat sama dengan beberapa orang yang telah menerima inovasi). Dalam pelaksanaan sistem difusi desentralisasi tidak perlu ada agen pembaharu. Warga masyarakat sendiri yang bertanggung jawab terjadinya difusi inovasi.
Proses Difusi Inovasi Pendidikan
Proses difusi yaiu proses penerimaan dan pengembangan program inovasi. Proses difusi dapat terjadi dalam berbagai bidang kehidupan baik secara individual maupun kelompok. Apabila proses inovasi dikembangkan di sekolah maka proses difusi inovasi akan mengikut sertakan semua pihak yang berperan dalam kegiatan peningkatan pendidikan yaitu kepala sekolah, guru-guru, pegawai kependidikan, staf administrasi, pelaksana sekolah dan siswa sebagai warga sekolah dengan dengan dunia luar seperti komite sekolah, orang tua siswa, dan lembaga dan dinas tertentu yang mencintai pendidikan.
Dalam proses difusi memerlukan penyebaran informasi yang komunikatif dari kedua belah pihak. Proses komunikasi inovasi akan terjadi antara warga masyarakat (anggota sistem sosial), dengan mengunakan saluran tertentu. Dalam komunikasi diharapkan terjadinya saling tukar informasi atau hubungan timbal balik antar beberapa individu baik secara memusat (konvergen) maupun memencar (divergen) yang berlangsung secara spontan sehingga ada kesamaan pendapat antar warga masyarakat tentang inovasi
Komunikasi yang terjadi dalam proses difusi inovasi yaitu komunikasi yang mempunyai ciri pokok, pesan yang dikomunikasikan adalah hal yang baru (inovasi). Maka dalam proses difusi inovasi harus direncanakan dan dikelola, seperti halnya dalam difusi inovasi di sekolah, untuk menyebarluaskan upaya/cara baru dalam meningkatkan mutu pendidikan dapat dimulai dengan cara menatar para guru dengan harapan akan terjadinya difusi inovasi antar guru di sekolah masing-masing, sehingga terjadi saling tukar informasi dan kesamaan pendapat antar guru tentang inovasi yang akan dilaksanakan.
Untuk mengefektifkan proses difusi inovasi diperlukan saluran komunikasi maka kondisi pihak-pihak yang berkomunikasi akan mempengaruhi pemilihan atau penggunaan saluran yang tepat dalam proses komunikasi. Penelitian media misalnya media massa seperti radio, televisi, surat kabar, yang digunakan harus tepat karena media diharapkan/digunakan untuk menyampaikan informasi kepada audien supaya audien atau penerima informasi mengetahui dan menyadari adanya inovasi. Sedangkan saluran inter personal atau hubungan secara langsung antar individu akan lebih mempengaruhi seseorang agar mau menerima inovasi, terutama antara orang yang bersahabat atau dalam suatu kelompok
Proses difusi inovasi pendidikan akan lebih baik dan efektif apabila dalam satu sekolah atau lembaga pendidikan terdapat personal yang memiliki kesamaan seperti, asal daerah, kepercayaan, tingkat pendidikan, dan sebagainya, serta partisipasi berbagai pihak yang tinggi. Keberhasilan proses difusi inovasi pendidikan ditentukan oleh sistem sosial dunia pendidikan.
Peranan Guru dalam Proses Difusi Inovasi
Dalam setiap organisasi perubahan itu biasa terjadi perubahan dapat menunjukan suatu keadaan yang dinamis. Penyebab perubahan bisa berasal dari internal atau eksternal organisasi. Dalam dunia pendidikan perubahan atau inovasi merupakan salah satu cara yang dilakukan peningkatan mutu pelayanan kepada costumer pendidikan, khususnya peserta didik. Pelayanan pendidikan bermutu bisa dilihat ari tercapainya kepuasan pelanggan. Untuk mencapai proses pendidikan bermutu dilakukan dengan cara memberdayakan para guru.
Dalam dunia pendidikan, peran dan fungsi guru merupakan faktor yang sangat signifikan bahkan guru mempunyai peran ganda atau multifungsi. Sebagai pendidik, guru harus mampu mentranformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, sebagai penjaga moral bagi anak didik bahkan guru dianggap sebagai orang tua anak didik dalam proses pendidikan.
Supaya proses pendidikan berhasil dan mutu pendidikan meningkat, maka diperlukan guru yang memahami profesinya, memiliki wawasan pengetahuan dan keterampilan sehingga proses proses pembelajaran yang dilaksanakan guru itu aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan.
Apabila guru telah memahami propesinya, maka guru tersebut akan dapat menjalankan program inovasi pendidikan, peran guru pada inovasi di sekolah tidak terlepas dari tatanan pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas, guru harus tetap memperhatikan sejumlah kepentingan siswa disamping harus memperhatikan suatu tindakan inovasinya.
Guru berperan sebagai pengajar atau instruktur, yaitu guru harus membimbing siswa dalam proses belajar mengajar. Maka guru harus melakukan inovasi pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan hasil proses belajar mengajar.
Guru sebagai pendidik atau educational yaitu berkewajiban mmbantu pertumbuhan dan perkembangan siswa dalam mewujudkan kedewasaannya, membantu aspek intelektual, sikap, minat, emosional dan sosial.
Guru sebagai pemimpin atau manajer artinya guru harus ,elakukan usaha menggerakan, memberikan motivasi, serta menyatukan pikiran dan tingkah laku para siswa sehingga terjadi persamaan tujuan pembelajarandan tujuan tersebut dapat dicapai dengan hasil yang baik.
Guna menciptakan pendidikan yang berkuallitas, guru perlu melakukan inovasi-inovasi pembelajaran yang lebih disesuaikan dengan perkembangan jaman yang terjadi saat ini. Guru merupakan ujung tombak dari pelaksanaan inovasi di lingkungan pendidikan. Kinerja guru akan berpengaruh terhadap keberhasilan proses difusi inovasi di bidang pendidikan.
C. PENUTUP
Kesimpulan
Proses difusi inovasi pendidikan merupakan suatu proses dimana suatu inovasi pendidikan dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem sosial. Proses difusi inovasi akan berjalan lancar apabila setiap unsur difusi inovasi seperti inoasi saluran komunikasi, waktu dan sistem sosial memberikan pengaruh yang signifikan antara satu dengan yang lainnya. Selain itu guru sebagai ujung tombak pendidikan memberikan peran penting dalam proses difusi inovasi pendidikan.
Saran
Berdasarkan pemahaman proses difusi inovasi pendidikan, dapat memperoleh pengalaman berharga yang membantu untuk mempersiapkan diri dalam melaksanakan program inovasi, karena proses difusi inovasi terlebih dahulu kita harus melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Melakukan kegiatan analisis swot lingkungan internal dan lingkungan eksternal yang memberikan pengaruh kepada program inovasi.
2. Menyusun program inovasi yang tepat sehingga diharapkan menghasilkan perubahan positif dalam peningkatan mutu pendidikan.
3. Mempersiapkan agen pembaharu yang handal yang diharpkan dapat melaksanakan program inovasi (terutama proses difusi) secara optimal.
4. Membentuk tim monitoring dan evaluasi yang berkompeten dalam bidang inovasi yang dibuat.
5. Menjalin kerja sama yang kondusif dengan berbagai pihak yang berperan dalam program inovasi.
DAFTAR PUSTAKA
Alex Inkeles and David H. Smith, (1974), Becoming Modern, Individual Change in Six Development Countries. Massachusett: Harvard University Press Cambridge.
Danim, Sudarman (2002). Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Propesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung : Cv Pustaka Setia.
http: //Shaffe.tripod.com/kadar.htm.
http://esalesjob.com/search/
Kusmana, Suherli (2009) Hand Out Educational Innovation : Ciamis
Kusmana, Suherli (2010). Manajemen Inovasi Pendidikan Ciamis Pasca Sarjana. Unigal/Press.
Sa’ud, Udin Syaefudin (2008). Inovasi Pendidikan. Bandung.
Everett M. Rogers. (1983). Diffusion of Innovation. New York: The Free Press A Division of Macmillan Publishing Co. Inc
Francis Abraham (1980). Perspective on Modernization toward General Theory of Third World Development. Washington: University Press of America
Gerald Zaltman and Robert Duncan (1977). Strategies for Planned Change. A Wiley-Interscience Publication John Wiley and Sons, New York. London, Sydney, Toronto.
Gerald Zaltman, David H. Florio, Linda a Sikorski. (1977). Dynamic Educational Change. New York: The Free Press A Division of Macmillan Publishing Co. Inc
Gerald Zaltman, Philip Kolter, Ira Kaufman, (1977). Creating Social Change. Holt Rinehart and Winston, Inc New York, Chicago, San Francisco, Atlanta, Dallas, Toronto.
Gerald Zaltman, Rober Duncan, Johny Holbek. (1973). Innovation and Organization. A Wiley-Interscience Publication John Wiley and Sons, New York. London, Sydney, Toronto.
Mattew B. Miles (1964). Innovation in Education, Bureau of Publication Teachers College. Columbia University New York
R.G. Havelock & A.M. Huberman. (1978). Solving Educational Problems, Praegar Publisher, A Division of Holt, Rinehart and Winston, CBS, Inc, New York.
Roger M & Shoemaker F. Floyd. (1971). Communication of Innovation. New York: The Free Press A Division of Macmillan Publishing Co. Inc.
Jumat, 17 Oktober 2014
PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUH DAN MUHAMMAD IQBAL
TENTANG IJTIHAD
1.1 Latar belakang
Berbicara masalah Islam dan pemikiran tokoh-tokohnya, seberapapun lamanya tidaklah cukup untuk membahasnya.Mengingat begitu banyak sekali kajian-kajian Islam berikut pemikiran-pemikiran para tokohnya yang telah berhasil mengukir sejarah dan melahirkan peradaban baru bagi umat Islam.
Dalam kajian ini penulis akan membahas tentang tokoh yang monumental diabad kedua puluh, yaitu Perbandingan Pemikiran Muhammad Abduh dan Muhammad Iqbal Perihal Ijtihad. Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan diskusi dan dapat diambil ibrah bagi kalangan intelektual dan cendikiawan muda yang haus akan ilmu pengetahuan.
Iqbal dalam sekelumit pendapatnya mengatakan bahwa al-Qur’an bukanlah undang-undang. Dia berpendapat bahwa penafsiran al-Qur’an dapat berkembang sesuai dengan perubahan zaman, pintu ijtihad tidak pernah tertutup.. Sedangkan Abduh, ia sangat terkenal, terutama dalam bidang pemikiran rasional sehingga di gelar ”New Muttazilah” menurutnya bermazhab bukan berarti mengikuti dan tundukpada hasil mujtahid tertentu, tetapi bermadzhab adalah dengan mengikuti cara-caraatau metode yang mereka tempuh dalam beristinbath hukum.
1.2 Pembatasan Masalah
1. Biografi Muhammad Abduh
2. Biografi Muhammad Iqbal
3. Pemikiran Muhammad Abduh Perihal Ijtihad
4. Pemikiran Muhammad Iqbal Perihal Ijtihad
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi Muhammad Abduh
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah.Dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah, Mesir pada tahun1849 M dan wafat pada tahun 1905 M. Ayahnya, Abduh bin Hasan Khairullah,mempunyai silsilah keturunan dengan bangsa Turki. Sedangkan ibunya,mempunyai silsilah keturunan dengan tokoh besar Islam, Umar bin Khattab .
Pendidikan pertama yang ditekuni Muhammmad Abduh adalah belajar al-Qur'an, dan berkat otaknya yang cemerlang maka dalam waktu dua tahun, ia telah
hafal kitab suci dalam usia 12 tahun. Pendidikan formalnya dimulai ketika iadikirim ayahnya ke perguruan agama di masjid Ahmadi yang terletak di desaThantha. Namun karena sistim pembelajarannya yang dirasa sangatmembosankan, akhirnya ia memilih untuk menimba ilmu dari pamannya, SyekhDarwisy Khidr di desa Syibral Khit yang merupakan seseorang berpengetahuanluas dan penganut paham tasawuf. Selanjutnya, Muhammad Abduh melanjutkanstudinya ke Universitas Al Azhar, di Kairo dan berhasil menyelesaikan kuliahnyapada tahun 1877.
Ketika menjadi mahasiswa di Al Azhar, pada tahun 1869 Abduh bertemudengan seorang ulama' besar sekaligus pembaharu dalam dunia Islam, SaidJamaluddin Al-Afghany, dalam sebuah diskusi. Sejak saat itulah Abduh tertarikkepada Jamaluddin Al Afghany dan banyak belajar darinya. Al Afghany adalahseorang pemikir modern yang memiliki semangat tinggi untuk memutus rantai-rantaikekolotan dan cara-cara berfikir yang fanatik .
Udara baru yang ditiupkan oleh Al Afghany, berkembang pesat di Mesirterutama di kalangan mahasiswa Al Azhar yang dipelopori oleh MuhammadAbduh. Karena cara berpikir Abduh yang lebih maju dan sering bersentuhandengan jalan pikiran kaum rasionalis Islam (Mu'tazilah), maka banyak yangmenuduh dirinya telah meninggalkan madzhab Asy'ariyah. Terhadap tuduhan itu
ia menjawab: "Jika saya dengan jelas meninggalkan taklid kepada Asy'ary, makamengapa saya harus bertaklid kepada Mu'tazilah? Saya akan meninggalkan taklidkepada siapapun dan hanya berpegang kepada dalil yang ada".
2.2 Biografi Muhammad Iqbal
Iqbal dilahirkan di Sialkot-India (suatu kota tua bersejarah di perbatasan Punjab Barat dan Kashmir) pada tanggal 9 November 1877/ 2 Dzulqa'dah 1294 dan wafat pada tanggal 21 April 1938. Ia terlahir dari keluarga miskin, tetapi berkat bantuan beasiswa yang diperolehnya dari sekolah menengah dan perguruan tinggi, ia mendapatkan pendidikan yang bagus. Setelah pendidikan dasarnya selesai di Sialkot ia masuk Government College (sekolah tinggi pemerintah) Lahore. Iqbal menjadi murid kesayangan dari Sir Thomas Arnold. Iqbal lulus pada tahun 1897 dan memperoleh beasiswa serta dua medali emas karena baiknya bahasa inggris dan arab, dan pada tahun 1909 ia mendapatkan gelar M.A dalam bidang filsafat.
Ia lahir dari kalangan keluarga yang taat beribadah sehingga sejak masa kecilnya telah mendapatkan bimbingan langsung dari sang ayah Syekh Mohammad Noor dan Muhammad Rafiq kakeknya. Pendidikan dasar sampai tingkat menengah ia selesaikan di Sialkot untuk kemudian melanjutkan ke Perguruan Tinggi di Lahore, di Cambridge-Inggris dan terakhir di Munich-Jerman dengan mengajukan tesis dengan judul The Development Of Metaphysics in Persia. Sekembalinya dari Eropa tahun 1909 ia diangkat menjadi Guru Besar di Lahore dan sempat menjadi pengacara.
Adapun karya-karya Iqbal diantaranya adalah:
Bang-i-dara (Genta Lonceng), Payam-i-Mashriq (Pesan Dari Timur), Asrar-i-Khudi (Rahasia-rahasia Diri), Rumuz-i-Bekhudi (Rahasia-rahasia Peniadaan Diri), Jawaid Nama (Kitab Keabadian), Zarb-i-Kalim (Pukulan Tongkat Nabi Musa), Pas Cheh Bayad Kard Aye Aqwam-i-Sharq (Apakah Yang Akan Kau Lakukan Wahai Rakyat Timur?), Musafir Nama, Bal-i-Jibril (Sayap Jibril), Armughan-i-Hejaz (Hadiah Dari Hijaz), Devlopment of Metaphyiscs in Persia, Lectures on the Reconstruction of Religius Thought in Islam Ilm al Iqtishad,A Contribution to the History of Muslim Philosopy, Zabur-i-'Ajam (Taman Rahasia Baru), Khusal Khan Khattak, dan Rumuz-i-Bekhudi (Rahasia Peniadaan Diri).
Sebagai seorang pemikir, tentu tidak dapat sepenuhnya dikatakan bahwa gagasan-gagasannya tersebut tanpa dipengaruhi oleh pemikir-pemikir sebelumnya.Iqbal hidup pada masa kekuasaan kolonial Inggris.Pada masa ini pemikiran kaum muslimin di anak benua India sangat dipengaruhi oleh seorang tokoh religius yaitu Syaikh Waliyullah Ad-Dahlawi dan Sayyid Ahmad Khan . Keduanya adalah sebagai para pemikir muslim pertama yang menyadari bahwa kaum muslimin tengah menghadapi zaman modern yang didalamnya pemahaman Islam mendapat tantangan serius dari Inggris. Terlebih ketika Dinasti Mughal terakhir di India ini mengalami kekalahan saat melawan Inggris pada tahun 1857, juga sangat mempengaruhi 41 tahun kekuasaan Imperium Inggris dan bahkan pada tahun 1858 British East India Company dihapus dan Raja Inggris bertanggungjawab atas pemerintah imperium India.
2.3 Pemikiran Muhammad Abduh Perihal Ijtihad
Dalam salah satu tulisannya, Abduh membagi syariat menjadi dua bagian,yaitu; hukum yang pasti (al Ahkam al Qath’iyah) dan hukum yang tak ditetapkansecara pasti dengan nash dan ijma’. Hukum yang pertama, bagi setiap muslimwajib mengetahui dan mengamalkannya. Hukum yang seperti ini terdapat dalamal-Qur’an dan rinciannya telah dijelaskan Nabi melalui perbuatannya, sertadisampaikan oleh kaum muslimin secara berantai dengan praktek. Hukum inimerupakan hukum dasar yang telah disepakati (mujma’ ‘alaîhi) kepastiannya. Halini bukan merupakan lapangan ijtihad dan dalam hukum yang telah pasti serupaini, seseorang boleh bertaklid. Yang kedua adalah hukum yang tidak ditetapkandengan tegas oleh nash yang pasti dan juga tidak terdapat konsensus ulama didalamnya. Hukum inilah yang merupakan lapangan ijtihad, seperti masalahmuamalah, maka kewajiban semua orang untuk mencari dan menguraikannyasampai jelas .
Disinilah peranan para mujtahid, dan dari masalah ini pula lahir madzhab-madzhabfiqh yang merupakan cerminan dari keragaman pendapat dalammemahami nash-nash yang tidak pasti tersebut.
Abduh sangat menghargai para mujtahid dari madzhab apapun. Menurutnya,mereka adalah orang-orang yang telah mengorbankan kemampuannya yangmaksimal untuk mendapatkan kebenaran dengan niat yang ikhlas serta ketaqwaanyang tinggi kepada Allah. Berbeda pendapat adalah hal yang biasa, dan tidakselamanya merupakan ancaman bagi kesatuan umat. Yang dapat menimbulkanbencana adalah jika pendapat yang berbeda-beda tersebut dijadikan sebagaitempat berhukum, dengan tunduk kepada pendapat tertentu saja, tanpa beranimelakukan kritik atau mengajukan pendapat lain. Keseragaman berfikir dalamsemua hal adalah kemustahilan.
Menurutnya, setiap muslim harus memandang bahwa hasil ijtihad ulamamasa lalu sebagai hasil pemikiran manusia biasa yang tidak selamanya benar.Sikap yang harus diambil umat Islam dalam perbedaan pendapat adalah kembalikepada sumber asli. Untuk itu, Abduh menunjukkan dua cara yang harusdilakukan oleh umat Islam - sesuai dengan adanya dua kelompok sosial yangbiasanya terdapat dalam masyarakat Islam- yaitu mereka yang memilki ilmupengetahuan dan yang awam. Dia berpendapat bahwa kelompok pertama wajibmelakukan ijtihad langsung kepada al Qur’an dan as Sunnah. Dalam hal iniijtihad dituntut, karena kekosongan ijtihad dapat menyebabkan mereka akanmencari keputusan hukum di luar ketentuan syara’. Dalam perkembangan zaman,tidak dapat ditahan laju perkembangan situasi dan kondisi yang muncul. Olehkarena itu, perlu dilakukan penelitian ulang tentang beberapa pendapat hasilijtihad ulama terdahulu, agar hasil ijtihad itu selalu sesuai dengan situasi dankondisinya. Jadi yang mereka ijtihadkan bukan hanya masalah-masalah yangbelum ada hukumnya, tetapi juga juga mengadakan reinterpretasi terhadap hasilijtihad terdahulu.
Bagi kelompok kedua yang awam, sikap yang harus diambilnya adalahmengikuti pendapat orang yang mereka percayai, dengan mempertimbangkankedalaman ilmu dan ketaqwaan dari orang yang diikutiya pendapatnya. Jadi setiapdikerjakan oleh orang awam mempunyai dasar kuat yang dia sendiri mengetahuidasarnya dan tidak mengamalkan suatu perbuatan secara membabi buta. Dengansikap ini, umat Islam akan selamat dari bahaya taklid. Abduh berpendapat bahwakebenaran dapat didapatkan dimana-mana, tidak hanya pada seorang guru atausuatu madzhab tertentu.
Menurut Rasyid Ridla, madzhab dalam pengertian Muhammad Abduhadalah lebih ditekankan pada cara pengambilan hukum dari nash yang ditempuholeh seorang mujtahid tertentu. Jadi bukan dalam artian mengikuti dan tundukpada hasil mujtahid tertentu, tetapi bermadzhab adalah dengan mengikuti cara-caraatau metode yang mereka tempuh dalam beristinbath hukum. Dengandemikian bermadzhab bukan bagi mereka yang awam, seperti umum dipahami,tetapi bagi mereka yang berijtihad dalam lingkungan madzhab tertentu. Merekaini dalam istilah Ushul Fiqh adalah Mujtahid Bi al-Madzhab .
Maka fanatisme madzhab yang biasanya terjadi di kalangan awam dapatdihindari dan sikap taklid bisa diatasi. Akan tetapi, menurut Abduh, yang terjadi dimasyarakat adalah sebaliknya. Generasi sesudah mujtahid mengikuti hasil ijtihadyang mereka dapatkan, bukan mengambil cara yang ditempuh oleh para imam.
Akibatnya, terjadinya perselisihan pendapat yang membawa perpecahan dikalangan muslimin sendiri. Fanatisme madzhab pun mucul dan taklid tidak bisadihindarkan.
Abduh menuding para fuqaha sesudah mujtahid sebagai peletak batupertama dari timbulnya fanatisme tersebut, dengan menambah atau memperluashasil ijtihad para ulama terdahulu. Sehingga menurutnya ajaran agama dengansegala permasalahannya bukan semakin jelas, namun semakin rumit. Orang tidakbisa membedakan antara ajaran dasar Islam dengan ajaran madzhab yangbersumber dari fuqaha. Kitab madzhab dijadikan bahan rujukan dan kitab al-Qur’an ditinggalkan, sehingga seakan-akan sia-sia Allah mengutus Rasul yangmembawa kitab tersebut.
Oleh karena itu, dalam berijtihad kaum muslimin harus berpedoman kepadaal-Qur’an dan as Sunnah. Hal inilah yang mendorongnya untuk menggalakkanijtihad di kalangan intelektual dan mengikis taklid buta dalam masyarakat. Beliaumembandingkan sikap umat Islam yang demikian itu dengan sikap kaum Yahudiyang taklid kepada pendapat pemimpin agama mereka, seperti digambarkan Allahdalam surat at-Taubah, ayat 32. Sehingga mereka mengalami kemunduran setelahmemperoleh kejayaan .
Tantangannya yang keras terhadap taklid tampaknya juga dilandasi olehpandangan teologinya yang memberikan harkat yang tinggi kepada manusiadengan anugerah akal yang ada padanya, di samping kebebasan untukmempergunkan akal tersebut. Dengan keduanya, seharusnya manusia juga mampumemahami nash-nash yang mujmal. Dengan demikian manusia tidak selayaknyatunduk dan mengikuti hasil pemikiran orang lain tanpa memikirkan alasan-alasanyang mendasari pendapat tersebut. Walaupun beliau juga mengakui bahwa tidaksemua orang sanggup berijtihad. Akan tetapi bagi mereka yang awan pun taklidtidak boleh dilakukan.
Di samping itu, agaknya apa yang dia saksikan di Barat juga merupakansalah satu sebab tantangannya yang keras terhadap taklid. Dia melihat kemajuanbarat yang menurut pemahamnnya disebabkan oleh terbebasnya mereka dariikatan taklid dan bebasnya mereka dalam menggunakan akal dalam berpikir danmemahami sesuatu. Tampaknya Abduh menginginkan keadaan seperti itu bisaditerapkan di kalangan muslimin, sehingga kemajuan di Barat dapat jugadirasakan kaum muslimin dengan lebih baik.
2.4 Pemikiran Muhammad Iqbal Perihal Ijtihad
Menurut Dr. Syed Zafrullah Hasan dalam pengantar buku Metafisika Iqbal yang ditulis oleh Dr. Ishrat Hasan Enver, Iqbal memiliki beberapa pemikiran yang fundamental yaitu intuisi, diri, dunia dan Tuhan. Baginya Iqbal sangat berpengaruh di India bahkan pemikiran Muslim India dewasa ini tidak akan dapat dicapai tanpa mengkaji ide-idenya secara mendalam.
Namun dalam tataran praktek, Iqbal secara konkrit, yang diketahui dan difahami oleh masyarakat dunia dengan bukti berupa literatur-literatur yang beredar luas, justru dia adalah sebagai negarawan, filosof dan sastrawan.Hal ini tidak sepenuhnya keliru karena memang gerakan-gerakan dan karya-karyanya mencerminkan hal itu.Dan jika dikaji, pemikiran-pemikirannya yang fundamental (intuisi, diri, dunia dan Tuhan) itulah yang menggerakkan dirinya untuk berperan di India pada khususnya dan dibelahan dunia timur ataupun barat pada umumnya baik sebagai negarawan maupun sebagai agamawan. Karena itulah ia disebut sebagai Tokoh Multidimensional.
Dengan latar belakang itu pula maka dalam makalah ini penulis akan memaparkan gagasan-gagasan Iqbal dalam dua hal yaitu: pemikirannya tentang politik dan tentang Islam.
Sebagai seorang yang terdidik dalam keluarga yang kuat memegang prinsip Islam, Iqbal meyakini bahwa Al-Qur’an adalah benar firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril. Al-Qur’an adalah sumber hukum utama dengan pernyataannya “The Qur’an Is a book which emphazhise deed rather than idea (Al-Qur’an adalah kitab yang lebih mengutamakan amal daripada cita-cita). Namun dia berpendapat bahwa al-Qur’an bukanlah undang-undang. Dia berpendapat bahwa penafsiran Al-Qur’an dapat berkembang sesuai dengan perubahan zaman, pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Tujuan utama al-Qur’an adalah membangkitkan kesadaran manusia yang lebih tinggi dalam hubungannya dengan Tuhan dan alam semesta, Al-Qur’an tidak memuatnya secara detail maka manusialah yang dituntut untuk mengembangkannya.Dalam istilah fiqih hal ini disebut ijtihad.Ijtihad dalam pandangan Iqbal sebagai prinsip gerak dalam struktur Islam. Disamping itu al-Qur’an memandang bahwa kehidupan adalah satu proses cipta yang kreatif dan progresif. Oleh karenanya, walaupun al-Qur’an tidak melarang untuk mempertimbangkan karya besar ulama terdahulu, namun masyarakat harus berani mencari rumusan baru secara kreatif dan inovatif untuk menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi.Akibat pemahaman yang kaku terhadap ulama terdahulu, maka ketika masyarakat bergerak maju, hukum tetap berjalan di tempatnya.
Menurut Iqbal ijtihad adalah “Exert with view to form an independent judgment on legal question” (bersungguh-sungguh dalam membentuk suatu keputusan yang bebas untuk menjawab permasalahan hukum).Kalau dipandang baik hadits maupun Al-Qur’an memang ada rekomendasi tentang ijtihad tersebut.Disamping ijtihad pribadi hukum Islam juga memberi rekomendasi keberlakuan ijtihad kolektif.Ijtihad inilah yang selama berabad-abad dikembangkan dan dimodifikasi oleh ahli hukum Islam dalam mengantisipasi setiap permasalahan masyarakat yang muncul.Sehingga melahirkan aneka ragam pendapat (mazhab). Sebagaimana mayoritas ulama, Iqbal membagi ijtihad kedalam tiga tingkatan yaitu:
1. Otoritas penuh dalam menentukan perundang-undangan yang secara praktis hanya terbatas pada pendiri mazhab-mazhab saja.
2. Otoritas relative yang hanya dilakukan dalam batas-batas tertentu dari satu madzhab
3. Otoritas khusus yang berhubungan dengan penetapan hukum dalam kasus-kasus tertentu, dengan tidak terkait pada ketentuan-ketentuan pendiri madzhab.
Iqbal menggaris bawahi pada derajat yang pertama saja. Menurut Iqbal, kemungkinan derajat ijtihad ini memang disepakati diterima oleh ulama ahl-al-sunnah tetapi dalam kenyataannya dipungkiri sendiri sejak berdirinya mazhab-mazhab. Ide ijtihad ini dipagar dengan persyaratan ketat yang hampir tidak mungkun dipenuhi.Sikap ini, lanjut Iqbal, adalah sangat ganjil dalam suatu system hukum Al-Qur’an yang sangat menghargai pandangan dinamis. Akibatnya ketentuan ketatnya ijtihad ini, menjadikan hukum Islam selama lima ratus tahun mengalami stagnasi dan tidak mampu berkembang. Ijtihad yang menjadi konsep dinamis hukum Islam hanya tinggal sebuah teori-teori mati yang tidak berfungsi dan menjadi kajian-kajian masa lalu saja.Demikian juga ijma’ hanya menjadi mimpi untuk mengumpulkan ulama, apalagi dalam konsepnya satu saja ulama yang tidak setuju maka batallah keberlakuan ijma tersebut, hal ini dikarenakan kondisi semakin meluasnya daerah Islam.Akhirnya kedua konsep ini hanya tinggal teori saja, konsekuensinya, hukum Islam pun statis tidak berkembang selama beberapa abad.
BAB III
ANALISIS SWOT
A. Kekuatan (STRONG)
Dalam konsep pemikiran Muhammad Abduh dan Muhammad Iqbal terdapat kesamaan diantaranya bahwa setiap muslim harus memandang bahwa hasil ijtihad ulamamasa lalu sebagai hasil pemikiran manusia biasa yang tidak selamanya benar.Sikap yang harus diambil umat Islam dalam perbedaan pendapat adalah kembalikepada sumber asli, masyarakat harus berani mencari rumusan baru secara kreatif dan inovatif untuk menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi.Dalam hal ini sangat jelas bahwa apa yang menjadi konsep pemikiran keduanya adalah:
1. Hasil ijtihad ulama masa lalu sebagai hasil pemikiran manusia biasa yang tidak selamanya benar.
2. Berpegang kepada dalil naqli yang bersumber langsung dari Allah swt.
3. Umat Islam dilarang bertaklid buta terhadap sebuah mazhab.
4. Menghargai peranan akal dan membuka pintu ijtihad seluas-luasnya, tetapi kedudukannya harus berada di bawah wahyu.
B. Kelemahan (WEAK)
1. Dengan di bukanya pintu ijtihad juga membawa dampak yang mungkin bisa melemahkan bahkan membingungkan kaum awam, sebab apabila tiap-tiap orang yang berilmu diwajibkan berijtihad terhadap suatu masalah, maka justru akan makin banyak timbul perbedaan-perbedaan pendapat.
2. Selain itu ijtihad juga berpotensi dijadikan alat propaganda bagi orang-orang yang berilmu tapi tidak menggunakan ilmunya sebagaimana mestinya untuk memaksakan kehendak individu atau golongan.
3. Pandangan orang-orang terhadap Muhammad Abduh bahwa Abduh merupakan golongan orang-orang Mu’tazilah karena penghargaannya terhadap peranan akal.
C. Peluang (OPPORTUNITY)
Peluang yang di dapat dari pemikiran keduanya ialah:
1. Dengan adanya ijtihad maka ajaran Islam tidak hanya dapat di terima oleh orang islam tapi juga yang bukan islam, ini tentu peluang yang besar untuk mengajak meraka untuk masuk ke dalam islam atau sebagai ladang dakwah.
2. Dengan mengembalikan syariah Islam ke dalam jiwa tiap-tiap muslim maka bisa menjadi peluang untuk memperbaiki kehidupan baik akidah ibadah maupun moralitas. Sehingga Fenomena kemusyrikan, praktik perdukunan, pesatnya perkembangan aliran-aliran sesat yg memanfaatkan kebodohan umat. Tidak lagi terjadi di mana-mana.
3. Sikap Abduh dan Iqbal yang menggunakan akal untuk segala keperluan umat membawa dampak positif, dengan itu beliau tidak hanya memahami pemikiran yang berasal dari para ahli barat non-muslim tapi justru mengenal konsep-konsep kependidikan dari para ahli, para ulama dan para filosof islam sendiri.
A. SRTATEGIC STRONG
Pakai Kekuatan untuk memanfaatkan peluang
1. Dengan sikap Menghargai peranan akal dan membuka pintu ijtihad seluas-luasnya, maka hasil ijtihad itu bisa di terima banyak kalangan sehingga tidak hanya kuantitas yang meningkat tetapi juga kualitas pemeluknya terjaga dan semakin kokoh.
2. Pemikiran beliau yang tidak hanya memahami pemikiran yang berasal dari para ahli barat non-muslim tapi justru mengenal konsep-konsep kependidikan dari para ahli, para ulama dan para filosof islam sendiri dapat dijadikan suatu acuan untuk menyingkronkan pemahaman-pemahaman dunia barat tentang Islam, yang selama ini dinilai sangat bertentangan dengan kebiasaan-kebiasaan mereka.
Tanggulangi kelemahan manfaatkan peluang
1. di karenakan ijtihad itu juga bisa melemahkan iman serta membingungkan umat maka mungkin dapat di tanggulangi dengan di adakannya taklim-taklim yang isinya membahas segala sesuatu permasalahan agar bisa ramai di hadiri masarakat maka tempat yang paling pas di pilih ialah teras masjid sebagimana dahulu yang pernah dilakukan oleh Rasulullah, selain itu juga agar masjid tidak hanya di gunakan sebagai tempat sholat tapi juga bisa sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan.
2. Dengan kelemahan yang di akibatkan oleh mengutamakankepentingan individu ketimbang golongan, maka peluang yang dapat diambil dari pemasalahan ini ialah orang-orang Islam hendaknya kembali berpegang teguh terhadap al-Qur’an dan Hadis sebelum mengikuti hal yang difatwakan ulama masa itu, sebab tidak mungkin ada seorangpun ulama yang memfatwakan suatu hal akan tetapi bertentangan dengan nash itu sendiri.
3. Dengan terlaksananya hal di atas, maka benarlah sikap Abduh yang mementingkan akal, sebab untuk memahami isi kandungan al-Qur’an dibutuhkan ilmu pengetahuan, secara tidak langsung umat Islam juga dituntut untuk berilmu pengetahuan.
Susun daftar ancaman.
1. Orangyang tidak kuat keyakinan nya akan tergoyahkan oleh adanya ijtihad.
2. di khawatirkanya orang tidak terlalu paham pemikiran ini akan kembali kepada masa jahiliah bukan pada masa jaya Rasulullah.
3. Ijtihaddikawatirkan bisa menimbulkan permusuhan antar-umat yg kerap terjadi hanya karena sebuah perbedaan pemikiran (ijtihad).
4. Ketidakpahamanmasyarakat sekarang tentang Islam di kawatirkan dapat menjadi propaganda orang-orang yang membenci Islam sehingga sering mengidentikkan Islam dengan Terorisme
Pakai kekuatan untuk menghindari ancaman
1. Untukmenghindari lemahnya keyakinan umat Islam karena ijtihad itu maka kita manfaatkan kekeuatan pemikiran ini dengan berpegang kepada dalil naqli yang bersumber langsung dari al-Qur’an.
2. Dengan tidak bertaklid buta terhadap suatu mazhab dan selalu menempatkan akal di bawah wahyu maka segala bantuk kemrosotan akidah maupun moral seperti penyalahgunaan terhadap label Kiyai, Ulama maupun Ustad tidak akan terjadi, serta pertentangan antar mazhab-mazhab pun dapat terhindarkan.
3. Dengan tidak hanya memahami pemikran yang berasal dari para ahli barat non-muslim tapi justru mengenal konsep-konsep kependidikan dari para ahli, para ulama dan para filosof islam sendiri. Maka akan menghindari sikap dunia luar yang mengkambing hitamkan Islam sebagai agama Teroris.
Perkecil kelemahan & hidari ancaman
1. Untukmenghindari lemahnya keyakinan/iman atau kebingungan memahami fatwa akibat ijtihad maka hendaknya umat Islam dituntut untuk memiliki Ilmu paling tidak logika yang benar untuk mengikuti suatu fatwa serta senantiasa berpengang pada nash yang ada.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Abduh merupakan salah seorang tokoh pembaharu muslimyang cara berpikirnya lebih maju dan sering bersentuhandengan jalan pikiran kaum rasionalis Islam (Mu'tazilah), maka banyak yangmenuduh dirinya telah meninggalkan madzhab Asy'ariyah. Akan tetapi, sebenarnya Abduh bukanlah dari golongan mazhab tertentu Asy’ariah maupun Mu’tazilah, justru Abduh dengan jelas meninggalkan taklid kepada Asy'ary, serta Mu'tazilah Abduh hanya berpegang kepada dalil yang ada, begitulah realitanya.
Sedangkan Iqbal adalah seorang intelektualis asal Pakistan telah melahirkan pemikiran dan peradaban besar bagi generasi setelahnya. Iqbal merupakan sosok pemikir multi disiplin. Ia adalah seorang sastrawan, negarawan, ahli hukum, filosof, pendidik dan kritikus seni. Menilai kepiawaiannya yang multidisiplin itu, pak Natsir mengatakan "tentulah sukar bagi kita untuk melukiskan tiap-tiap aspek kepribadian Iqbal. Jiwanya yang piawai tidak saja menakjubkan tetapi juga jarang ditemui".
Islam sebagai way of life yang lengkap mengatur kehidupan manusia, ditantang untuk bisa mengantisipasi dan mengarahkan gerak perubahan tersebut agar sesuai dengan kehendak-Nya. Oleh sebab itu hukum Islam dihadapkan kepada masalah signifikan, yaitu sanggupkah hukum islam memberi jawaban yang cermat dan akurat dalam mengantisipasi gerak perubahan ini? Dengan serempak keduanya menjawab “bisa kalau umat Islam memahami hukum Islam seperti cara berfikir Umar bin Khattab” yaitu dengan ijtihad, secara garis besar kedunya merupakan dua orang tokoh yang pro dengan Ijtihad namun tetap berpegang pada al-Qur’an dan Hadits.
4.2 Saran
Dalam penulisan ini, penulis meminta segala saran dan kritik yang membangun guna mengembangkan potensi yang ada.Segala macam kesalahan adalah sifat dari manusia itu sendiri, dan penulis meminta segala kelapangan dan pembetulan atau penambahan serta pangurangan apa-apa yang sekiranya tidak benar di mata para pembaca sekalian.Terima kasih.
Daftar Pustaka
Abduh,Muhammad.Risalah Tauhid, Cet. VII, Dar al Manar, 1353 H,Mesir
Ali,Mukti.Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung, Mizan 1998, Cet. III
Enver,Ishrat Hasan.Metafisika Iqbal, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, cet. 1, th. 2004
Iqbal,Muhammad.Tajdiid At-Tafkiir Ad-Diinii Fii al-Islam, Kairo, cet. 2, th. 1968
Mohammad, Herry (dkk).Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20,JakartaGema Insani, cet.1, th. 2006
Nasution,Harun.Muhammad Abduh dalam Teologi Rasional Mu’tazilah,Universitas Indonesia, 1981, Jakarta
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, th. 2003, cet. XIV
Ridha, Muhammad Rasyid.Târîkh Ustadz al-Imam al-SyaikhMuhammad Abduh, Juz I, Cet. II, Dar al-Manâr, 1367 H, Mesir
Saefuddin,Didin.Pemikiran Modern Dan Postmodern Islam, Jakarta, Grasindo, th. 2003
Langganan:
Postingan (Atom)